Peran Media dalam Pembangunan Perdamaian dan ... - UNDP
Peran Media dalam Pembangunan Perdamaian dan ... - UNDP
Peran Media dalam Pembangunan Perdamaian dan ... - UNDP
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
<strong>Media</strong> di Sulawesi Tengah, Maluku Utara <strong>dan</strong> Maluku<br />
biasanya menempati posisi administratif. Porsi<br />
peliputan isu jender juga rendah. Hj Siti<br />
Haditjah Toana, seorang tokoh masyarakat di<br />
Sulawesi Tengah, mengatakan:<br />
“Saya sendiri masih melihat masalahmasalah<br />
perempuan tidak diangkat ke<br />
permukaan, terutama masalah kuota 30<br />
persen perempuan di parlemen perlu<br />
diperbincangkan. Kelihatan disini<br />
ketidakberpihakan media terhadap<br />
perempuan <strong>dan</strong> masalah perempuan di<br />
semua tempat.” 39<br />
3.3 <strong>Media</strong> Tradisional<br />
Sulawesi Tengah setidaknnya memiliki<br />
tiga suku asli, yakni Kaili, Lore <strong>dan</strong> Buol.<br />
Masing-masing komunitas terkonsentrasi<br />
<strong>dalam</strong> wilayah administrasi yang berbeda.<br />
Masyarakat Kaili terkonsentrasi di Kabupaten<br />
Donggal, Lore di Kabupaten Poso, <strong>dan</strong> Buol di<br />
Kabupaten Toli-Toli. Masing-masing<br />
sukubangsa ini memiliki bentuk lembaga lokal<br />
masing-masing. Sistem pelapisan sosial terdiri<br />
dari pelapisan sosial masa lalu <strong>dan</strong> pelapisan<br />
sosial masa kini. Ketika sistem pemerintahan<br />
<strong>dan</strong> agama belum mempengaruhi perubahan<br />
social, system social tersebut mampu<br />
mempertebal keyakinan, memberi imbalan,<br />
mengembangkan rasa malu, <strong>dan</strong><br />
mengembangkan rasa takut. Kelompokkelompok<br />
ini juga mempunyai ikatan yang<br />
kuat dengan unsure-unsur alam yang<br />
mendukung kehidupan, yang berkaitan dengan<br />
tempat <strong>dan</strong> lingkungan mereka. Proses<br />
perubahan selama ini telah mengubah bentuk<br />
<strong>dan</strong> sifat sistem kesatuan hidup mereka yang<br />
menuntut pula perubahan-perubahan budaya<br />
yang kemudian menimbulkan keteganganketegangan.<br />
Masuknya budaya dari luar juga<br />
tidak membantu meredakan ketegangan..<br />
Naskah penelitian bertajuk “Sistem Kesatuan<br />
Hidup Setempat Daerah Sulawesi Tengah”<br />
oleh Depdikbud pada tahun 1980 <strong>dan</strong> 1981<br />
mengetengahkan analisis tentang ancaman<br />
yang dimunculkan oleh ekses ini, karena<br />
perubahan semakin menghilangkan <strong>dan</strong><br />
mengaburkan pranata sosial yang ada.<br />
Kabupaten Poso memiliki dua suku bangsa<br />
asli, yaitu Lore <strong>dan</strong> Pamona. Masyarakat Lore<br />
39 Wawancara dengan Hj Siti Haditjah Toana, tokoh<br />
masyarakat Sulawesi Tengah <strong>dan</strong> anggota Dewan<br />
Propinsi Sulawesi Tengah, 27 Mei 2004.<br />
terkonsentrasi di dua kecamatan, yakni<br />
Kecamatan Lore Utara <strong>dan</strong> Lore Selatan, yang<br />
mayoritas menganut agama Kristen Protestan<br />
<strong>dan</strong> Katolik. Mereka hidup bersebelahan<br />
dengan wilayah suku bangsa Pamona yang<br />
terkonsentrasi di Kecamatan Poso Pesisir.<br />
Masyarakat Lore cenderung mengelompok <strong>dan</strong><br />
tinggal di perbukitan dengan bercocok tanam.<br />
Kemampuan mereka <strong>dalam</strong> mempengaruhi<br />
kebijakan, baik di tingkat kabupaten maupun<br />
provinsi, ada pada wilayah administrasi<br />
ibukota Kecamatan Lore Selatan, Tentena.<br />
Se<strong>dan</strong>gkan masyarakat Pamona hidup sebagai<br />
nelayan <strong>dan</strong> mendiami wilayah Poso pesisir<br />
yang memiliki jalinan emosional dengan<br />
wilayah selatan dengan masyarakat migran dari<br />
sukubangsa Bugis, Makassar <strong>dan</strong> Gorontalo.<br />
Kemampuan mereka mempengaruhi<br />
kebijakan, baik di tingkat kabupaten maupun<br />
propinsi, ada pada wilayah administrasi Poso<br />
Kota.<br />
3.3.1 Forum Masyarakat Asli <strong>dan</strong><br />
Upacara<br />
Kabupaten Poso terdiri dari 12 kecamatan<br />
(Poso Kota, Poso Pesisir, Lage, Lore Selatan,<br />
Lore Utara, Lore Tengah, Ampana Kota,<br />
Ulubongka, Tojo, Pamona Utara, Pamona<br />
Timur, Pamona Selatan). Di wilayah ini<br />
setidaknya terdapat lima masyarakat adat, yaitu<br />
Lore, Pamona, Baree, To po Ta, <strong>dan</strong> Tojo yang<br />
memiliki pranata yang sejak dulu telah berlaku<br />
di kalangan mereka. Sejak dahulukala konflik<br />
kerap terjadi antara raja-raja atau <strong>dalam</strong> hal ini<br />
panglima-panglima setempat, namun selalu<br />
ada mekanisme yang mampu secara alami<br />
mendinginkan suhu konflik.<br />
Sintuwu Maroso merupakan semboyan<br />
persatuan masyarakat Sulawesi Tengah.<br />
Kemudian ada juga yang disebut dengan<br />
Baruga, yaitu tempat untuk bertemu <strong>dan</strong><br />
bertatap muka ketika ada permasalahan yang<br />
harus diselesaikan melalui adat yang kala itu<br />
masih berlaku. Perselisihan di antara penduduk<br />
<strong>dalam</strong> satu wilayah akan diselesaikan dengan<br />
Molibu. Konflik yang melibatkan dua wilayah<br />
atau lebih <strong>dan</strong> cenderung menjadi massal akan<br />
diselesaikan dengan ritual adat Kayori, yang<br />
berarti berbalas pantun, <strong>dan</strong> diakhiri dengan<br />
ritual Motambu Tana yang berarti mengubur<br />
masa lalu, <strong>dan</strong> sebagai lambang digunakan<br />
kepala kerbau. Pada zaman dahulu ritual ini<br />
dilakukan dengan mengorbankan manusia dari<br />
25