KERESAHAN MASYARAKAT TERHADAP PERILAKU KEKERASAN PEMBEGAL (STUDY KASUS DI SULAWESI SELATAN)

masyarakat tersebut memaksa hukum harus menindak tegas dan memberi
sanksi bagi para pelaku begal. Pelaku begal yang tertangkap, yang ternyata
sebagian besar masih kategori anak hanya diberi tindakan berupa pemanggilan
orang tua yang sebelumnya oleh aparat kepolisian hanya diperintahkan pushup
dan skot-jump kemudian dikembalikan kepada orang tua untuk dibina agar
tidak mengulangi kesalahannya lagi ternyata tidak memberi efek jera, sehingga
banyak kemudian mengulangi aksinya bersama kelompoknya. Tidak banyak
kasus begal berlanjut pada proses hukum yang kemudian diputuskan
dipengadilan, dan sebahagian jalan di tempat.
Kondisi penegakan hukum demikian ternyata tidak memberi efek jera bagi
pelaku begal, mengingat bahwa aksi begal semakin marak terjadi. Dalam upaya
memberantas begal ini, diperlukan koordinasi dari setiap stakeholder penegak
hukum dalam pencegahan dan penindakan. Polisi yang memberikan jaminan
akan rasa aman, bila kemudian terjadi tindakan begal haruslah segera
melakukan tindakan hukum sebelum bertumbuh di masyarakat.Fakta bahwa
pelaku begal yang didominasi anak di bawah umur maka dalam menindak
tegas para pelaku begal diperlukan suatu cara yang kreatif dan bijak mulai guna
mengedepankan teori hukum relative, sehingga memberi efek jera bagi pelaku
dan masyarakat luas.
Fenomena pelaku adalah anak pra remaja dan remaja kira dengan
fase umur sedang dalam tingkat pendidikan di Sekolah Menengah Pertama dan
Sekolah Menengah Atas, diperlukan kebijakan pada tingkat pengelolaan
sekolah sehingga kesempatan untuk melakukan begal atau tindakan jahat tidak
ada. Fenomena ini memerlukan penanganan terhadap aksi begal baik dalam
langkah pencegahan, maupun dalam kegiatan penanggulangannya.
Stakeholders perlu bekerjasama dengan peran dan fungsinya masing-masing
dalam menyelesaikan persoalan yang terkait dengan tindakan begal.
10