14.04.2014 Views

BAB VI - Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan RI ...

BAB VI - Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan RI ...

BAB VI - Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan RI ...

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Bab <strong>VI</strong><br />

Pembiayaan Defisit <strong>Anggaran</strong>, Pengelolaan Utang, dan Risiko Fiskal<br />

6.1.3 Implikasi Pembiayaan terhadap Kesinambungan Fiskal<br />

Konsep kesinambungan fiskal secara umum mengandung pengertian akan suatu kondisi,<br />

dimana struktur APBN secara dinamis mampu menjalankan fungsi sebagai katalisator dan<br />

stabilisator perekonomian, serta mampu memenuhi berbagai kebutuhan belanja atau<br />

kewajiban secara aman dalam jangka panjang. Indikator ketahanan fiskal ditunjukkan oleh<br />

rasio defisit APBN terhadap PDB yang berada pada tingkat yang relatif rendah atau cenderung<br />

menurun dan dapat dikelola (manageable). Kondisi tersebut disertai pula dengan semakin<br />

menurunnya rasio kewajiban jangka panjang terhadap PDB.<br />

Pembiayaan yang bersumber dari nonutang bukanlah sumber pembiayaan yang bersifat<br />

permanen yang dalam jangka panjang dapat terus menerus digunakan, mengingat sumber<br />

pembiayaan tersebut memiliki batas. Sementara sumber pembiayaan yang berasal dari utang,<br />

merupakan sumber yang dapat terus menerus dimanfaatkan, namun dengan kompensasi<br />

tertentu dalam bentuk biaya dan risiko yang dihadapi.<br />

Kecenderungan peningkatan sumber pembiayaan dari utang yang makin besar akan<br />

membawa konsekuensi langsung pada pengelolaan fiskal Pemerintah. Konsekuensi tersebut<br />

antara lain sebagai berikut.<br />

Pertama, adanya kebutuhan yang makin besar terhadap alokasi belanja untuk pembayaran<br />

bunga atas utang. Secara nominal dari waktu ke waktu jumlah biaya utang yang harus<br />

dibayarkan terus menunjukan adanya peningkatan. Dalam tahun 2004 jumlah bunga yang<br />

harus dibayarkan mencapai Rp62,5 triliun. Jumlah tersebut meningkat tajam menjadi Rp79,1<br />

triliun pada tahun 2006, dan berlanjut sehingga dalam tahun 2008 diperkirakan mencapai<br />

Rp94,8 triliun (APBN-P 2008). Agar peningkatan biaya utang tersebut tidak mengurangi<br />

peran fiskal sebagai katalisator, maka secara relatif biaya tersebut harus menunjukkan<br />

penurunan. Penurunan tersebut dapat ditunjukkan dari rasio pembayaran bunga utang<br />

terhadap penerimaan negara, atau rasio pembayaran bunga utang terhadap belanja negara.<br />

Rasio tersebut harus terus diupayakan untuk menurun. Penurunan rasio pembayaran bunga<br />

utang yang juga diimbangi dengan penurunan rasio belanja mengikat lainnya<br />

(nondiscretionary) seperti subsidi dan belanja rutin operasional, akan memberikan ruang<br />

yang cukup bagi Pemerintah untuk adanya kontribusi fiskal terhadap pemenuhan investasi<br />

publik yang makin besar dan diharapkan dapat menjadi stimulus bagi pertumbuhan ekonomi.<br />

Kedua, mengingat makin besarnya peran utang terutama yang bersumber dari pasar, dan<br />

makin menurunnya tingkat kelunakan (concessionality) pinjaman yang bersumber dari<br />

lembaga multilateral dan bilateral, maka APBN dan pengelolaan fiskal cukup rentan terhadap<br />

dinamika pasar. Beberapa variabel yang dapat memengaruhi kinerja fiskal antara lain adalah<br />

nilai tukar, tingkat bunga baik domestik maupun internasional, inflasi dan ekspektasi<br />

terhadap inflasi, serta likuiditas dan sentimen pasar. Pergerakan variabel-variabel tersebut<br />

akan dapat memberikan tekanan pada fiskal baik pada biaya yang harus ditanggung apabila<br />

tingkat bunga meningkat, pelemahan nilai tukar dari mata uang pinjaman yang outstanding,<br />

dan kenaikan inflasi yang mendorong kenaikan suku bunga. Ekspektasi terhadap inflasi,<br />

yang walaupun belum terjadi, dapat memberikan tekanan yang besar pada fiskal terutama<br />

karena ekspektasi inflasi dapat mendorong meningkatnya kurva imbal hasil (yield curve)<br />

yang akan mengakibatkan terjadinya price-in yang ditunjukkan oleh peningkatan bunga<br />

terhadap pinjaman/penerbitan baru SBN.<br />

<strong>VI</strong>-8 NK APBN 2009

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!