kepada mereka. Tuntutan awalnya adalah pembebasan teman-teman kasus Lampung yang masihada dalam tahanan. Kemudian ada semacam kompensasi terhadap korban akibat peristiwa tersebut.Di mana, banyak korban yang karena mengalami kematian perdata dengan diisolasi, terutama yangberada di desa, maka secara ekonomi mengalami kemiskinan. Dengan berjalannya konsepsi islah inimaka kemudian ada yang mengatakan mesti ada jiwa besar untuk memberi maaf. Kalau sayamelihatnya bukan hanya jiwa besar untuk memberi maaf, tetapi juga ada satu jiwa besar untukmengakui kesalahan. Pengakuan kesalahan merupakan hal yang belum ada di Indonesia. [...]4. Teitel: Politik Ingatan, Mengaitkan Rezim Sejarah dan Rezim Politik[...] Agar suatu kebenaran dapat dianggap “resmi”, diperlukan konsensus demokratik. Namun dalamtransisi, proses demokratik sering kali belum dikonsolidasikan dengan baik, dengan implikasiterhadap otoritas dan legitimasi penciptaan pengetahuan dalam masa transisi. Dengan demikian,dalam pencarian kebenaran masa transisi, ada usaha bersama untuk menjadikanpertanggungjawaban sejarah dan politis dapat berjalan seiring. Rezim kebenaran transisional tidakberdiri sendiri, namun terkait erat dengan proses-proses dalam penciptaan pengetahuan, selainnarasi sejarah yang telah ada. Konsensus pada sejarah yang diciptakan didasarkan padapenyebarluasan dan penerimaan kebenaran di tingkat masyarakat. Dari mana sumber kekuasaankebenaran resmi? Proses hukum presentasi dan ratifikasi memberikan otoritas dan legitimasi dalamproses demokrasi. Begitu selesai, laporan kebenaran diberikan kembali kepada aktor pemerintahyang memberikan kekuasaan kepada komisi kebenaran biasanya eksekutif negara yangbersangkutan. Penyebarluasan informasi merupakan langkah berikutnya, misalnya di Chile, setelahpresentasi laporan Komisi Rettig kepada presiden, laporan kemudian dipresentasikan kepadamasyarakat luas. Proses serupa terjadi dalam presentasi laporan komisi internasional El Salvadorkepada PBB.Ritual publik tentang pertanggungjawaban sering kali disertai dengan permintaan maaf daripemerintah, Misalnya, di Chile pasca-pemerintahan militer, presiden secara terbuka memaparkanhasil temuan komisi kebenaran kepada seluruh masyarakat, di sebuah stadion olahraga, yang semulapernah digunakan sebagai tempat penahanan dan penyiksaan. Hal ini menggambarkan sekali lagibahwa ritual-ritual kritis tersebut merupakan suatu pembalikan–penggunaan ritual-ritual represi darimasa lalu–terhadap ritual di masa lalu, dengan tujuan untuk memberikan arti baru. Dalampresentasinya, Presiden Patricio Aylwin menyatakan bahwa penghilangan merupakan “eksekusi”yang dilakukan oleh “agen-agen negara”, secara formal mengakui tanggung jawab negara danmeminta maaf kepada seluruh masyarakat. Presiden Aylwin “mewakili seluruh negara, dan atasnamanya, mengakui tanggung jawab negara, kepada para korban”. Permintaan maaf transisional inimemberikan rehabilitasi secara terbuka bagi para korban, yang telah direndahkan oleh rezim lama,yang mengata-ngatai mereka sebagai “musuh negara”. Tindakan ini memiliki konsekuensi di tingkatmasyarakat, yang jauh lebih besar daripada permintaan maaf secara informal, dan menunjukkankedekatan antara keadilan historis dan reparatoris. Sementara dengan permintaan maafnya,presiden mewakili negara dan seluruh tanggung jawabnya kepada para korban, ia juga menegaskankebutuhan terhadap “tindakan pengakuan terhadap penderitaan” yang dialami seluruh bangsa.Representasi kebenaran secara publik, melalui lembaga eksekutif, memberikan ekspresi tentangpertanggungjawaban politik masa transisi dan menggambarkan dilema tanggung jawab suksesordalam masa transisi. Ketika rezim kebenaran baru dipresentasikan, dan wakil rezim baru memintamaaf kepada seluruh masyarakat atas nama negara untuk tindakan-tindakan yang dilakukan padamasa pemerintahan yang lama, terlihat adanya kontinuitas negara dan kedaulatan hukum. Apologitransisional memberikan kontinuitas tanggung jawab negara, sekaligus merupakan diskontinuitas –melepaskan masa lalu. Tentu saja permintaan maaf resmi memainkan peranan dalam mengakui14
kesalahan yang dilakukan pemerintah. Permintaan maaf oleh eksekutif merupakan bentukpengakuan resmi oleh pemerintah tentang kesalahannya di masa lalu, terutama dalam lingkuphubungan internasional. Sementara ini merupakan praktik umum dalam tingkat negara, pengalamantransisional menunjukkan penggunaan tindakan ini pada tingkat domestik, antara pemerintah barudan warga negaranya. Sebagai puncak usaha pencarian kebenaran, permintaan maaf transisionalberperan serta dalam menggerakkan pergeseran rezim politik.Jika mandat komisi kebenaran adalah untuk menentukan apa yang terjadi pada masa pemerintahanyang lama, maka semata-mata mengumpulkan fakta belumlah memenuhi mandat ini. Yang sedangdipermasalahkan adalah sejarah suatu bangsa yang masih belum jelas. Dengan demikian, komisikebenaran, seperti juga pengadilan suksesor, adalah forum pertanggungjawaban sejarah publiktentang peristiwa-peristiwa traumatik, karena transisi berarti pergeseran atau pergantian rezimkebenaran. Dalam pergeseran dari pemerintahan militer, kebenaran yang sedang dipermasalahkanadalah tentang karakter kekerasan pada masa pemerintahan sebelumnya. Dalam kisah versi militer,kekerasan yang ia lakukan adalah “perang”, mereka yang dihilangkan adalah “gerilyawan”, danrepresi dijustifikasi sebagai “perang terhadap pemberontak”. Pengisahan inilah yang dicoba dijawaboleh laporan kebenaran transisional, memberikan kebenaran dari pihak suksesor sebagai penggantikebenaran versi rezim lama. Mengubah anggapan lama tentang tindakan negara dimungkinkanmelalui “kategorisasi” dan “emplotment” dalam narasi yang baru. Kategorisasi dan emplotmentadalah cara-cara dalam narasi transisional untuk memberikan gambaran baru dan legitimasi baruterhadap kisah-kisah tentang masa lalu. Agar tindakan negara di masa lalu dianggap tidak sah, perlupelaporan fakta-fakta dengan cara sedemikian rupa sehingga perbedaan-perbedaan relevan menjaditerlihat, melalui penggunaan kategori paralel, dalam konteks pemerintahan represif di masa lalu.Sebagai contoh, laporan Chile disusun berdasarkan kategori tindakan negara, membedakan korban“kekerasan politik” dari korban “pelanggaran hak asasi manusia”.Representasi kedudukan dan tindakan para pelaku dan korban menjadi elemen untuk rekonstruksirepresentasi pelanggaran-pelanggaran di masa lalu yang telah ada. Apa yang terjadi pada masapemerintahan yang lama direpresentasikan dalam perubahan kategori kekerasan. Selain fakta-faktayang baru ditemukan, terdapat renegosiasi terhadap representasi bahasa kekerasan politik: “konflikbersenjata”, “pemberontakan”, “terorisme politik”, “kejahatan terhadap kemanusiaan”, dan“genosida”. Transformasi sejarah terjadi melalui representasi eksplisit dalam bentuk rekategorisasifakta-fakta kontroversial – terutama sifat dan justifikasi kekerasan politik di masa lalu. Sebagaicontoh, dalam transisi dari pemerintahan militer, kebenaran yang kritis adalah yang berkaitandengan keamanan nasional negara dan doktrin-doktrinnya. Laporan suksesor memberikan responyang kritis terhadap klaim rezim militer pendahulu dengan menyatakan bahwa kekerasan negaratidak bisa dijustifikasi oleh doktrin keamanan nasional dalam apa yang disebutnya perang melawansubversi, dan bahwa mereka yang dibunuh bukanlah teroris politik, melainkan warga negara biasa,dan penghilangan tidak bisa dijustifikasi atas alasan keamanan. Ketika laporan Nunca Más Argentinamenyimpulkan bahwa seperlima jumlah korban penghilangan adalah pelajar, jadi merekadikategorikan sebagai “warga sipil tidak bersenjata”, representasi demikian merupakan revisi yangkritis yang memaksakan perubahan atau transisi dalam rezim kebenaran. Representasi demikianmelawan justifikasi kekerasan politik di masa lalu. Untuk alasan inilah, biasanya sebagian besar isilaporan komisi kebenaran memuat identifikasi dan kategorisasi para korban secara sistematis,dengan implikasi yang berat terhadap rezim lama. Dengan menyatakan bahwa para korban adalahwarga sipil yang tidak bersenjata, dan bukan kombatan, laporan komisi kebenaran menolak rezimkebenaran militer dengan klaimnya bahwa ia melakukan perang melawan terorisme, dan dengandemikian menegaskan bahwa apa yang terjadi adalah penindasan sistematis yang disponsori olehnegara.15
- Page 2: Melawan Pelupaan PublikPanduan Disk
- Page 7: 3. Taylor: Perang Tersembunyi Sejar
- Page 10 and 11: iasa di kalangan publik umum untuk
- Page 12 and 13: Orde Baru yang sistematik dan melua
- Page 14 and 15: menghadapi pelupaan publik yang gej
- Page 16 and 17: Penulis ternama, Satyagraha Hoerip,
- Page 18 and 19: korban itu sendiri. Kita harus mamp
- Page 20 and 21: hanya melayani kejahatan individu w
- Page 24 and 25: Namun usaha untuk menarik garis bar
- Page 26 and 27: Kebenaran atau Keadilan: Kebenaran
- Page 28 and 29: yang terutama dikerjakan oleh Memor
- Page 30 and 31: Bagian 2. Merancang Dokumentasi Kej
- Page 32 and 33: memberitakan cerita-cerita bohong t
- Page 34 and 35: memperoleh izin bergerak menurut In
- Page 36 and 37: PERTANYAAN-PERTANYAAN UNTUK DISKUSI
- Page 38: mengerahkan warga sipil ini tidak d
- Page 41 and 42: (kehidupan ekonomi, sosial, budaya,
- Page 43 and 44: Memorial-Rusia[...] Di bekas negara
- Page 45 and 46: PERTANYAAN-PERTANYAAN DISKUSI:1) Me
- Page 47 and 48: mengambil intisarinya dan mengintep
- Page 49 and 50: Jika demikian kita berangkat dari b
- Page 51 and 52: Pengertian Informasi Primer dan Inf
- Page 53 and 54: mendapatkan pengertian yang lebih b
- Page 55 and 56: Tabel 1: Perbedaan Dokumentasi deng
- Page 57 and 58: "Perantara yang berpengalaman semac
- Page 60 and 61: Dalam pendokumentasian tentu akan b
- Page 62 and 63: pekerjaan pustakawan dalam memilih,
- Page 64 and 65: tengkorak, enam puluh buah telah di
- Page 66 and 67: II. Darimana Memulai: Mengajak Korb
- Page 68 and 69: tujuan kami, dan apa yang akan kami
- Page 70 and 71: • Menjaga kerahasiaan identitas k
- Page 72 and 73:
menghadapi kesulitan di lapangan, d
- Page 74 and 75:
• Tujuan kemanusiaan, misalnya me
- Page 76 and 77:
dari sumber pertama). Tuntutan ini
- Page 78 and 79:
miskin yang didirikan oleh organisa
- Page 80 and 81:
2. Riset Peristiwa 65 di SoloSejak
- Page 82:
lokal (bagian putri Pakorba Solo su
- Page 86 and 87:
menyiksa para jenderal, ditelanjang
- Page 88 and 89:
palu-arit,” perkosaan dalam tahan
- Page 90 and 91:
usak, dan membuat perabotan rumah t
- Page 92 and 93:
Ketika Santo Hariyadi diperintahkan
- Page 94 and 95:
capek, kepanasan, dan sebagainya, n
- Page 96 and 97:
kita [babat rumput]. Dari batas Des
- Page 98 and 99:
Setelah menyiang pada dari alang-al
- Page 100 and 101:
Kemudian ditutup. Kalau ditanyak pe
- Page 102 and 103:
Di tengah-tengah dokumentasi itu, i
- Page 104 and 105:
Pernyataan tentang Izin Penggunaan
- Page 106 and 107:
Profil ELSAMLembaga Studi dan Advok