jurnal - KPPU
jurnal - KPPU
jurnal - KPPU
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
Kerjasama <strong>KPPU</strong> dengan Penyidik POLRI<br />
hukum lain tidak bekerja efektif. Namun, dalam perkembangan hukum<br />
pidana di Indonesia, sanksi pidana dalam beberapa kasus tertentu bergeser<br />
kedudukannya. Tidak lagi sebagai ultimum remedium melainkan sebagai<br />
primum remedium (obat yang utama). Ketentuan pengaturan mengenai sanksi<br />
pidana sebagai primum remedium ini dapat dilihat dalam UU mengenai<br />
terorisme dan tindak pidana korupsi (Tipikor). Dari perspektif sosiologis, hal<br />
ini dikarenakan perbuatan yang diatur dalam dua UU tersebut merupakan<br />
tindakan yang “luar biasa” dan besar dampaknya bagi masyarakat 21 .<br />
Tampaknya hukum pidana sebagai ultimum remedium tetap dipegang teguh<br />
oleh pembuat undang-undang persaingan usaha ini, yang terlihat dari tata<br />
cara penanganan perkara UU No. 5 Tahun 1999 yang lebih mengedepankan<br />
tindakan administratif yang dapat ditempuh oleh <strong>KPPU</strong> dalam menyelesaikan<br />
suatu permasalahan persaingan usaha tidak sehat. Tindakan-tindakan<br />
administratif yang dapat dilakukan oleh <strong>KPPU</strong> sebagaimana diatur dalam<br />
UU No. 5 Tahun 1999, memiliki keterkaitan erat dengan masalah pidana<br />
dan hak asasi manusia, diantaranya adalah kewenangan untuk melakukan<br />
pemanggilan dan pemeriksaan terhadap sesorang. Disisi lain, UU No. 5 Tahun<br />
1999 tidak melengkapi <strong>KPPU</strong> dengan organ yang memiliki kewenangan<br />
untuk memaksa, namun memberikan jalan keluar yaitu meminta bantuan<br />
kepada penyidik dalam hal yang berkaitan dengan permasalahan pidana<br />
dan juga menegaskan bahwa kewenangan <strong>KPPU</strong> terbatas pada kewenangan<br />
administratif saja, sedangkan kewenangan pidana adalah kewenangan<br />
pengadilan. Tentunya pengertian pengadilan disini adalah pengadilan dalam<br />
ranah sistem peradilan pidana yang didalamnya juga tidak dapat terlepas<br />
dari keberadaan penyidik.<br />
Pentingnya keberadaan penyidik dalam penegakan hukum persaingan<br />
usaha sebagai ultimum remedium sangat terasa ketika permasalahan secara<br />
administratif tidak lagi mampu sebagai jalan keluar dalam penyelesaian<br />
sebuah perkara persaingan usaha. Hal inilah yang sangat disadari oleh <strong>KPPU</strong><br />
dan oleh karenanya <strong>KPPU</strong> juga telah berupaya untuk dapat melakukan<br />
kerjasama dengan penyidik dalam rangka penegakan hukum persaingan<br />
usaha. Salah satu kerjasama tersebut telah terwujud melalui sebuah nota<br />
kesepahaman antara <strong>KPPU</strong> dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia<br />
(untuk selanjutnya disebut “POLRI”) yang ditandatangani pada tanggal 8<br />
Oktober 2010.<br />
Penandatanganan nota kesepahaman tersebut dapat dikatakan sebuah langkah<br />
maju dalam penegakan hukum persaingan usaha, namun disatu sisi juga<br />
membuka fakta bahwa ternyata dalam implementasinya, terdapat perbedaan<br />
pengaturan terhadap hal-hal yang krusial dalam penanganan tindak pidana<br />
dalam hukum persaingan usaha sebagaimana dimaksudkan dalam UU No. 5<br />
21 Didik Endro Purwoleksono, Pengaturan Sanksi Pidana dalam Ketentuan Undang-Undang, Pengukuhan<br />
Guru Besar Ilmu Hukum Pidana Universitas Airlangga, 12 April 2008<br />
92<br />
JURNAL PERSAINGAN USAHA • Edisi 5 - Tahun 2011