14.04.2014 Views

BAB VI - Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan RI ...

BAB VI - Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan RI ...

BAB VI - Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan RI ...

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Pembiayaan Defisit <strong>Anggaran</strong>, Pengelolaan Utang, dan Risiko Fiskal<br />

Bab <strong>VI</strong><br />

surat berharga dengan tenor 30 tahun. Dari komposisi tenor, surat berharga yang diterbitkan<br />

dengan tenor panjang, jauh lebih mendapat sambutan. Hal ini terjadi karena cukup tingginya<br />

minat investor jangka panjang (real asset) seperti asuransi dan dana pensiun yang memiliki<br />

profil kewajiban jangka panjang.<br />

Dari sisi instrumen yang telah diterbitkan, dari waktu ke waktu Pemerintah berupaya untuk<br />

dapat menjaring (tapping) jumlah investor yang makin banyak dengan diversifikasi yang<br />

lebih luas. Upaya tersebut tidak semata-mata dilakukan dengan melakukan diversifikasi<br />

tenor yang sesuai dengan preferensi berbagai jenis investor, namun juga dilakukan dengan<br />

diversifikasi instrumen yang diterbitkan. Selama tahun 2004–2007, instrumen SUN yang<br />

paling banyak diterbitkan adalah obligasi jangka panjang dengan tingkat bunga tetap, yang<br />

secara bruto mencapai sekitar Rp141,3 triliun. Instrumen ini merupakan instrumen yang<br />

paling lazim ditransaksikan, mengingat instrumen ini memberikan return (yield) yang<br />

mencerminkan ekspektasi pasar. Di tahun 2006 Pemerintah juga mulai menerbitkan SBN<br />

yang di pasar perdana hanya bisa dibeli oleh investor ritel (O<strong>RI</strong>). Penerbitan instrumen ini<br />

disamping untuk menumbuhkan investment society di kalangan individu, juga dimaksudkan<br />

sebagai upaya untuk menjaring tipe investor perorangan yang dapat membeli obligasi dalam<br />

jumlah yang lebih kecil sesuai dengan keputusan investasinya. Obligasi ini memberikan<br />

kupon secara bulanan dengan tingkat bunga tetap sampai dengan jatuh tempo. Dari tahun<br />

ke tahun minat investor individu untuk melakukan investasi pada surat berharga negara<br />

menunjukkan peningkatan. Walaupun di pasar sekunder obligasi ini dapat dibeli oleh investor<br />

institusi, namun secara keseluruhan sekitar 40–50 persen investor individu masih tetap<br />

bertahan untuk memegangnya.<br />

Dalam rangka pengelolaan portofolio, selama tahun 2004–2006 Pemerintah telah<br />

melakukan beberapa tindakan antara lain dengan melakukan penukaran utang (switching),<br />

pembelian kembali sebelum jatuh tempo (buyback), dan restrukturisasi utang. Switching<br />

dilakukan dengan menukar SBN yang mempunyai jatuh tempo jangka pendek dengan SBN<br />

dengan jatuh tempo yang lebih panjang melalui mekanisme pasar. Switching dilakukan<br />

dalam rangka mengurangi risiko pembiayaan kembali terutama untuk jangka pendek, sampai<br />

dengan tiga tahun ke depan. Switching dengan mekanisme pasar untuk pertama kalinya<br />

dilakukan pada tahun 2005. Selama tiga tahun sejak tahun 2005, jumlah SBN yang berhasil<br />

ditukar mencapai Rp52,6 triliun, dengan menukar SBN yang akan jatuh tempo dalam 2–5<br />

tahun ke depan, dengan SBN yang akan jatuh tempo antara 10 tahun sampai dengan 20<br />

tahun ke depan. Dalam melakukan switching, pemerintah akan mempertimbangkan kondisi<br />

pasar dan minat pelaku pasar untuk berpartisipasi. Hal ini dimaksudkan agar tujuan switching<br />

dapat dicapai dan dilakukan pada biaya yang wajar. Buyback dilakukan oleh pemerintah<br />

untuk beberapa tujuan diantaranya mengurangi refinancing risk dengan mengurangi<br />

outstanding dari SBN yang jatuh tempo pendek (1–2 tahun) dan menjaga stabilitas pasar<br />

ketika pasar surat utang mengalami kelesuan. Selama empat tahun sejak 2004, jumlah<br />

pembelian kembali yang pernah dilakukan mencapai Rp10,0 triliun. Masih rendahnya<br />

pembelian kembali yang dilakukan karena keterbatasan sumber dana tunai pemerintah<br />

untuk operasi tersebut. Secara ideal, dalam konsep utang neto, seharusnya Pemerintah dapat<br />

melakukan buyback terutama untuk stabilitas pasar dengan cara menerbitkan jumlah yang<br />

cukup besar ketika pasar cukup likuid, dan melakukan stabilitas pasar ketika terdapat<br />

kecenderungan kelesuan pasar. Baik switching maupun buyback untuk tujuan<br />

pengembangan pasar juga dapat dilakukan dengan menerbitkan obligasi yang dapat menjadi<br />

NK APBN 2009<br />

<strong>VI</strong>-27

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!