Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
seni hiburan<br />
teater<br />
Institut Ungu mengangkatnya ke panggung<br />
GoetheHaus Jakarta, 7 dan 8 Maret 2014, untuk<br />
memperingati Hari Perempuan Internasional, 8<br />
Maret. Faiza Mardzoeki jadi sutradara, produser,<br />
sekaligus penulis ceritanya.<br />
Pementasan yang sesak emosi, terlebih di<br />
sepertiga terakhir, menyodorkan sebuah sudut<br />
yang-dianggap-kecil untuk meneropong peristiwa<br />
G-30-S. Sudut perempuan yang dibungkam<br />
dan dirampas hak kemanusiaannya, seakan<br />
hanya seonggok daging yang tidak dilihat<br />
sepenuh pandang dan hanya diajak bicara oleh<br />
moncong bedil.<br />
Walau begitu, bukan pesan kebencian yang<br />
disampaikan. Para eyang ini, seperti disampaikan<br />
Eyang Nini, sedang menebar pelajaran, jauh<br />
melampau dari sekadar melemparkan dendam,<br />
"Tersenyumlah, senyumlah pada kehidupan."<br />
Marcello Pellitteri, musikus yang berbasis<br />
di New York, menata musiknya dengan apik<br />
sekaligus menciptakan ruang reflektif. Selain<br />
komposisi-komposisi indah Rachmaninoff dan<br />
Genjer-genjer, yang merupakan lagu pop masa<br />
itu, penonton disuguhi Salam Harapan, yang<br />
lagunya diciptakan Ibu Nungtjik dan liriknya<br />
oleh Ibu Murtiningrum. Dua perempuan itu<br />
menciptakan Salam Harapan di dalam penjara<br />
Bukitduri. Lagu ini kemudian kerap dinyanyikan<br />
Paduan Suara Dialita, paduan suara beranggotakan<br />
korban '65 dan keluarganya.<br />
Majalah detik 17 - 23 maret 2014