11.07.2015 Views

Panduan Pendokumentasian Masa Lalu.pdf - Elsam

Panduan Pendokumentasian Masa Lalu.pdf - Elsam

Panduan Pendokumentasian Masa Lalu.pdf - Elsam

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

usak, dan membuat perabotan rumah tangga. Selain itu para tapol juga dipaksa membangun rumahibadah, baik mesjid maupun gereja.Hasil-hasil kerja paksa tapol membangun Orde Baru itu dinikmati oleh banyak orang yang menilaibahwa PKI adalah penjahat, pembunuh, dan tidak bertuhan. Penilaian itu pula yang muncul dalambuku-buku sekolah, diajarkan di sekolah dan di perguruan tingi. Di satu sisi, pemerintah Orde Barumengecam romusha di zaman pendudukan Jepang—rodi di jaman pemerintah Hindia Belanda—karena merampas kemerdekaan seseorang untuk dipekerjakan paksa di berbagai bidang demikepentingan perang. Di sisi lain, rezim yang sama justru mempraktekkan kerja paksa serupaterhadap warga negaranya sendiri, para tapol, atas nama pembangunan yang selalu dibanggakan itu.Dalam tulisan ini, saya akan membeberkan bagaimana kerja paksa yang diberlakukan terhadap paratapol terjadi di berbagai tempat di Indonesia setelah peristiwa G-30-S 1965. Dari paparan ini, makintampak jelas bahwa rezim Orde Baru yang mengagung-agungkan pembangunan itu ternyatabertumpu pada mekanisme kekerasan dan paksaan serta perampokan tenaga kerja, yang dijalankandan dikontrol melalui kekuasaan teritorial militer, terutama Angkatan Darat. Saya akan memberikanperhatian pada kisah para tapol yang pernah melakukan kerja paksa di Jawa, Sumatera, Pulau Buru,dan Palu, Sulawesi Tengah.Kerja Paksa di Jawa dan SumateraKerja paksa dimulai ketika penangkapan-penangkapan terhadap orang-orang PKI dan yang dicurigaisebagai PKI oleh tentara mulai mereda pada akhir 1960an. Para tapol biasanya diambil dari penjarapada siang hari untuk membangun proyek-proyek infrastruktur seperti jalan, jembatan, bendungan,dan kanal. Banyak yang dipaksa mengerik pasir dan kerikil, bahan baku untuk membuat semen.Sampai pertengahan 1970an, puluhan ribu tapol dilibatkan dalam kerja keras tanpa menerima upahsepeser pun. Seringkali mereka juga tidak mendapatkan jatah makan. Pola semacam ini berlaku diseluruh negeri dan saya akan menggambarkannya berdasarkan pengalaman para tapol di Jawa danSumatera.Mari kita mulai dari Lampung Selatan dengan cerita Ngatmin yang ditahan pada 1967 karena iadicurigai sebagai anggota ‘PKI malam.’ Setelah kira-kira satu setengah tahun dipenjara di Kodimsetempat, ia dialihkan ke sebuah kamp penahanan di bekas pabrik beras tua. Ia dan tapol-tapollainnya yang ditahan di tempat itu dipaksa mengeruk pasir di sebuah sungai dekat kamp yangdisebut Sungai Bulung. Mereka paling-paling diberi jatah beras, tapi tanpa lauk pauk.“Kita tidak dibayar. Ya jadi hidupnya itu selama cari pasir itu, umpama cari pasir itu adaorang 20 [tapol], yang dua itu bikin kalo (penyaring santan dari anyaman bambu), bikinbakul (wadah makanan dari anyaman bambu), bikin kukusan (alat menanak nasiberbentuk kerucut dari anyaman bambu), itu dijual untuk membeli garam, cabe itulah.Jadi ngurangi, seandainya pekerjaan yang 10 ya dikurangi dua itu. Ya kerjanya memangdisitu, cuman lain, untuk hidup kita sendiri”.Ngatmin bekerja di Sungai Bulung, selama kira-kira setahun. <strong>Lalu</strong> ia dipindahkan ke perkebunankaret bermana Rilai, menjadi buruh penyadap karet. Tak lama kemudian, ia dipindahkan lagi keperkebunan lain bernama Berken. Di sana, Ngatmin dan tapol-tapol lain sering tidak mendapat82

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!