Jurnal Pengkajian Koperasi dan UKM - Smecda
Jurnal Pengkajian Koperasi dan UKM - Smecda
Jurnal Pengkajian Koperasi dan UKM - Smecda
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
JURNAL VOLUME 6 - SEPTEMBER 2011 : 43 - 69<br />
Berdasarkan relasi probabilitas tersebut, performa pembangunan<br />
koperasi terlihat dari 33 provinsi di Indonesia, dengan tingkat anggota koperasi<br />
yang rendah mendorong rendahnya kemiskinan adalah sebanyak 9 provinsi.<br />
Bila digabungkan dengan kategori rendah TAKP <strong>dan</strong> rendah pula TKP maka<br />
probabilitas mencapai 33.33%. Artinya, kemungkinan provinsi yang rendah<br />
tingkat anggota koperasi akan mendukung penanggulangan kemiskinan<br />
adalah mencapai 11 provinsi. Dengan mengambil sampel provinsi di P. Jawa<br />
dengan enam provinsi, maka kemungkinan relasi koperasi yang mampu<br />
mendukung penanggulangan kemiskinan adalah sebanyak satu provinsi. Di<br />
Pulau Sumatera, misalnya, kemungkinannya hanya sebanyak dua provinsi<br />
dari sepuluh provinsi. Se<strong>dan</strong>gkan di bagian Timur, juga hanya sebanyak dua<br />
provinsi dari 12 provinsi. Fakta ini sejalan dengan pendapat beberapa penggiat<br />
perkoperasian dalam mengamati perkembangan koperasi di era reformasi.<br />
Dalam realitas global, menurut Rahardjo (2010), dari 300 koperasi terbesar<br />
di dunia versi ICA 8 , tidak termasuk koperasi Indonesia. Bahkan, koperasi<br />
besar tersebut terdapat di negara-negara kapitalis-liberal yang tidak memiliki<br />
UU perkoperasian <strong>dan</strong> kementerian yang membi<strong>dan</strong>gi koperasi. Sementara<br />
itu, koperasi jarang bergerak di sektor produksi, pengolahan, pemasaran, <strong>dan</strong><br />
distribusi (Sularso, 2010).<br />
Dari hasil analisis di atas dapat dinyatakan bahwa dukungan koperasi atas<br />
penanggulangan kemiskinan masih rendah. Padahal target grup pembangunan<br />
K<strong>UKM</strong> adalah kelompok usaha skala mikro yang dianggap sebagai kelompok<br />
usaha yang sangat tertinggal di antara kelompok usaha. Mereka pada umumnya<br />
adalah anggota koperasi dimana seluruh upaya pemerintah, khususnya<br />
bantuan pembiayaan dilakukan melalui koperasi. Upaya pemerintah yang<br />
meluncurkan berbagai program penanggulangan kemiskinan memang perlu<br />
tapi tidak cukup menjadikan koperasi sebagai instrumen penanggulangan<br />
kemiskinan. Partisipasi lembaga lain, khususnya Dewan <strong>Koperasi</strong> yang<br />
terbentuk berdasarkan amanah UU perkoperasian, sangat dibutuhkan sebagai<br />
mitra pemerintah. Selama ini, peran Dewan <strong>Koperasi</strong> tidak terlalu mendukung<br />
keberadaan koperasi karena Dewan <strong>Koperasi</strong> belum berperan sebagai wadah<br />
menampung aspirasi gerakan koperasi. Menurut Situmorang (2009), Dewan<br />
<strong>Koperasi</strong> Indonesia menjadi semacam koperasi juga yang menyelenggarakan<br />
Rapat Anggota Tahunan (RAT) <strong>dan</strong> usaha sebagaimana layaknya koperasi.<br />
Fungsi pengawasan atas implementasi prinsip koperasi yang membedakannya<br />
dengan ba<strong>dan</strong> usaha lainnya yang mestinya menjadi kewenangan Dewan<br />
<strong>Koperasi</strong>, tidak berjalan dengan baik. Oleh karena itu, Dewan <strong>Koperasi</strong> harus<br />
8 ICA adalah International Cooperative Alliance yang menjadi rujukan koperasi Indonesia<br />
<strong>dan</strong> Indonesia menjadi anggotanya.<br />
64