14.04.2014 Views

BAB VI - Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan RI ...

BAB VI - Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan RI ...

BAB VI - Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan RI ...

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Pembiayaan Defisit <strong>Anggaran</strong>, Pengelolaan Utang, dan Risiko Fiskal<br />

Bab <strong>VI</strong><br />

digunakan sebagai sumber pembiayaan. Sejak tahun 2005, terjadi pergeseran sumber<br />

pembiayaan ke utang, dimana dari kebutuhan pembiayaan defisit sebesar Rp11,1 triliun,<br />

seluruhnya dipenuhi dari sumber utang, bahkan sebagian dari sumber utang, yaitu sebesar<br />

Rp1,2 triliun, digunakan untuk memenuhi kebutuhan pengeluaran pembiayaan nonutang<br />

karena adanya kebutuhan untuk dana investasi dukungan infrastruktur. Dalam tahun 2005<br />

kebutuhan untuk dukungan infrastruktur mencapai Rp5,2 triliun. Pola ini terus berlanjut,<br />

bahkan dengan peningkatan yang cukup signifikan. Peningkatan ini ditunjukkan oleh jumlah<br />

utang neto yang meningkat dari Rp12,3 triliun pada tahun 2005 menjadi Rp33,3 triliun<br />

pada tahun 2007 dan meningkat menjadi Rp104,7 triliun atau lebih dari tiga kali lipat pada<br />

tahun 2008.<br />

Di dalam pembiayaan melalui utang sendiri terdapat pola yang konsisten, dimana utang<br />

dalam bentuk pinjaman (nonmarket debt) menunjukkan pola negatif atau menurun.<br />

Sementara utang yang berasal dari surat berharga (market debt) terus meningkat dan menjadi<br />

sumber untuk pembayaran kembali (refinancing) pinjaman dan pemenuhan kebutuhan<br />

defisit.<br />

Di sisi sumber penerbitan SBN, pada tahun 2004 sampai dengan tahun 2005 penerbitan di<br />

pasar valuta asing masih relatif memainkan peran yang besar dibandingkan dengan<br />

penerbitan (neto) di pasar domestik. Baru mulai tahun 2006, penerbitan neto di pasar<br />

domestik menunjukkan peningkatan yang berarti. Sebagai gambaran, kebutuhan<br />

pembiayaan surat berharga neto tahun 2004 dan 2005 masing-masing mencapai Rp6,9<br />

triliun dan Rp22,6 triliun, dimana dalam dua tahun tersebut seluruh surat berharga yang<br />

jatuh tempo adalah surat berharga di pasar domestik, sementara penerbitan di pasar<br />

internasional pada tahun 2004 dan 2005, masing-masing mencapai Rp9,0 triliun dan Rp24,5<br />

triliun. Penerbitan di pasar internasional yang lebih besar ini dilakukan karena daya serap di<br />

pasar domestik masih sangat terbatas. Hal ini mengingat perbankan yang secara alamiah<br />

merupakan pemegang surat berharga pada saat itu, lebih banyak melakukan pelepasan<br />

kepemilikan (penjualan) dan adanya krisis likuiditas di pasar domestik sebagai akibat dari<br />

terjadinya krisis di industri reksadana. Pada tahun-tahun selanjutnya terjadi pergeseran,<br />

dimana penerbitan neto di pasar domestik jauh melampaui penerbitan di pasar valuta asing.<br />

Kondisi ini selain didukung oleh likuiditas di pasar domestik, juga didukung oleh partisipasi<br />

investor asing untuk berinvestasi di SBN rupiah dan munculnya tipe investor baru yaitu<br />

investor ritel di pasar domestik. Adanya pergeseran sebagaimana diilustrasikan di atas<br />

menunjukkan bahwa daya serap pasar dan dinamika pasar merupakan faktor yang menjadi<br />

pertimbangan dalam menentukan strategi pembiayaan melalui utang. Di samping itu,<br />

terdapat faktor lain yang tetap diperhatikan dalam penentuan strategi, seperti pemenuhan<br />

kebutuhan pembiayaan pada biaya minimal dan risiko yang dapat ditolerir dan pencapaian<br />

struktur portofolio utang yang optimal dalam jangka panjang.<br />

Dalam pinjaman luar negeri (nonmarket debt) juga terjadi kecenderungan peningkatan<br />

pada pinjaman program. Pada tahun 2004, jumlah pinjaman program yang ditarik dan<br />

digunakan sebagai sumber pembiayaan mencapai Rp5,1 triliun (ekuivalen dengan USD400<br />

juta). Jumlah tersebut meningkat lebih dari dua kali lipat menjadi Rp12,3 triliun (ekuivalen<br />

dengan USD993 juta) dan Rp13,6 triliun (ekuivalen dengan USD1.300 juta) selama tahun<br />

2005 dan 2006. Pada tahun 2008 diperkirakan jumlah pinjaman program yang dapat ditarik<br />

mencapai USD2.750 juta, jumlah ini merupakan jumlah tertinggi yang pernah dilakukan<br />

sampai saat ini.<br />

NK APBN 2009<br />

<strong>VI</strong>-7

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!