SENI RUPA Menjadi Sensitif, Kreatif, Apresiatif dan Produktif JILID 2
SENI RUPA Menjadi Sensitif, Kreatif, Apresiatif dan Produktif JILID 2
SENI RUPA Menjadi Sensitif, Kreatif, Apresiatif dan Produktif JILID 2
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
Gambar 224. Pablo Picasso, Guernica (sumber: Paul Zelanski)<br />
2. Tipe intuitif <strong>dan</strong> emosional<br />
Affandi misalnya sebelum melukis dengan gaya ekspresionisnya, ia<br />
melakukan observasi berkeliling ke tempat-tempat yang dirasa dapat<br />
memberikan ’secercah’ gagasan untuk merangsang emosi estetiknya.<br />
Setelah mendapat gagasan dari suatu obyek, obyek itu diamati terus<br />
sehingga dapat menangkap hubungan antara rasa estetiknya dengan<br />
obyek, hal ini menimbulkan emosinya tak terbendung sehingga ia harus<br />
melukis cepat-cepat dengan metode plototan agar tidak kehilangan<br />
moment yang sangat menggairahkan itu. Kondisi inilah yang<br />
menyebabkan ia melukis bagaikan orang kesurupan (gb. 223b). Dalam<br />
gambar (223a) Durrer mengambarkan The Scream dengan mendistorsi<br />
bentuk manusianya <strong>dan</strong> menggambarkan lingkungannya dengan gerakan<br />
garis dinamis bergelombang, dalam hal ini yang lebih dominan adalah<br />
emosi Durrer yang dituangkan ke atas bi<strong>dan</strong>g gambar. Pengungkapan<br />
emosi juga dilakukan secara non-figuratif atau abstrak, pada gambar (223<br />
c) Jacson Pollock menumpahkan emosinya dengan cipratan warna <strong>dan</strong><br />
hal yang paling sulit menganalisa hubungan luapan emosi itu dengan<br />
judul lukisannya. Ka<strong>dan</strong>g judul hanyalah pemberian label <strong>dan</strong> tidak ada<br />
hubungan sama sekali dengan nilai ekspresi yang diungkapkan menjadi<br />
lukisan.<br />
378