Jurnal Pengkajian Koperasi dan UKM - Smecda
Jurnal Pengkajian Koperasi dan UKM - Smecda
Jurnal Pengkajian Koperasi dan UKM - Smecda
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
PEMANFAATAN SERTIFIKAT HKI SEBAGAI COLLATERAL KREDIT<br />
(Akhmad Junaidi & Muhammad Joni)<br />
IV. JAMINAN KREDIT DAN AGUNAN KREDIT<br />
Pemberian kredit bank kepada nasabah debitur dapat berpotensi menjadi<br />
kredit macet. Untuk mengantisipasi resiko kredit macet tersebut, pihak bank pada<br />
umumnya mengharuskan nasabah debitur untuk memberikan jaminan kredit <strong>dan</strong><br />
agunan kredit. Selama ini masyarakat awam mempersamakan pengertian “jaminan<br />
kredit” dengan “agunan kredit”, padahal pengertian keduanya berbeda. Jaminan<br />
kredit adalah jaminan utama yang berwujud tidak nyata, yaitu jaminan yang berupa<br />
“keyakinan” bank atas “iktikad baik” nasabah debitur untuk melunasi utangnya<br />
sesuai perjanjian, se<strong>dan</strong>gkan agunan kredit adalah jaminan tambahan yang pada<br />
u�u��y� ���wujud ��s�� (��s�l�y�: �u��h, ����h, �o��l, su��� ���h����, d�� l���lain)<br />
yang dica<strong>dan</strong>gkan untuk pelunasan hutang. Agunan kredit terdiri dari agunan<br />
pokok <strong>dan</strong> agunan tambahan.<br />
Pengertian jaminan kredit secara tersirat <strong>dan</strong> tersurat dijelaskan dalam pasal<br />
8 ayat (1) UU Nomor 8 Tahun 1998 tentang Perbankan yang menyatakan bahwa:<br />
“Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, Bank<br />
Umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas iktikad<br />
<strong>dan</strong> kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau<br />
mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan”.<br />
Adapun pengertian agunan kredit menurut Pasal 1 angka 23 UU Tahun 1998<br />
adalah jaminan tambahan yang diserahkan nasabah debitur kepada bank dalam<br />
rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah.<br />
Anggunan pokok dapat berupa barang, surat berharga, atau garansi, yang<br />
berkaitan langsung dengan objek yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan,<br />
seperti barang-barang yang dibeli dengan kredit yang bersangkutan, maupun tagihantagihan<br />
debitur kepada pihak lain.<br />
Agunan tambahan dapat berupa barang, surat berharga, atau garansi, yang<br />
tidak berkaitan langsung objek yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan, yang<br />
ditambahkan sebagai agunan. Agunan tambahan tidak bersifat pokok, artinya tanpa<br />
agunan itupun bank tetap dapat memberikan kredit kepada nasabah debitur, asalkan<br />
syarat jaminan kredit <strong>dan</strong> agunan pokok telah dipenuhi 23 .<br />
Pengertian jaminan kredit <strong>dan</strong> agunan kredit sering berubah-ubah. Pengertian<br />
jaminan berdasarkan UU Perbankan No 10 Tahun 1998 tidak sama dengan pengertian<br />
jaminan berdasarkan UU Perbankan Tahun 1967. Menurut UU Perbankan Tahun<br />
1967, pengertian “jaminan” disamakan dengan “agunan”. Adapun “jaminan”<br />
menurut UU Perbankan No 10 Tahun 1998 diartikan “keyakinan atas iktikad <strong>dan</strong><br />
23 Penjelasan Pasal 8 UU Perbankan Tahun 1998<br />
131