Peran Media dalam Pembangunan Perdamaian dan ... - UNDP
Peran Media dalam Pembangunan Perdamaian dan ... - UNDP
Peran Media dalam Pembangunan Perdamaian dan ... - UNDP
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
<strong>Media</strong> di Sulawesi Tengah, Maluku Utara <strong>dan</strong> Maluku<br />
dari birokrasi setempat. Banyak yang telah<br />
berubah pada saat masa pemerintahan Soeharto<br />
berakhir. Pada tahun 1973, Soeharto<br />
mencanangkan Sulawesi Tengah sebagai salah<br />
satu dari sepuluh provinsi transmigrasi. Jalan<br />
Raya Trans Sulawesi dibangun melintasi<br />
me<strong>dan</strong> hutan pegunungan yang berat untuk<br />
mempermudah pergerakan masyarakat<br />
transmigran. Pengembangan prasarana jalan<br />
<strong>dan</strong> pemukiman baru lantas menarik<br />
gelombang migran sukarela, terutama<br />
masyarakat Muslim suku Bugis <strong>dan</strong> Makassar<br />
dari Sulawesi Selatan. Krisis moneter, yang<br />
berawal pada tahun 1997, mendorong migrasi<br />
hingga daerah Poso. Persaingan antara<br />
masyarakat modernis Muslim <strong>dan</strong> Kristiani<br />
untuk memperebutkan jabatan militer <strong>dan</strong><br />
pemerintahan, seperti posisi bupati Kabupaten<br />
Poso, memanas.<br />
Konflik Poso Terkini<br />
Pada bulan Desember 1998, pertikaian<br />
antara dua pemuda, satu beragama Kristen<br />
Protestan <strong>dan</strong> satu beragama Islam, pada saat<br />
kampanye politik setempat yang berlangsung<br />
tegang, dengan cepat meluas menjadi<br />
kerusuhan berunsur keagamaan di daerah yang<br />
semula tentram <strong>dan</strong> majemuk itu. Pertikaian<br />
yang berawal di jantung Kota Poso menjelang<br />
hari raya Natal <strong>dan</strong> Ramadhan pada tahun<br />
1998 itu makin menambah ketegangan yang<br />
mengandung unsur keagamaan yang dipicu<br />
oleh tulisan-tulisan grafiti yang provokatif<br />
selama kampanye.<br />
Tidak lama kemudian, pendukung dari<br />
kota-kota lain tiba untuk memperkuat<br />
gerombolan massa dari kelompok masyarakat<br />
Kristen Protestan maupun Muslim. Dalam<br />
kerusuhan <strong>dan</strong> aksi pembakaran yang<br />
berlangsung selama sepekan itu, sekitar 200<br />
orang mengalami luka-luka <strong>dan</strong> 400 rumah<br />
rusak dibakar. Kerusuhan kedua pecah pada<br />
pertengahan bulan April 2000. Ketika seorang<br />
pemuda Muslim dilaporkan ditusuk oleh<br />
seorang pemuda Kristen Protestan, gerombolan<br />
massa dari kelompok masyarakat Muslim<br />
memulai aksi pembalasan yang menurut<br />
laporan tidak dapat dikendalikan oleh pihak<br />
kepolisian. Hingga awal bulan Mei, 700 rumah<br />
dibakar (sebagian besar adalah milik anggota<br />
kelompok masyarakat Kristiani) berikut<br />
sejumlah gereja <strong>dan</strong> barak polisi. Ribuan<br />
orang, kebanyakan dari kelompok masyarakat<br />
Kristen, mengungsi keluar dari Poso.<br />
‘Periode ketiga’ terjadi hanya selang tiga<br />
minggu kemudian ketika sekelompok orang<br />
Kristiani melakukan serangan fajar atas warga<br />
Muslim yang mereka anggap bertanggung<br />
jawab atas tindak pengrusakan yang telah<br />
dilakukan terhadap pemukiman kelompok<br />
masyarakat Kristiani. Kelompok ‘ninja’<br />
tersebut terdiri dari selusinan laki-laki yang<br />
konon adalah warga Kristiani asal Pamona <strong>dan</strong><br />
pendatang asal Flores yang beragama Katolik<br />
yang tinggal di Poso. Pertikaian makin<br />
memanas di seluruh daerah, apalagi dengan<br />
a<strong>dan</strong>ya hasutan dari kelompok milisi Kristiani<br />
setempat. Puncak periode ketiga adalah<br />
pembantaian massal yang dilakukan atas<br />
penduduk asal Jawa yang melarikan diri ke<br />
pesantren di suatu daerah transmigrasi di<br />
selatan Poso. Dalam insiden itu, lebih dari<br />
seratus dibunuh dengan senjata rakitan <strong>dan</strong><br />
mayat mereka, dibuang ke Sungai Poso <strong>dan</strong><br />
kuburan massal. Pertikian berlanjut hingga<br />
akhir bulan Juli 2000 dengan ditahannya tiga<br />
pemimpin kelompok perusuh.<br />
Terlepas dari sejumlah upaya rekonsiliasi<br />
yang mendapat banyak sorotan pada akhir<br />
tahun 2000, pertikaian sporadis berlanjut <strong>dan</strong><br />
sebagian besar pengungsi internal belum<br />
kembali ke tempat asal. Bahkan penduduk<br />
secara de facto makin tersegregasi menurut<br />
garis agama – penduduk Muslim bertempat di<br />
Kota Poso, <strong>dan</strong> penduduk Kristen Protestan di<br />
kota-kota di pe<strong>dalam</strong>an.<br />
Selama bulan-bulan pertama tahun 2001,<br />
aksi kekerasan makin memanas. Selain<br />
penyerangan terhadap masyarakat tani,<br />
klompok-kelompok yang tidak puas menanam<br />
bom di tempat-tempat ibadah <strong>dan</strong> pos-pos<br />
polisi. Kekerasan kembali meledak pada akhir<br />
tahun 2001 ketika ribuan anggota bersenjata<br />
Laskar Jihad terjun ke daerah konflik dengan<br />
akibat timbulnya lebih dari seratus korban jiwa.<br />
Paling tidak enam gereja <strong>dan</strong> 4.000 rumah di<br />
30 desa menjadi sasaran aksi pembakaran.<br />
Sekitar 15.000 warga melarikan diri dari<br />
rumah. Milisi Muslim mengambil alih kendali<br />
atas tempat pengisian bahan bakar <strong>dan</strong> poskoposko<br />
jalan.<br />
Setelah kerusuhan sporadis berlangsung<br />
selama tiga tahun, angka korban jiwa<br />
diperkirakan berkisar antara 1.000 <strong>dan</strong> 2.500<br />
jiwa dengan ribuan korban luka. Sejumlah<br />
besar gereja <strong>dan</strong> masjid telah menjadi sasaran<br />
aksi pembakaran. Hampir 100.000 orang<br />
16