Peran Media dalam Pembangunan Perdamaian dan ... - UNDP
Peran Media dalam Pembangunan Perdamaian dan ... - UNDP
Peran Media dalam Pembangunan Perdamaian dan ... - UNDP
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
5 <strong>Media</strong> <strong>dan</strong> Konflik di Maluku Utara<br />
<strong>Media</strong> di Sulawesi Tengah, Maluku Utara <strong>dan</strong> Maluku<br />
Secara geografis, Maluku Utara merupakan<br />
kepulauan dengan luas wilayah 22.477 km 2<br />
yang meliputi sejumlah pulau kecil, <strong>dan</strong><br />
memiliki jumlah penduduk sekitar tiga per<br />
empat juta jiwa. Pulau Ternate merupakan<br />
poros pemerintahan Maluku Utara menaungi<br />
sekitar 320 pulau <strong>dan</strong> empat kesultanan<br />
(Ternate, Tidore, Bacan, <strong>dan</strong> Jailolo).<br />
Mayoritas beragama Kristen <strong>dan</strong> Islam,<br />
meskipun di pe<strong>dalam</strong>an banyak yang<br />
menganut faham animisme. <strong>Media</strong> umum di<br />
Maluku Utara terutama berpusat di Ternate,<br />
yang berpenduduk 200 ribu jiwa. Di daerah<br />
lain, seperti Tobelo, juga terdapat lembaga<br />
media.<br />
Secara administratif, Provinsi Maluku<br />
Utara dibagi menjadi delapan kabupaten, yaitu<br />
Halmahera Tengah, Halmahera Timur,<br />
Halmahera Utara, Halmahera Selatan,<br />
Halmahera Barat, Pulau Sula, Pulau Tidore,<br />
<strong>dan</strong> Kota Ternate. Distribusi merupakan<br />
tantangan tersendiri, karena jauhnya jarak,<br />
segala sesuatu harus dilakukan lewat<br />
transportasi laut yang lambat <strong>dan</strong> tidak andal.<br />
Akibatnya, kebanyakan media memusatkan<br />
pemasaran <strong>dan</strong> melandasi isi pemberitaan<br />
mereka di Ternate.<br />
Bab ini menyajikan tinjauan atas lima<br />
bi<strong>dan</strong>g kajian permasalahan untuk Maluku<br />
Utara, yaitu (i) media umum, (ii) media<br />
alternatif, (iii) media tradisional, (iv) teknologi<br />
informasi baru, <strong>dan</strong> (v) arus informasi.<br />
Tinjauan tentang situasi media ini belum<br />
memberikan gambaran holistik tentang semua<br />
lembaga <strong>dan</strong> bentuk media. Informasi lebih<br />
lanjut disajikan di Lampiran 15-23. 75<br />
75 Penelitian yang dilaksanakan oleh ISAI menilik<br />
kinerja <strong>dan</strong> pengembangan media umum, alternatif,<br />
<strong>dan</strong> tradisional di Propinsi Maluku Utara sekaligus<br />
mengkaji arus informasi baik dari media daerah<br />
maupun nasional serta dampak masing-masing<br />
terhadap masyarakat umum. Sampel yang terdiri dari<br />
sembilan responden yang mewakili pemangku<br />
kepentingan media di daerah propinsi, tokoh<br />
masayrakat, tokoh agama, aparat keamanan,<br />
pemerintah, sektor swasta, <strong>dan</strong> masyarakat umum<br />
memberikan masukan-masukan yang men<strong>dalam</strong><br />
tentang media <strong>dalam</strong> kaitannya dengan konflik. Survei<br />
dilakukan terhadap enam media cetak (Maluku Utara<br />
Pos, Ternate Pos, Tabloid Halut Press, Aspirasi,<br />
Mimbar Kieraha, <strong>dan</strong> Suara Pengungsi) <strong>dan</strong> tiga media<br />
penyiaran (RRI, Radio Gema Hikmah, <strong>dan</strong> Radio<br />
5.1 Latar Belakang Konflik 76<br />
Ternate adalah daerah pertama di Maluku<br />
yang menerima agama Islam, <strong>dan</strong> merupakan<br />
kesultanan yang cukup berpengaruh antara<br />
abad ke-21 <strong>dan</strong> ke-17. Bangsa Portugis tiba<br />
pada tahun 1512 untuk berdagang cengkeh <strong>dan</strong><br />
membangun benteng. Periode itu merupakan<br />
awal mula konflik yang berlangsung selama<br />
puluhan tahun, pertama dengan kesultanan<br />
Ternate <strong>dan</strong> Tidore yang berkuasa pada masa<br />
itu, <strong>dan</strong> kemudian dengan bangsa Spanyol,<br />
Inggris, <strong>dan</strong> Belanda. Masyarakat asli merebut<br />
benteng tersebut <strong>dan</strong> mengusir bangsa Portugis<br />
pada tahun 1574. Pada tahun 1606 Sultan<br />
Ternate menandatangani perjanjian dengan<br />
bangsa Belanda <strong>dan</strong> menyerahkan kepada<br />
mereka hak monopoli atas rempah-rempah.<br />
Sultan Ternate lantas tunduk kepada Verenigde<br />
Oost Indische Compagnie (VOC). Pada akhir<br />
abad ke-18, seiring dengan meredupnya<br />
perdagangan rempah maka peran daerah<br />
tersebut di bi<strong>dan</strong>g ekonomi pun mengalami<br />
kemunduran.<br />
Ketegangan daerah meninggi selama era<br />
pemerintahan Soeharto, yang makin<br />
memantapkan benih konflik. Pada tahun 1975,<br />
kelompok masyarakat Makian yang Muslim<br />
terpaksa mengungsi ke Kabupaten Kao di<br />
bagian utara Halmahera karena ancaman<br />
Suara Paksi Buana). Penelitian yang dilakukan<br />
mengkaji upaya-upaya rekonsiliasi konflik yang<br />
dilakukan pengelola media di Maluku Utara lewat<br />
kebijakan ruang redaksi mereka. Kajian ini juga<br />
dilakukan terhadap berbagai konsumen media<br />
(pemerintah, tokoh masyarakat, masyarakat biasa,<br />
militer, LSM, <strong>dan</strong> pengelola media itu sendiri). Dalam<br />
melaksanakan penelitian ditemui sejumlah kendala.<br />
Penugasan tim peneliti ke ketiga daerah propinsi<br />
sebelum metodologi penelitian difinalisasi di Jakarta<br />
menimbulkan banyak penundaan. Selain itu, buruknya<br />
koneksi Internet di Ternate serta lemahnya sinyal<br />
telepon genggam cukup menghambat komunikasi.<br />
Selain itu, peneliti-peneliti lokal menemukan bahwa<br />
banyak data yang dimintakan, seperti data tentang<br />
pelatihan kewartawanan, tidak didokumentasi secara<br />
baik oleh media lokal.<br />
76 Pustaka yang digunakan <strong>dalam</strong> menyusun bagian<br />
ini: Encyclopaedia Britannica 1999, The Jakarta Post,<br />
OTI Field Report Indonesia (Juni 2000), Program on<br />
Humanitarian Policy and Conflict Research (Harvard<br />
University, AS), Human Rights Watch, Inside<br />
Indonesia, International Crisis Group.<br />
41