Peran Media dalam Pembangunan Perdamaian dan ... - UNDP
Peran Media dalam Pembangunan Perdamaian dan ... - UNDP
Peran Media dalam Pembangunan Perdamaian dan ... - UNDP
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
<strong>Media</strong> di Sulawesi Tengah, Maluku Utara <strong>dan</strong> Maluku<br />
4 <strong>Media</strong> <strong>dan</strong> Konflik di Maluku<br />
Ambon, wilayah perkotaan utama Maluku<br />
<strong>dan</strong> tempat tindak kekerasan terkonsentrasi<br />
selama konflik, memiliki luas wilayah 377 km 2<br />
<strong>dan</strong> jumlah penduduk 206.210 jiwa. Kota ini<br />
terbelah menurut garis agama, dengan<br />
kawasan-kawasan tertentu hanya berpenduduk<br />
orang Kristiani atau Muslim saja.<br />
Bab ini menyajikan tinjauan atas lima<br />
bi<strong>dan</strong>g kajian permasalahan untuk untuk<br />
Maluku, yaitu (i) media umum, (ii) media<br />
alternatif, (iii) media tradisional, (iv) teknologi<br />
informasi baru, <strong>dan</strong> (v) arus informasi.<br />
Tinjauan tentang situasi media ini belum<br />
memberikan gambaran holistik tentang semua<br />
lembaga <strong>dan</strong> bentuk media. Informasi lebih<br />
lanjut disajikan di Lampiran 10-14. 52<br />
4.1 Latar Belakang Konflik 53<br />
Kepulauan Maluku dulu pernah menjadi<br />
bagian dari Kerajaan Majapahit <strong>dan</strong> Sriwijaya<br />
(Sumatera) sebelum masuknya agama Islam<br />
52 Informasi yang disajikan di bab ini diambil dari data<br />
yang dikumpulkan oleh ISAI pada tanggal 23 <strong>dan</strong> 30<br />
Juni 2004. Data tersebut adalah mengenai kinerja <strong>dan</strong><br />
perkembangan media umum propinsi, alternatif, <strong>dan</strong><br />
tradisional di Maluku, serta hasil kajian atas arus<br />
informasi yang mengalir dari media lokal <strong>dan</strong> nasional<br />
berikut pengaruh masing-masing atas masyarakat<br />
umum. Sampel yang terdiri dari sebelas responden<br />
yang mewakili pemangku kepentingan propinsi, tokoh<br />
masyarakat, tokoh agama, aparat keamanan,<br />
pemerintah, sektor swasta, <strong>dan</strong> masyarakat umum<br />
memberikan masukan yang men<strong>dalam</strong> tentang peran<br />
media <strong>dalam</strong> kaitannya dengan konflik. Narasumber<br />
diwawancarai secara perorangan di lokasi-lokasi<br />
netral. Sejumlah kendala ditemui pada saat melakukan<br />
penelitian. Kendala tebesar adalah situasi keamanan di<br />
propinsi ini, apalagi karena kajian berlangsung tidak<br />
lama setelah ketegangan kembali terjadi di daerah itu.<br />
Sebagai contoh, seorang peneliti lokal, Mey Cresentya<br />
Rahail (Kristen), yang berteman dengan peneliti lokal<br />
Sahira Sangaji yang beragama Islam harus menjaga<br />
jarak setelah pihak luar mengancamnya jika mereka<br />
tetap bergaul. Situasi seperti ini sangat membatasi<br />
ruang gerak kelima peneliti lokal kajian ini <strong>dan</strong><br />
sebagian besar kegiatan pengumpulan informasi<br />
berlangsung di Ambon. Ruang gerak di <strong>dalam</strong> kota<br />
Ambon sendiri pun terbatas, terutama <strong>dalam</strong> kaitannya<br />
dengan agama yang dianut masing-masing peneliti.<br />
53<br />
Pustaka: Encyclopaedia Britannica 1999, The<br />
Jakarta Post, OTI Field Report Indonesia (Juni 2000),<br />
Program on Humanitarian Policy and Conflict<br />
Research (Harvard University, AS), Human Rights<br />
Watch, Inside Indonesia, International Crisis Group.<br />
pada abab ke-15. 54 Bangsa Portugis memasuki<br />
wilayah ini pada awal abad ke-16 <strong>dan</strong> pada<br />
tahun 1599 bangsa Belanda mulai membuka<br />
permukiman di kepulauan tersebut. Pada tahun<br />
1667 Belanda berhasil menaklukkan Maluku.<br />
Selama abad ke-16 <strong>dan</strong> ke-17 Maluku menjadi<br />
sumber cengkeh, pala, <strong>dan</strong> fuli. Selama periode<br />
1796-1802 <strong>dan</strong> 1810-1817 Maluku dikuasi<br />
oleh Inggris, <strong>dan</strong> selama <strong>Peran</strong>g Dunia II<br />
giliran Jepang yang mendudukinya.<br />
Maluku menjadi bagian dari Negara<br />
Indonesia Timur (NIT), sebuah negara otonom<br />
bentukan Belanda pada tahun 1945, <strong>dan</strong> tetap<br />
berada di bawah kedaulatan Belanda hingga<br />
tahun 1949. Dengan berdirinya republik<br />
kesatuan pada tahun 1950 sebagai pengganti<br />
negara serikat, Maluku Selatan berupaya untuk<br />
melepaskan diri. Pemberontakan dipimpin oleh<br />
penduduk Kristiani di Pulau Ambon <strong>dan</strong><br />
mereka membentuk Republik Maluku Selatan,<br />
yang hanya bertahan sebentar, sebelum<br />
menyerahkan kedaulatan kepada Republik<br />
Indonesia yang baru merdeka. Semenjak itu<br />
tindak kekerasan etnis <strong>dan</strong> nasionalis sporadis<br />
meletup di pulau itu. Maluku merupakan satu<br />
propinsi tunggal dari tahun 1950 sampai 1999.<br />
Pada tahun 1999, Kabupaten Maluku Utara<br />
dimekarkan menjadi propinsi Maluku Utara.<br />
Konflik Terkini di Maluku<br />
Di Maluku, konflik kekerasan pertama<br />
meledak pada bulan Januari 1999 ketika di<br />
Kota Ambon sebuah perselisihan antara<br />
seorang penumpang beragama Kristen <strong>dan</strong><br />
sopir angkot beragama Islam berkembang<br />
menjadi kerusuhan antara kelompok<br />
masyarakat Muslim <strong>dan</strong> Kristiani. Perkelahian<br />
dengan cepat menyebar ke pulau-pulau sekitar.<br />
Menurut berita-berita media nasional, gosip<br />
<strong>dan</strong> rumor yang tidak berdasar <strong>dan</strong> berlebihan<br />
memainkan peran yang sangat besar di sini.<br />
Pada masa-masal awal konflik, media lokal<br />
seringkali berhenti meliput untuk kurun-kurun<br />
54 Dari bahasa Arab “Al-Muluk” yang berarti “rajaraja”.<br />
Daerah ini oleh para saudagar asing dikenal<br />
sebagai “Kepulauan Rempah-rempah”. Kepulauan ini<br />
terdiri dari sekitar 1.000 pulau dengan jumlah<br />
penduduk yang mencapai 1,7 juta jiwa. Ibukota<br />
Maluku adalah Ambon di Pulau Ambon, sementara<br />
ibukota Maluku Utara adalah Ternate.<br />
29