You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
tersebut nantinya benar-benar memenuhi<br />
aspirasi dan kebutuhan mereka. Pada<br />
kesempatan itu PPDI juga menyerahkan draf<br />
RUU yang sudah mereka buat.<br />
UU Penyandang Cacat<br />
Keterlibatan panyandang disabilitas dalam<br />
pembahasan RUU tersebut, menurut Dra.<br />
Ariani Soekanwo, sangat penting. Upaya<br />
tersebut perlu dilakukan agar menghindari<br />
pengulangan kekeliruan seperti yang<br />
menimpa UU No. 4 Tahun 1997 tentang<br />
Penyandang Cacat. Karena UU tersebut<br />
memiliki banyak kelemahan.<br />
UU No. 4 Tahun 1997 itu berparadigma<br />
charity dan mencakup enam bidang hak<br />
penyandang ditabilitas, sehingga dinilai<br />
ketinggalan zaman. Kelemahan lainnya, UU<br />
itu tidak sanggup memenuhi kebutuhan dan<br />
tidak memberikan perlindungan yang<br />
dibutuhkan para penyandang disabilitas.<br />
Karena itu, Persatuan Penyandang<br />
Disabilitas Indonesia tidak berharap<br />
peristiwa seperti itu terulang kembali.<br />
Lebih Ariani menjelaskan, saat ini sudah<br />
ada UU No. 19 Tahun 2011 tentang<br />
Pengesahan Konvensi Hak-hak Penyandang<br />
Disabilitas. UU ini mencakup 26 hak<br />
penyandang disabilitas sebagai hak asasi<br />
manusia. Karena itu sudah seharusnya jika<br />
UU Penyandang Disabilitas itu nantinya<br />
memiliki kandungan seperti UU No. 10 Tahun<br />
2011.<br />
“Hingga kini para penyandang disabilitas<br />
masih merasa terkucilkan. Susah menjadi<br />
pegawai swasta, dan tidak tertampung<br />
sebagai pegawai negeri. Mereka juga<br />
memiliki keterbatasan dalam pendidikan, juga<br />
bidang eko<strong>no</strong>mi. Padahal Indonesia telah ikut<br />
meratifikasi hak-hak penyandang disabilitas,”<br />
kata Ariani menambahkan.<br />
Para penyandang disabilitas, jelas Ariani,<br />
juga masih kerap mengalami kasus-kasus<br />
yang menyedihkan. Antara lain kasus<br />
pemasungan hingga penilaian keliru yang<br />
masih kerap diarahkan kepada para<br />
penderita disabilitas. Seolah-olah mereka<br />
adalah kelompok yang selalu merugikan atau<br />
bikin malu keluarga. Bahkan kerap kali bayi<br />
disabilitas yang ada dalam kandungan<br />
berakhir tragis karena digugurkan oleh<br />
orangtuanya.<br />
Padahal, para penderita itu tidak pernah<br />
ingin menjadi disabilitas. Apa yang mereka<br />
dapat tidak bisa dilepaskan dari<br />
orangtuanya. Namun mengapa mereka<br />
sendiri yang harus menanggung<br />
penderitaan. Sementara orangtuanya tidak<br />
mau ikut menanggungnya.<br />
Karena itu, menurut Ariani, sudah<br />
saatnya para penderita disabilitas juga<br />
mendapatkan hak seperti manusia <strong>no</strong>rmal.<br />
Apalagi UUD Negara Republik Indonesia<br />
Tahun 1945 juga memberikan kesamaan hak<br />
bagi semua warga negara Indonesia. Seperti<br />
yang tercantum pada Pasal 28 UUD NRI<br />
Tahun 1945.<br />
“UUD NRI Tahun 1945 jelas mengakui hak<br />
disabilitas. Namun biar lebih nyata,<br />
barangkali perlu juga menyebutkan istilah<br />
disabilitas pada beberapa pasal dalam UUD.<br />
Seperti Pasal 28 H ayat 2, karena ayat<br />
tersebut memang diperuntukkan bagi<br />
penyandang disabilitas”, kata Ariani lagi. ❏<br />
MBO<br />
EDISI NO.02/TH.VIII/FEBRUARI <strong>2014</strong><br />
29