20.01.2015 Views

Peran Media dalam Pembangunan Perdamaian dan ... - UNDP

Peran Media dalam Pembangunan Perdamaian dan ... - UNDP

Peran Media dalam Pembangunan Perdamaian dan ... - UNDP

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

<strong>Media</strong> di Sulawesi Tengah, Maluku Utara <strong>dan</strong> Maluku<br />

yang membidik kelompok masyarakat Muslim.<br />

Metro <strong>dan</strong> Info Baru mengaku dirinya sebagai<br />

media netral. Selama masa penelitian, hanya<br />

Ambon Ekspres, Suara Maluku, Siwalima,<br />

Info Baru, Metro, Dewa, Koran Info, <strong>dan</strong><br />

Ekspresi (media alternatif) yang terbit secara<br />

teratur di propinsi ini.<br />

Harian Siwalima, dengan semboyan<br />

“mendahulukan persatuan <strong>dan</strong> persaudaraan”,<br />

terbit untuk pertama kali pada bulan Oktober<br />

1999. Menurut Fredom Toumohu, redaktur<br />

pelaksana harian tersebut, Siwalima digagas<br />

oleh beberapa tokoh Kristiani <strong>dan</strong> Muslim<br />

yang ingin mempersatukan kembali kedua<br />

kelompok masyarakat yang bertikai. Tokohtokoh<br />

dari kedua belah pihak hadir pada saat<br />

Siwalima didirikan (termasuk isteri mantan<br />

gubernur Maluku Dr. Saleh Latuconsina yang<br />

menjadi salah satu pendirinya). Hanya saja,<br />

karena didistribusikan di kelompok masyarakat<br />

Kristiani, harian ini dipan<strong>dan</strong>g sebagai<br />

suratkabar Kristiani. Susah untuk menemukan<br />

harian ini di kelompok masyarakat Muslim,<br />

kecuali di tempat-tempat netral seperti<br />

perkantoran pemerintahan tempat ia dapat<br />

dibaca bersama terbitan lainnya.<br />

Ambon Ekspres, yang juga diluncurkan<br />

selama konflik pada bulan Juli 1999, pada<br />

awalnya adalah milik Grup Jawa Pos.<br />

Kebanyakan staf redaksi Ambon Ekspres<br />

merupakan mantan wartawan Suara Maluku<br />

yang mengundurkan diri karena tekanan yang<br />

berkaitan dengan konflik. Pada waktu itu,<br />

suratkabar mingguan ini dicetak di kota<br />

Makassar. Berita, tergantung pada situasi,<br />

dikirim lewat udara atau laut. Pada saat-saat<br />

damai, laporan berita disimpan <strong>dalam</strong> disket<br />

<strong>dan</strong> dikirim dengan pesawat terbang yang lepas<br />

landas <strong>dan</strong> mendarat di daerah yang<br />

dikendalikan kelompok masyarakat Kristiani.<br />

Pada saat konflik memanas, redaksi memilih<br />

kapal laut karena pelabuhan Ambon berlokasi<br />

di daerah yang dikendalikan kelompok<br />

masyarakat Muslim.<br />

Suara Maluku terbit untuk pertama kali di<br />

Ternate pada tahun 1956 <strong>dan</strong> merupakan salah<br />

satu harian tertua di propinsi ini. Pada tahun<br />

1990-an, Suara Maluku, dengan semboyan<br />

“Bersama mengembangkan Masyarakat yang<br />

Adil <strong>dan</strong> Sejahtera”, pindah ke Ambon. Secara<br />

bertahap harian ini beralih ke format halaman<br />

lebar <strong>dan</strong> mengusung semboyan baru yang<br />

berbunyi “Dari Maluku untuk Indonesia Baru”.<br />

Pada bulan Mei 1990, Yayasan Suara Maluku<br />

mulai menjalin kerjasama dengan Grup Jawa<br />

Pos, tetapi pada bulan Juni 2003 Suara Maluku<br />

memutuskan untuk memisahkan diri dari grup<br />

ini. Menurut redaktur pelaksana Suara Maluku,<br />

Novi Pinontoan, ketidakcocokkan antara<br />

keduanya berawal dari tindakan manajemen<br />

Jawa Pos yang konon memaksa Suara Maluku<br />

untuk mengubah nama menjadi Maluku<br />

Ekspres. Hal lain yang konon menyebabkan<br />

perpisahan tersebut adalah keputusan<br />

manajemen Jawa Pos untuk mendukung<br />

mantan wartawan Suara Maluku yang<br />

beragama Islam membentuk Ambon Ekspres.<br />

Koran Metro dibentuk pada bulan<br />

November 2003 pada saat situasi di Ambon<br />

sudah lebih kondusif. Sarana keredaksian<br />

harian ini cukup terbatas. Mereka hanya<br />

memiliki enam komputer, dua mesin printer,<br />

<strong>dan</strong> satu kamera untuk 10 pegawai (enam di<br />

bagian redaksi, dua di bagian sirkulasi <strong>dan</strong><br />

pemasaran, <strong>dan</strong> dua di bagian periklanan).<br />

Harian terbaru adalah Dewa, yang dibentuk<br />

pada bulan Januari 2004. Semboyannya adalah<br />

“Kritis, Objektif, <strong>dan</strong> Rasional”.Dewa dibentuk<br />

oleh para mantan pegawai harian Siwalima.<br />

“Pada waktu itu kami disangka tidak waras.<br />

Terus terang, kami memulai harian ini hanya<br />

dengan idealisme <strong>dan</strong> modal pas-pasan. Tetapi<br />

puji Tuhan, Dewa masih eksis sampai hari ini,”<br />

ujar salah seorang staf redaksi. 56<br />

4.2.3 <strong>Media</strong> Cetak Alternatif<br />

Di Ambon tidak terdapat media cetak<br />

alternatif yang terbit secara teratur. Baik Info<br />

Baru maupun tabloid Ekspresi mengaku<br />

sebagai media alternatif, walaupun jika<br />

merujuk ke definisi di bagian 1.1, mereka lebih<br />

merupakan media umum. <strong>Media</strong> alternatif<br />

menghadapi kendala keuangan, SDM, <strong>dan</strong><br />

distribusi sehingga menyulitkan mereka untuk<br />

memberi dampak yang nyata. Selain itu,<br />

majalah atau media lokal yang diterbitkan oleh<br />

lembaga-lembaga swadaya masyarakat dengan<br />

tujuan menyuarakan perdamaian di Maluku<br />

hanya sedikit jumlahnya. Menurut survei,<br />

minat masyarakat terhadap jenis media ini<br />

adalah rendah.<br />

<strong>Media</strong> alternatif selama konflik memanas<br />

adalah Internet, tempat munculnya situs-situs<br />

yang menyajikan berita-berita provokatif <strong>dan</strong><br />

56 Wawancara dengan redaktur suratkabar Dewa.<br />

31

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!