Peran Media dalam Pembangunan Perdamaian dan ... - UNDP
Peran Media dalam Pembangunan Perdamaian dan ... - UNDP
Peran Media dalam Pembangunan Perdamaian dan ... - UNDP
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
<strong>Media</strong> di Sulawesi Tengah, Maluku Utara <strong>dan</strong> Maluku<br />
mengaku berbicara atas nama kelompok agama<br />
tertentu (seperti dijelaskan lebih lanjut di<br />
4.4.2). Meskipun demikian, mayoritas situssitus<br />
tersebut tutup setelah konflik.<br />
4.2.4 <strong>Media</strong> Penyiaran<br />
Dhara, DMS, Gelora Merpati Nusantara,<br />
Manusela, RRI, Sangkakala, <strong>dan</strong> Yournex<br />
merupakan radio siaran yang terdapat di<br />
Maluku. Mereka berlokasi di daerah kelompok<br />
masyarakat Kristiani. Di daerah kelompok<br />
masyarakat Muslim ada radio Kabaresi, Naviri,<br />
SPMM, <strong>dan</strong> Suara Pelangi. 57 Meski begitu,<br />
tidak semua media cetak <strong>dan</strong> penyiaran yang<br />
disebutkan di atas bertahan hingga tahun 2004.<br />
Sebelum terjadi konflik terbuka pada bulan<br />
Januari 1999, di Ambon terdapat tiga stasiun<br />
radio (tidak termasuk RRI), yaitu Sangkakala,<br />
Manusela, <strong>dan</strong> Gelora Merpati Ambon.<br />
Sangkala dibentuk pada tahun 1994. Sebagian<br />
besar materi siarannya adalah berita<br />
keagamaan <strong>dan</strong> khotbah gereja. Gelora Merpati<br />
<strong>dan</strong> Manusela merupakan radio hiburan.<br />
Setelah tahun 1999, di Ambon berdiri lima<br />
stasiun radio baru, yaitu Dutama Musik Serasi<br />
(DMS), Naviri (yang menyiarkan dakwah, lagu<br />
<strong>dan</strong> pengajian), Yournex (berita keagamaan),<br />
Bhara (umum), <strong>dan</strong> Suara Perjuangan Muslim<br />
Maluku (SPMM) – yang menurut laporan<br />
dikendalikan oleh Laskar Jihad <strong>dan</strong><br />
menyatakan berjuang untuk Islam di Ambon.<br />
SPMM secara rutin menyiarkan ‘tabligh akbar’<br />
(dakwah <strong>dan</strong> pengajian) untuk mendorong <strong>dan</strong><br />
menyemangati semangat masyarakat Muslim<br />
untuk melawan masyarakat Kristiani.<br />
Seringkali pendengar masyarakat Kristiani<br />
melihat tabligh akbar sebagai seruan untuk<br />
melakukan kekerasan terhadap orang Kristiani.<br />
Tokoh-tokoh masyarakat Kristiani bahkan<br />
meminta Gubernur Maluku untuk mencekal<br />
radio tersebut. 58<br />
4.2.5 Isi Pemberitaan<br />
Konflik yang mereda telah memberi media<br />
di Maluku ruang gerak keredaksian yang lebih<br />
leluasa. John S. Uhurella, Raja Negeri Desa<br />
Tuhulele, menyatakan bahwa kekebasan pers<br />
di Ambon sudah jauh lebih baik dibanding<br />
pada tahun 1999 hingga 2001. Menurutnya,<br />
57 Lihat Lampiran 10.<br />
58 <strong>Media</strong> <strong>dan</strong> Konflik Ambon (ISAI, Eriyanto, Jakarta<br />
2003).<br />
berita sekarang lebih baik <strong>dan</strong> bertanggung<br />
jawab.<br />
“Wartawan sekarang mungkin sudah capek<br />
dengan berita provokatif. Berita sekarang<br />
ini lebih damai. Bahkan pada saat<br />
terjadinya konflik RMS, berita yang muncul<br />
sangat netral” 59<br />
Sebagian besar pemimpin redaksi <strong>dan</strong><br />
pemilik yang diwawancarai mengaku memiliki<br />
motivasi untuk menciptakan media yang netral<br />
<strong>dan</strong> membantu penanggulangan <strong>dan</strong><br />
penyelesaian konflik. Hanya saja, kenyataan di<br />
lapangan menunjukkan bahwa hal ini sulit<br />
untuk dicapai karena antara lain<br />
profesionalisme yang lemah, sumber daya<br />
yang kurang memadai, akses terhadap<br />
informasi yang buruk, <strong>dan</strong> tekanan masyarakat<br />
umum.<br />
Pemimpin redaksi Suara Maluku mengaku<br />
bahwa meskipun mereka dituding sebagai<br />
terbitan umat Kristiani, mereka telah<br />
menempuh berbagai cara untuk menjaga<br />
keberimbangan berita. Staf redaksi mereka<br />
juga telah berpartisipasi <strong>dalam</strong> sejumlah<br />
pelatihan mengenai penyelesaian konflik <strong>dan</strong><br />
jurnalisme damai. Meski begitu, mereka<br />
merasa bahwa mereka tidak memiliki<br />
kemampuan yang cukup untuk menyikapi<br />
secara memadai munculnya kembali konflik<br />
seperti yang terjadi pada bulan April 2004.<br />
Sejumlah staf redaksi di Ambon turut<br />
menyatakan bahwa mereka tidak akan<br />
memberitakan insiden-insiden yang berpotensi<br />
memperburuk kerusuhan. Meskipun demikian,<br />
<strong>dalam</strong> prateknya hal ini sulit, seperti dikatakan<br />
seorang staf redaksi:<br />
“Prosesnya sangkat rumit, apalagi <strong>dalam</strong><br />
situasi konflik. Saya selalu berpesan kepada<br />
wartawan-wartawan saya bahwa meskipun<br />
preferensi pribadi mempengaruhi penulisan<br />
berita, jangan sampai menjadi subjektif<br />
secara keseluruhan”<br />
Staf redaksi Koran Metro mengatakan<br />
bahwa seringkali sulit untuk mencegah<br />
wartawan menumpahkan emosinya ke <strong>dalam</strong><br />
penulisan berita. Seperti yang dikatakan Aner<br />
Leunufna:<br />
“Tidak dapat dipungkiri bahwa situasi<br />
Maluku sangat sensitif. Mungkin tidak kita<br />
sadari, tetapi luapan emosi dari masing-<br />
59 Wawancara dengan John S Uhurelle, Raja Negeri<br />
Tuhulele Ambon, 10 Juni 2003.<br />
32