Peran Media dalam Pembangunan Perdamaian dan ... - UNDP
Peran Media dalam Pembangunan Perdamaian dan ... - UNDP
Peran Media dalam Pembangunan Perdamaian dan ... - UNDP
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
<strong>Media</strong> di Sulawesi Tengah, Maluku Utara <strong>dan</strong> Maluku<br />
Meski tidak semua wartawan begitu, hal ini<br />
memperbesar perpecahan de facto antara<br />
kelompok masyarakat Kristiani <strong>dan</strong> Muslim.<br />
5.2.8 Perkumpulan <strong>dan</strong> Jaringan<br />
Satu-satunya perkumpulan wartawan yang<br />
memiliki cabang daerah adalah PWI. Hanya<br />
saja, hanya sedikit anggotanya yang berasal<br />
dari generasi muda <strong>dan</strong> mayoritas berasal dari<br />
era pra-1998 atau bertugas sebagai<br />
koresponden Maluku Utara untuk media di<br />
Jakarta.<br />
Seperti yang dilaporkan, karena kendalakendala<br />
administratif <strong>dan</strong> teknis yang dihadapi<br />
<strong>dalam</strong> membentuk AJI Maluku Utara,<br />
sekelompok praktisi media setempat akhirnya<br />
menciptakan asosiasi mereka sendiri yang<br />
dinamakan ‘Asosiasi Jurnalis Maluku Utara’,<br />
yang masih berhubungan dengan AJI.<br />
Organisasi-organisasi lainnya, seperti YLKI<br />
<strong>dan</strong> SPP, tampaknya kurang aktif.<br />
5.2.9 Kebijakan <strong>dan</strong> Perun<strong>dan</strong>g-<br />
Un<strong>dan</strong>gan <strong>Media</strong><br />
Penerapan UU Pers (UU No. 40 Tahun<br />
1999) di Ternate masih bermasalah. Menurut<br />
teori, un<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g ini seharusnya<br />
menjadikan wartawan lebih bertanggung jawab<br />
<strong>dalam</strong> melakukan peliputan sekaligus<br />
menegakkan kode etik. Hanya saja, otoritas<br />
penegak hukum seringkali menerapkan KUHP<br />
<strong>dan</strong> bukan UU Pers <strong>dalam</strong> menangani perkara<br />
yang melibatkan media.<br />
KPID Maluku Utara belum dibentuk,<br />
sehingga ba<strong>dan</strong> tersebut, ataupun ombudsman<br />
independen (Dewan Pers), belum dapat<br />
melakukan monitoring di daerah ini. Karena<br />
lingkungan yang tanpa peraturan ini, radio<br />
penyiaran seringkali mengudarakan berita yang<br />
dikutip mentah-mentah dari media cetak<br />
setempat (tanpa melakukan check and recheck)<br />
<strong>dan</strong> melanggar ketentuan penggunaan<br />
gelombang frekuensi.<br />
5.2.10 Kasus Hukum <strong>dan</strong> Tekanan<br />
Eksternal<br />
Tekanan eksternal yang dilancarkan<br />
terhadap media di Maluku Utara seringkali<br />
berasal dari (mantan) pihak kombatan, yang<br />
terka<strong>dan</strong>g tidak segan-segan melakukan<br />
ancaman kekerasan fisik. Bahkan seandainya<br />
pihak yang dirugikan adalah anggota<br />
masyarakat yang terpan<strong>dan</strong>g sekalipun,<br />
lemahnya kesadaran tentang penyelesaian<br />
hukum alternative, selain dialog tatap muka,<br />
membuka peluang bagi penggunaan metodemetode<br />
alternatif yang tidak dapat diterima.<br />
Dalam hal ini, tim pengkaji tidak mendapat<br />
informasi mengenai kasus-kasus hukum,<br />
meskipun telah terjadi sejumlah kasus ancaman<br />
langsung maupun tidak langsung terhadap<br />
media.<br />
<strong>Media</strong> di Maluku Utara juga menghadapi<br />
tekanan eksternal dari pemerintah daerah.<br />
Abdul Muhyi Effendie, Gubernur Maluku<br />
Utara waktu itu, pada bulan Maret 2001<br />
mengeluarkan maklumat berupa peringatan<br />
keras <strong>dan</strong> ancaman akan melarang peliputan<br />
pers terhadap lima lembaga media, yaitu dua<br />
stasiun televisi nasional (RCTI, TPI) <strong>dan</strong> tiga<br />
media cetak lokal (Ternate Pos, Mimbar<br />
Kieraha, Fokus) lantaran menyebarkan berita<br />
yang “provokatif” <strong>dan</strong> “merongrong<br />
wewenang Pemerintah”. Semua aparat hukum<br />
<strong>dan</strong> penerangan dihimbau untuk memonitor<br />
<strong>dan</strong> menindaki media yang melanggar<br />
maklumat ini. Kalangan pers kala itu<br />
menganggap maklumat tersebut sebagai suatu<br />
kontroversi, pada saat dunia pers Indonesia<br />
baru saja menikmati kebebasan pers. AJI <strong>dan</strong><br />
SEAPA (South East Asia Press Alliance)<br />
kemudian menyerukan agar Abdul Muhyi<br />
Effendie “mencabut maklumat” tersebut.<br />
Wartawan di Ternate juga mengeluarkan<br />
deklarasi, yang ditandatangani 17 wartawan,<br />
yang meminta Gubernur menjelaskan<br />
tudingannya itu. Mereka juga mengancam<br />
akan “memboikot seluruh pemberitaan”<br />
mengenai Gubernur sean<strong>dan</strong>ya ia mangkir<br />
memberikan penjelasan.<br />
Dalam dialog dengan Dewan Pers di<br />
Jakarta, Gubernur membela tindakannya<br />
dengan menuding pemberitaan yang dilakukan<br />
pers di provisinya sebagai sektarian, tidak teliti,<br />
<strong>dan</strong> tidak berimbang. Ia menolak untuk<br />
mencabut maklumatnya, meski ia berjanji akan<br />
“berupaya” untuk tidak melarang peliputan<br />
pers. “Di provinsi tempat diberlakukannya<br />
darurat sipil, gubernur adalah pemegang<br />
kekuasaan tertinggi yang dapat mengeluarkan<br />
peraturan yang dinilai perlu untuk menjaga<br />
ketertiban umum. Termasuk membatasi<br />
pemberitaan <strong>dan</strong> penerbitan”. Hingga akhir<br />
tahun, Gubernur Effendie menepati janjinya<br />
dengan tidak mengeluarkan petunjuk yang<br />
46