14.04.2014 Views

BAB VI - Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan RI ...

BAB VI - Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan RI ...

BAB VI - Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan RI ...

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Pembiayaan Defisit <strong>Anggaran</strong>, Pengelolaan Utang, dan Risiko Fiskal<br />

Bab <strong>VI</strong><br />

Ketiga, makin sulitnya memperoleh pinjaman yang memiliki tingkat kelunakan yang tinggi<br />

maka mendorong Pemerintah mencari dari sumber pasar modal, baik untuk menutup defisit<br />

maupun membayar kembali utang (refinancing). Kebutuhan refinancing yang makin besar<br />

harus diimbangi dengan kapasitas pasar yang memadai untuk mengabsorbsi atau sebaliknya,<br />

jumlah kebutuhan pembiayaan harus mampu mempertimbangkan kapasitas pasar, terutama<br />

apabila pasar dalam negeri menjadi tujuan utama. Dengan demikian, untuk mengimbangi<br />

kebutuhan pembiayaan maka pengembangan pasar modal dan pasar keuangan, yang diiringi<br />

dengan peningkatan kapasitas dan pembangunan industri keuangan, termasuk ketersediaan<br />

infrastruktur yang mendukung merupakan suatu keharusan. Hal ini dimaksudkan agar<br />

tercipta pasar keuangan yang cukup sehat, dalam dan likuid.<br />

Keempat, biaya utang yang meningkat dan harus dibayar tepat pada waktunya, serta interaksi<br />

pasar yang cukup intens karena tuntutan kebutuhan pembiayaan sehingga penerbitan harus<br />

dilakukan sedemikian rupa agar dapat memenuhi kebutuhan dimaksud dan pada saat yang<br />

sama harus menjaga keseimbangan ketersediaan SBN di pasar termasuk untuk dilakukannya<br />

refinancing utang, memberi konsekuensi diperlukannya pengelolaan kas yang makin baik.<br />

Kehandalan proyeksi arus kas dan optimalisasi biaya pengelolaan kas (opportunity cost)<br />

juga merupakan faktor yang menentukan kontribusi pembiayaan terhadap kesinambungan<br />

fiskal.<br />

Seluruh hal tersebut menjadi pertimbangan Pemerintah untuk menjaga terjadinya<br />

kesinambungan fiskal dalam pemenuhan kebutuhan pembiayaan. Dalam<br />

operasionalisasinya, diperlukan pengelolaan utang dan pengelolaan kas yang efisien, yang<br />

terkoordinasi dengan baik yang mampu menjamin ketersediaan kebutuhan pembiayaan<br />

secara tepat waktu, dengan biaya yang minimal.<br />

Dominannya peran pembiayaan utang melalui SBN memerlukan pengelolaan utang yang<br />

memadai dan diimbangi dengan upaya pengembangan kapasitas pasar SBN yang optimal.<br />

Apabila hal tersebut tidak dilakukan maka penggunaan utang sebagai sumber pembiayaan<br />

yang semakin besar akan berakibat antara lain sebagai berikut. Pertama, terjadinya crowdingout<br />

apabila kapasitas permintaan (demand) pasar modal domestik belum mampu untuk<br />

menyerap seluruh penawaran (supply) SBN baik untuk tambahan pembiayaan maupun<br />

untuk kebutuhan refinancing utang yang jatuh tempo. Hal ini dapat menyebabkan kenaikan<br />

biaya utang (imbal hasil/yield) atau penurunan harga pasar SBN. Bagi korporasi, tingginya<br />

supply SBN dan kenaikan imbal hasil SBN berdampak pada meningkatnya kesulitan dalam<br />

mencari sumber pembiayaan dari pasar modal dan meningkatnya imbal hasil yang diminta<br />

investor obligasi korporasi, karena SBN menjadi referensi pembentukan harga obligasi<br />

korporasi terutama yang memiliki peringkat kredit lebih rendah dari SBN. Kedua, pasar<br />

SBN menjadi rentan terhadap terjadinya pembalikan modal apabila terjadi turbulensi di<br />

pasar keuangan. Keterbukaan pasar modal Indonesia di satu sisi memberikan keuntungan<br />

karena akan menciptakan likuiditas dan kompetisi, serta menunjukkan tingkat kepercayaan<br />

investor pada Indonesia. Namun dalam kondisi pasar yang kurang stabil, investor asing<br />

yang memiliki kemampuan lebih luas dalam membaca situasi pasar, dan kemampuan untuk<br />

memindahkan serta mengubah penempatan portofolio, akan lebih mudah melakukan<br />

pembalikan (reversal). Pembalikan ini apabila belum didukung oleh basis investor dalam<br />

negeri yang kuat akan berakibat pada penurunan kinerja pasar obligasi. Sampai dengan<br />

akhir semester I 2008 jumlah investasi yang dilakukan oleh investor asing pada SBN mencapai<br />

lebih dari Rp94 triliun atau 18,0 persen dari total SBN yang dapat diperdagangkan. Ketiga,<br />

apabila terjadi peningkatan supply, dan pasar tidak mampu lagi untuk mengabsorbsi atau<br />

NK APBN 2009<br />

<strong>VI</strong>-9

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!