Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
Dok. Rahmi Hidayati<br />
J. Osdar, berbatik biru<br />
Dari Zaman Bung Karno sampai SBY yang diluncurkan<br />
Jumat, 7 Maret 2014, di Bentara<br />
Budaya Jakarta.<br />
Dengan jam terbang yang dimiliki, ia memotret<br />
kehidupan Istana dan orang-orang<br />
yang terlibat di dalamnya. Membandingkan<br />
satu presiden dengan presiden lainnya, satu<br />
era dengan era lainnya. Meracik antara peristiwa<br />
aktual dan pengalamannya di masa<br />
lewat.<br />
Dalam tulisan berjudul "Gaya Para Presiden<br />
Hadapi Unjuk Rasa", misalnya, ada<br />
cerita bagaimana Hari man Siregar dan<br />
teman-teman aktivis mahasiswa berdialog<br />
langsung dengan Presiden Soeharto pada<br />
11 Januari 1978. Seusai pertemuan, seorang<br />
mahasiswa yang paling lantang mengkritik<br />
Soeharto justru meminta tanda tangan dan<br />
berfoto bersama Soeharto. (halaman 33). Sementara SBY, yang<br />
tidak berhadapan langsung dengan pengunjuk rasa, menjelaskan<br />
isu yang dipersoalkan dari tempat lain.<br />
Dari tulisan-tulisannya, kita jadi mafhum, sarjana filsafat dari<br />
sebuah seminari di Manado itu menyimpan selera humor yang baik.<br />
Kesantunannya membuat dia tak suka menghakimi meski, toh, daya<br />
usil dan sinismenya terhadap suatu isu tetap terasa.<br />
Ketika banyak pihak terenyak melihat adegan Gus Dur yang bercelana<br />
pendek melambaikan tangan kepada massa di seberang Istana<br />
Merdeka pada Juli 2001, Osdar membuat penjelasan. Lewat<br />
tulisan "Juli, Bulan Dekrit, Gus Dur Mundur" terungkap bahwa itu<br />
merupakan adegan kedua. Pada yang pertama, Gus Dur masih berpakaian<br />
lengkap tapi para wartawan belum banyak yang melihat<br />
dan memotretnya. Gus Dur dengan enteng bersedia mengulang