26.09.2015 Views

Catatan Hitam Lima Presiden Indonesia

Catatan Hitam Lima Presiden Indonesia - Biar sejarah yang bicara

Catatan Hitam Lima Presiden Indonesia - Biar sejarah yang bicara

SHOW MORE
SHOW LESS
  • No tags were found...

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

nya dengan perbaikan ekonomi. Sekadar tambahan bisa<br />

kita sebut di sini poin 2 dari reformasi struktural: mulai 1<br />

Februari 1998 semua batasan imp or kapal bekas maupun<br />

baru dicabut. Apa perlunya? Bukankah semua negara<br />

maju dan yang ingin maju mesti membatasi imp or segala<br />

macam produk yang bisa dibuat di negerinya sendiri untuk<br />

melindungi industri dalam negeri? Bukankah <strong>Indonesia</strong><br />

sudah punya PT PAL, Kojabahari, dan lain-lain yang<br />

terbukti piawai membuat kapal, bahkan untuk keperluan<br />

negara lain?<br />

Pada saat yang sama pemerintah didesak untuk<br />

menghapus semua pajak ekspor mulai 1 Februari 1998<br />

(reformasi struktural poin 3). Mulai Maret tahun itu juga<br />

pemerintah didesak untuk menurunkan pajak ekspor kayu<br />

glondongan, kayu gergajian, rotan dan mineral menjadi<br />

10% dari harga jual. Kebijakan ini telah membuat hutan<br />

<strong>Indonesia</strong> makin rusak berat akibat ekspor kayu glondongan<br />

marak lagi dalam jumlah besar- besaran. Pada saat<br />

sama industri kayu dan furniture dalam negeri meranggas<br />

kekurangan bahan baku. Juga batasan ekspor yang<br />

berbentuk kuota mesti dihapus dalam 3 tahun, kecuali<br />

ada alasan kesehatan, keamanan, atau pada saat terjadi<br />

kekurangan di pasar domestik. Mengapa? AS sendiri<br />

menerapkan kuota imp or untuk melindungi industri dalam<br />

negerinya. Mengapa pemerintah <strong>Indonesia</strong> tak boleh<br />

menerapkan sistem kuota ekspor buat produk tertentu<br />

guna melindungi konsumen dalam negerinya? Larangan<br />

ekspor minyak sawit cuma ditoteransi IMF hingga akhir<br />

Maret 1998, setelah itu pengusaha bebas menjualnya ke<br />

mana saja, juga kayu lapis, semen, kertas, dan lain-lain.<br />

Tiba-tiba saja republik benar-benar ja tuh miskin, karena<br />

tak ada minyak goreng, tak ada kayu, rotan, semen,<br />

kertas, dan lain-lain. Semuanya lari ke luar negeri mengejar<br />

dolar secara legal atas restu IMF.<br />

Lebih jauh lagi alih-alih memberdayakan pedagang<br />

eceran dalam negeri, di masa paceklik dan banjir<br />

penganggur ini, IMF malah memaksa pemerintah Soeharto<br />

untuk menghapus larangan investasi asing di bidang<br />

eceran dan grosir sebelum Maret 1998 (reformasi struktural<br />

poin 6). Sejak itu pula hipermarke t asing asal Francis<br />

Carrefour dan Continent (kemudian merger menjadi<br />

Carrefour), dan hipermarke t asing lainnya menyerbu kotakota<br />

besar <strong>Indonesia</strong>. Pedagang eceran dan groslr<br />

raksasa ini, tidak saja telah menggantikan fungsi pasar<br />

karena banyaknya item produk yang diperdagangkannya,<br />

tapi sekaligus telah merebut konsumen berduit yang<br />

seharusnya berbelanja di pasar dan pusat belanja<br />

domestik.<br />

Lalu pOln 8: semua pemerintah daerah dilarang<br />

memungut retribusi untuk barang ekspor, sebagai<br />

gantinya diciptakan pajak BBM. Impor gula dibuka lebarlebar<br />

(poin 13). Sebelum April 1998 pemerintah diminta<br />

membuat kerangka swastanisasi BUMN untuk menentukan<br />

perusahaan mana yang akan dijual, direstruk- turisasi dan<br />

ditutup (poin 14). Poin 15-nya lebih hebat lagi pemerintah<br />

mesti mempersiapkan 12 BUMI\! untuk go public sepanjang<br />

1998 dan pemerintah mesti menjual seluruh sahamnya,<br />

bukan lagi sebagian. Pemerintah juga diminta menjual<br />

sahamnya di BUMN yang sudah go public lebih banyak lagi<br />

sampai akhirnya BUMN-BUMN tersebut sepenuhnya menjadi<br />

milik swasta.<br />

Tak ada seorang pun yang berpikiran jernih dan jujur<br />

yang tidak melihat ini sebagai jebakan atau penipuan, tapi<br />

siapa berani melawan juragan IMF? Apalagi bila diingat

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!