dari sumber pertama). Tuntutan ini memberikan kesukaran tersendiri untukmengidentifikasi/menemukan saksi pertama. Tidak mudah menemukan saksi pertama padaperistiwa pelanggaran yang berlangsung puluhan tahun yang lalu (misal: kasus Rawa Gede, JugunIanfu). Banyak korban pelanggaran HAM sukar dimintai keterangan karena mereka sudah beranjaktua dan pikun.Kontak awal, mendapatkan kesediaan sumber. Wawancara hanya mungkin berlangsung bilamanasaksi/korban bersedia untuk memberikan keterangannya. Landasan utama dari wawancaraindividual adalah kesediaan sumber untuk meluangkan waktu dan memberikan keterangannya.Tidak mengherankan bilamana wawancara yang sesungguhnya bisa saja baru terjadi setelahbeberapa pertemuan awal untuk menjelaskan tujuan wawancara dan mendapatkan kesediaansumber. Bagian yang sangat penting pada tahap kontak awal adalah membangun rapport danmendapatkan kepercayaan sumber. Sekali bagian ini terlampaui, wawancara yang sesungguhnyalebih mudah untuk dilakukan. Sekali sumber menaruh kepercayaan, dia akan dengan senang hatimembantu kerja pencarian fakta.Wawancara individual: bukan interogasi, bukan sensus. Pencarian fakta merupakan kerja ilmiahyang dilakukan berlandaskan suatu metode penggalian fakta tertentu. Juga merupakan kerja hakasasi manusia. Namun, yang jauh lebih penting, wawancara individual adalah perjumpaan antarmanusia. Mesti ada tekanan waktu, meskipun harus melengkapi keterangan sebagaimana dimintaoleh daftar pertanyaan, petugas wawancara tidak bertindak sebagai petugas interogasi yangmencecar sumber atau memeras informasi selengkap-lengkapnya seperti petugas sensus. Sungguhproses yang wajar bilamana sumber, ketika berusaha memanggil ingatan, berbicara melanturkesana-kemari dan menyampaikan informasi yang tampaknya sama sekali tidak relevan. Faktor lainyang perlu dipertimbangkan adalah kecakapan sumber dalam mengungkapkan diri secara lisan.Tidak semua orang memiliki kecakapan bertutur secara jelas dan terstruktur. Justru salah satu tugaspewawancara adalah memilah antara kejadian pelanggaran, kesan atau komentar sumber terhadapkejadian yang dialaminya, dan dampak kejadian (terhadap saksi/korban, keluarga, komunitas).Kerahasiaan. Pertemuan dengan korban pelanggaran HAM seringkali bersifat emosional. Ini hal yangwajar. Wawancara sering menuntut korban untuk mengingat kembali pengalaman pahitmenyakitkan, tatkala mereka dihinakan dan kemanusiaannya direndahkan. Karena pengalamanpahit dan menyakitkan tersebut (takut, malu, cemas), sangat wajar bila sumber meminta jaminanagar identitasnya tetap dirahasiakan.Penyembuhan Luka dan Penguatan. Kerja pencarian fakta, wawancara individual, dan terutamaperjumpaan empatik yang bersahabat, acapkali memberikan dampak positif yang tidak terdugaduga.Banyak pengalaman memperlihatkan bagaimana wawancara individual, pengungkapanpengalaman, memiliki dampak penyembuhan luka-luka emosional masa lalu. Perjumpaan antarakorban dapat menjadi proses transformasi dari korban ke survivor dan bersifat menguatkan.Mengungkap Kebenaran, Beberapa TantanganHingga hari ini upaya untuk menggelindingkan penyelesaian yang adil dan damai, untuk kasuspelanggaran HAM di masa lalu, belum kunjung mendapatkan dukungan publik dan momentumpolitik dan yang menguntungkan. Tantangan dapat terjadi di berbagai tingkatan. Di tingkat lapangan,upaya pengungkapan fakta mungkin saja akan berhadapan dengan upaya penyembunyian fakta,termasuk pemusnahan barang bukti. Ornop yang melakukan pencarian fakta pelanggaran seringdisudutkan dari berbagai arah, dari mulai aspek motif (mengungkap luka lama, memancingperpecahan bangsa), teknis administratif (kegiatan tidak berijin, tidak berwenang menyelidik),68
kepakararan (tidak paham metode ilmiah), politik (kaki tangan antek asing, tidak paham budayasaling memaafkan ala orang Indonesia, tidak paham penyelesaian islah). Halangan lain yangmungkin saja terjadi adalah penaklukan dan penggentaran terhadap korban dengan stigma,ancaman, kekerasan, dan uang.4. Erlijna: Menemukan dan Menghadirkan Kebenaran[...] Investigasi dan dan menuliskan laporan pelanggaran HAM pada hakekatnya adalah pertama,menemukan dan menghadirkan kebenaran; kedua, menyusun dan menyajikan pemahaman yangutuh tentang kasus/peristiwa pelanggaran HAM tersebut.Pada prakteknya kita harus ‘bertempur’melawan kebohongan, penyangkalan, pengabaian, dan kemudian, ketidakpercayaan. Kita juga harusberhadapan dengan minimnya arsip, ketakutan dan trauma korban, ingatan mereka yang melemah,penyakit, bahkan kematian. Sebagai manusia, korban juga bisa melebih-lebihkan atau menyeleksiinformasi yang disampaikan.Tuntutan – dorongan untuk merespon kasus secara cepat – kerap kali membuat kerja investigasiyang sistematis dan mendalam diabaikan. Jujur saja, kerap kali kerja-kerja advokasi sesungguhnyahanya bertumpu pada informasi permukaan dan parsial untuk kebutuhan pembuatan pernyataanpers. Informasi seperti itu juga yang digunakan untuk menyusun strategi advokasi. Dalam kasusadvokasi 65 misalnya, perspektif umum adalah melihatnya sebagai satu (gelondongan) kasus.Padahal, 65 adalah peristiwa besar yang terdiri atas banyak kasus – pembunuhan, penghilanganpaksa, penangkapan dan penahanan sewenang-wenang serta pembuangan, perkosaan,pemberangusan kebebasan berekspresi, diskriminasi, perampasan harta benda, dst. – yangmengubah arah kehidupan bangsa ini. Kalau kita melihat dengan cara ini, maka kita akan memahamimengapa tim studi yang dibentuk Komnas HAM pada awal 2000an merekomendasikan pembuanganke Pulau Buru saja yang ‘memenuhi syarat’ untuk diangkat ke pengadilan ad hoc HAM, sementarakasus-kasus lain diselesaikan melalui KKR (dan dengan demikian sejak awal kita bisa memahamimengapa korban-korban 65 menyetujui mekanisme ini). Pemahaman yang mendalam tentangPeristiwa 65 juga bisa membuat kita menentukan siapa berperan apa pada waktu kapan. Danseterusnya, siapa yang bisa dijadikan sekutu, siapa lawan. Oleh karena itu, dalam kasuspembongkaran kuburan Heru Atmodjo misalnya, TNI AU seharusnya menjadi rekan dialog ataubahkan mungkin sekutu kita untuk ‘melawan’ panglima TNI, seperti Syarikat mengidentifikasikalangan NU yang bisa mereka jadikan sekutu untuk mendorong proses rekonsiliasi kultural.Pemahaman yang mendalam tentang peristiwa/kasus pelanggaran HAM juga akan membantu kitamenemukan bahasa yang tepat untuk mengkomunikasikan keprihatinan dan tuntutan kita padaberbagai kelompok masyarakat. Setiap korban punya aspek lain selain statusnya sebagai subyekyang dijadikan obyek karena tindak kekerasan yang menimpa dirinya. Sekedar contoh, saat sarapanpagi tadi teman-teman LBH Lampung menyampaikan cerita menarik tentang kebun coklat dansingkong yang menjadi usaha ekonomi korban-korban di sana. Bayangkan jika kita masuk ke sekolahsekolahdan bercerita pada anak-anak tentang perjalanan coklat dan keripik singkong sampai diminimarket! Peristiwa 65 mengorbankan banyak guru. Sekolah sempat tidak teratur karenakekurangan tenaga pendidik. Pemerintah harus merekrut guru-guru pengganti yang kualitasnyameragukan, dan bahkan ada yang terlibat aktif dalam kekerasan. Sekolah-sekolah bagi masyarakat69
- Page 2:
Melawan Pelupaan PublikPanduan Disk
- Page 7:
3. Taylor: Perang Tersembunyi Sejar
- Page 10 and 11:
iasa di kalangan publik umum untuk
- Page 12 and 13:
Orde Baru yang sistematik dan melua
- Page 14 and 15:
menghadapi pelupaan publik yang gej
- Page 16 and 17:
Penulis ternama, Satyagraha Hoerip,
- Page 18 and 19:
korban itu sendiri. Kita harus mamp
- Page 20 and 21:
hanya melayani kejahatan individu w
- Page 22 and 23:
kepada mereka. Tuntutan awalnya ada
- Page 24 and 25:
Namun usaha untuk menarik garis bar
- Page 26 and 27: Kebenaran atau Keadilan: Kebenaran
- Page 28 and 29: yang terutama dikerjakan oleh Memor
- Page 30 and 31: Bagian 2. Merancang Dokumentasi Kej
- Page 32 and 33: memberitakan cerita-cerita bohong t
- Page 34 and 35: memperoleh izin bergerak menurut In
- Page 36 and 37: PERTANYAAN-PERTANYAAN UNTUK DISKUSI
- Page 38: mengerahkan warga sipil ini tidak d
- Page 41 and 42: (kehidupan ekonomi, sosial, budaya,
- Page 43 and 44: Memorial-Rusia[...] Di bekas negara
- Page 45 and 46: PERTANYAAN-PERTANYAAN DISKUSI:1) Me
- Page 47 and 48: mengambil intisarinya dan mengintep
- Page 49 and 50: Jika demikian kita berangkat dari b
- Page 51 and 52: Pengertian Informasi Primer dan Inf
- Page 53 and 54: mendapatkan pengertian yang lebih b
- Page 55 and 56: Tabel 1: Perbedaan Dokumentasi deng
- Page 57 and 58: "Perantara yang berpengalaman semac
- Page 60 and 61: Dalam pendokumentasian tentu akan b
- Page 62 and 63: pekerjaan pustakawan dalam memilih,
- Page 64 and 65: tengkorak, enam puluh buah telah di
- Page 66 and 67: II. Darimana Memulai: Mengajak Korb
- Page 68 and 69: tujuan kami, dan apa yang akan kami
- Page 70 and 71: • Menjaga kerahasiaan identitas k
- Page 72 and 73: menghadapi kesulitan di lapangan, d
- Page 74 and 75: • Tujuan kemanusiaan, misalnya me
- Page 78 and 79: miskin yang didirikan oleh organisa
- Page 80 and 81: 2. Riset Peristiwa 65 di SoloSejak
- Page 82: lokal (bagian putri Pakorba Solo su
- Page 86 and 87: menyiksa para jenderal, ditelanjang
- Page 88 and 89: palu-arit,” perkosaan dalam tahan
- Page 90 and 91: usak, dan membuat perabotan rumah t
- Page 92 and 93: Ketika Santo Hariyadi diperintahkan
- Page 94 and 95: capek, kepanasan, dan sebagainya, n
- Page 96 and 97: kita [babat rumput]. Dari batas Des
- Page 98 and 99: Setelah menyiang pada dari alang-al
- Page 100 and 101: Kemudian ditutup. Kalau ditanyak pe
- Page 102 and 103: Di tengah-tengah dokumentasi itu, i
- Page 104 and 105: Pernyataan tentang Izin Penggunaan
- Page 106 and 107: Profil ELSAMLembaga Studi dan Advok