Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
Di belahan dunia manapun budaya patriarkal ini telah ada secara turun<br />
temurun dan terus dilestarikan. Meskipun telah lahir gerakan feminisme yang<br />
menginginkan kesetaraan antara kaum wanita dan pria namun pada praktiknya hal<br />
ini tidak dapat berlangsung secara hakikat. Bahkan seringkali adat menjadi faktor<br />
langgengnya sistem budaya patriarkal ini. Adat ini secara turun temurun dipegang<br />
teguh oleh keturunannya dan menjadi mitos yang sangat sulit untuk diubah. Mitos<br />
selalu dipegang teguh dan dipercaya dari generasi ke generasi.<br />
Setiap mitos selalu mencerminkan subjek yang menggambarkan harapan<br />
dan ketakutannya melampaui langit-langit transendensi. Perempuan tidak<br />
menempatkan dirinya sebagai Subjek sehingga sampai saat ini mereka belum<br />
menegakkan satu mitos kebesaran atau kekuatan, di mana rencana dan aturan<br />
mereka direfleksikan, mereka tidak memiliki kepercayaan atau agamanya sendiri,<br />
mereka masih bermimpi atas dasar impian laki-laki.Dewa-dewa yang mereka<br />
sembah adalah dewa-dewa ciptaan laki-laki. Laki-laki telah membentuk figur-<br />
figur kebesararan dan kekuatan mereka sendiri seperi Hercules, Promotheus, dan<br />
Parsifal. Dan perempuan hanya memainkan peran-peran sekunder dalam cerita<br />
kepahlawanan. Tidak disangsikan lagi figur-figur laki-laki konvensional dalam<br />
hubungannya dengan perempuan seperti figur ayah, penggoda, suami, kekasih<br />
yang pencemburu, anak laki-laki yang baik, tapi semua figur ini diciptakan oleh<br />
laki-laki dan semua figur ini bersifat stereotipe. (De Beauvoir, 2003: 212-213).<br />
Inferioritas wanita dan keberadaanya sebagai sosok yang lain menjadikan<br />
wanita tidak akan dapat berkembang. Perempuan menyerahkan dirinya secara<br />
pasif kepada kemauan laki-laki dan membiarkan terjadinya asimilasi, sehingga