14.04.2014 Views

BAB VI - Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan RI ...

BAB VI - Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan RI ...

BAB VI - Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan RI ...

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Bab <strong>VI</strong><br />

Pembiayaan Defisit <strong>Anggaran</strong>, Pengelolaan Utang, dan Risiko Fiskal<br />

Pada Tahun <strong>Anggaran</strong> 2009, ditengah kondisi ekonomi dunia yang masih penuh<br />

ketidakpastian, kebijakan defisit anggaran lebih diarahkan untuk konsolidasi fiskal dengan<br />

tetap mempertahankan adanya stimulus bagi perekonomian. Defisit pada tahun 2009<br />

ditargetkan sebesar 1,0 persen terhadap PDB, lebih rendah 1,1 persen apabila dibandingkan<br />

dengan target defisit pada perubahan APBN Tahun 2008. Penurunan defisit tersebut sejalan<br />

dengan (1) upaya-upaya untuk meningkatkan penerimaan negara; (2) upaya penurunan<br />

belanja subsidi terutama melalui pengendalian konsumsi BBM bersubsidi dan listrik; dan<br />

(3) upaya untuk membagi beban yang dihadapi antara Pemerintah pusat dan daerah melalui<br />

reformulasi dana perimbangan yang lebih adil.<br />

Defisit sebesar 1,0 persen terhadap PDB tersebut akan dipenuhi melalui pembiayaan utang<br />

dan nonutang. Jika pada tahun-tahun sebelumnya sebagian besar pembiayaan bersumber<br />

dari utang terutama SBN sedangkan pembiayaan nonutang bersifat negatif, maka pada<br />

tahun 2009 target pembiayaan utang dan nonutang sudah relatif berbeda. Perubahan target<br />

pembiayaan ini mengingat kondisi pasar keuangan global yang sedang mengalami krisis<br />

dan diperkirakan mengurangi kemampuan daya serap pasar terhadap SBN yang akan<br />

diterbitkan oleh Pemerintah. Untuk itu, Pemerintah berusaha memaksimalkan pembiayaan<br />

nonutang terutama yang bersumber dari perbankan dalam negeri dan hasil pengelolaan<br />

aset. Pembiayaan dari perbankan dalam negeri terutama berasal dari pelunasan piutang<br />

negara oleh PT Pertamina (Persero) dan rekening dana investasi, serta penggunaan sisa<br />

anggaran lebih (SAL). Sementara dari privatisasi BUMN, terdapat kebutuhan yang sangat<br />

besar untuk melakukan restrukturisasi BUMN, sehingga penerimaan pembiayaan yang<br />

diperoleh dari privatisasi BUMN secara neto tidak dapat memberikan kontribusi pada<br />

pembiayaan defisit APBN Tahun 2009, namun sebaliknya berdampak pada peningkatan<br />

pengeluaran pembiayaan. Kebutuhan untuk penyertaan investasi dalam kerangka PPP dan<br />

dianggarkannya dana kontinjensi untuk pemberian jaminan terhadap proyek<br />

ketenagalistrikan berbahan bakar batubara 10.000 MW, juga telah mengakibatkan adanya<br />

kebutuhan pengeluaran di sisi pembiayaan. Sebagai hasil akhirnya pembiayaan melalui<br />

utang secara neto diperkirakan mencapai 1,0 persen terhadap PDB, atau relatif sama dengan<br />

kebutuhan pembiayaan defisit.<br />

Pembiayaan melalui utang tersebut akan dilakukan baik secara tunai untuk keperluan umum<br />

maupun merupakan pinjaman yang terkait dengan kegiatan tertentu yang dilaksanakan<br />

oleh kementerian negara/lembaga. Pinjaman kegiatan (pinjaman proyek) pada dasarnya<br />

merupakan sumber pembiayaan yang earmarked dengan belanja negara, sehingga tidak<br />

dapat secara serta merta digunakan untuk memenuhi pembiayaan umum (general<br />

financing) dari APBN. Dari sumber utang, alternatif pembiayaan yang dapat digunakan<br />

untuk berbagai keperluan umum APBN yang tersedia adalah pinjaman program dan<br />

penerbitan surat berharga negara. Dalam menentukan besarnya pinjaman dan penerbitan<br />

surat berharga negara yang dapat dilakukan, Pemerintah memperhitungkan seluruh aspek<br />

yang menentukan dapat tidaknya jumlah utang tersebut dilakukan. Pinjaman program<br />

diperhitungkan dengan melakukan penjajakan terhadap kemampuan pemberi pinjaman,<br />

konsistensi dengan kebijakan jangka menengah pemberian pinjaman yang telah dibahas<br />

antara Pemerintah dengan lender, dan kesesuaian dengan matriks kebijakan (policy matrix)<br />

yang dipersyaratkan. Sementara itu, pembiayaan melalui penerbitan SBN, akan tetap<br />

diprioritaskan dari sumber dalam negeri. Untuk mengakomodir kebutuhan pembiayaan<br />

yang meningkat, penerbitan dapat dilakukan di pasar internasional. Perhitungan terhadap<br />

penerbitan surat berharga di pasar internasional dilakukan tidak saja melihat pada kebutuhan<br />

<strong>VI</strong>-4 NK APBN 2009

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!