18.04.2014 Views

Hasil Riskesdas 2013

Hasil Riskesdas 2013

Hasil Riskesdas 2013

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

3.15. Kesehatan Indera<br />

Lutfah Rif’ati, Tita Rosita, Nur Hasanah, dan Lely Indrawati<br />

Sistem indera merupakan salah satu sistem yang sangat berperan dalam mengoptimalkan<br />

proses perkembangan setiap individu. Sejak bayi sistem indera merupakan alat utama manusia<br />

untuk mengumpulkan berbagai informasi visual, audio, olfaktoris, rasa, dan fisik. Informasi visual<br />

ditangkap oleh mata (indera penglihatan), informasi audio ditangkap oleh telinga (indera<br />

pendengaran), informasi olfaktoris diterima oleh hidung (indera penciuman), informasi rasa<br />

ditangkap oleh lidah (indera perasa) dan informasi fisik diterima melalui permukaan kulit (indera<br />

peraba). Sekitar 90 persen informasi berupa informasi visual dan audio, yang dikumpulkan<br />

melalui indera penglihatan dan pendengaran. Pengukuran fungsi indera yang lazim dilakukan<br />

secara objektif adalah pengukuran fungsi penglihatan (tajam penglihatan/visus) dan fungsi<br />

pendengaran (tajam pendengaran).<br />

Data nasional yang menggambarkan besaran masalah gangguan indera penglihatan dan<br />

pendengaran terakhir dikumpulkan antara tahun 1993-1997 dan belum diperbarui hingga saat ini.<br />

<strong>Riskesdas</strong> 2007 bermaksud menyediakan data tentang prevalensi kebutaan yang lebih mutakhir,<br />

tetapi karena metoda pengumpulan data masih dianggap tidak adekuat oleh organisasi profesi,<br />

maka data angka kebutaan yang dihasilkan dari <strong>Riskesdas</strong> 2007 juga dinilai kontroversial. Pada<br />

<strong>Riskesdas</strong> 2007, data termutakhir untuk prevalensi gangguan pendengaran masyarakat tidak<br />

dikumpulkan.<br />

<strong>Riskesdas</strong> <strong>2013</strong> kembali mengumpulkan data prevalensi kebutaan dengan metoda yang serupa<br />

dengan <strong>Riskesdas</strong> 2007, tetapi sudah disempurnakan dan merupakan hasil diskusi dengan<br />

organisasi profesi. Organisasi profesi Persatuan Dokter Spesialis Mata Indonesia (PERDAMI)<br />

dan Perhimpunan Dokter Spesialis Telinga Hidung Tenggorok Indonesia (PERHATI) juga<br />

melengkapi <strong>Riskesdas</strong> dengan studi validasi yang akan dilaksanakan segera setelah semua data<br />

<strong>Riskesdas</strong> <strong>2013</strong> terkumpul. Studi validasi tersebut dimaksudkan untuk memperkuat reliabilitas<br />

pengukuran prevalensi kebutaan dan ketulian dalam survei nasional berbasis komunitas.<br />

3.15.1 Kesehatan mata<br />

Data yang dikumpulkan untuk mengetahui indikator kesehatan mata pada <strong>Riskesdas</strong> <strong>2013</strong><br />

meliputi pengukuran tajam penglihatan menggunakan kartu tumbling-E (dengan dan tanpa pinhole)<br />

pada responden umur 6 tahun keatas serta pemeriksaan segmen anterior mata terhadap<br />

responden semua umur. Pemeriksaan visus dan observasi morbiditas permukaan mata dilakukan<br />

di luar ruangan dengan sumber cahaya matahari, tetapi pemeriksaan lensa dilakukan dalam<br />

ruangan redup dengan bantuan pen-light. Pemeriksaan visus dilakukan dengan jarak pengukuran<br />

6 atau 3 meter, dengan kartu E yang dapat diputar ke segala arah (tumbling E) disesuaikan<br />

dengan tinggi mata responden yang diperiksa. Responden yang sakit berat dan tidak<br />

memungkinkan untuk duduk dan diperiksa visus dieksklusi dalam penghitungan prevalensi<br />

kebutaan, begitu pula responden yang menolak atau tidak dapat bekerja sama dengan tim<br />

enumerator.<br />

Prevalensi low vision dan kebutaan dihitung berdasarkan hasil pengukuran visus dengan atau<br />

tanpa kaca mata/lensa kontak koreksi. Kebutaan didefinisikan sebagai visus pada mata terbaik<br />

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!