06.11.2014 Views

no-02th-viiifebruari-2014

no-02th-viiifebruari-2014

no-02th-viiifebruari-2014

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Pemilu Serentak<br />

TUJUHPULUH enam hari sebelum<br />

pelaksanaan pemilu, 9 April <strong>2014</strong>,<br />

Mahkamah Konstitusi (MK) membuat<br />

putusan penting. Hari itu, Kamis (23/1), lembaga<br />

peradilan konstitusi itu membacakan putusan<br />

atas permohonan judicial review yang diajukan<br />

Aliansi Masyarakat Sipil untuk Pemilu Serentak<br />

terhadap pasal-pasal UU No. 42 Tahun 2008<br />

tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden<br />

. MK dalam amar putusan yang dibacakan Ketua<br />

MK Hamdan Zoelva menyatakan bahwa<br />

pemilihan umum untuk anggota DPR, DPD, dan<br />

DPRD, serta pemilihan umum untuk Presiden dan<br />

Wakil Presiden mesti serentak. Yang dimaksud<br />

serentak, kata Hamdan Zoelva, adalah pemilihan<br />

umum berada dalam satu tarikan nafas.<br />

Jadi, berdasarkan putusan MK yang bersifat<br />

final dan mengikat itu, pemilu yang konstitusional<br />

adalah pemilu serentak. Tapi, MK menyatakan,<br />

putusan itu baru diberlakukan pada pemilu 2019.<br />

Sedangkan khusus untuk pemilu <strong>2014</strong> yang<br />

tinggal beberapa pekan lagi, MK memerintah<br />

tetap berjalan seperti rencana semula. Artinya,<br />

untuk pelaksanaan pemilu <strong>2014</strong>, MK<br />

memerintahkan untuk tetap berlangsung secara<br />

tidak serentak –- yakni pemilu yang oleh MK<br />

dinyatakan tidak konstitusional itu.<br />

MK punya alasan kenapa memerintahkan<br />

pemilu <strong>2014</strong> berlangsung tidak serentak. Salah<br />

satu yang menjadi pertimbangan Mahkamah<br />

adalah tahapan penyelenggaraan pemilu <strong>2014</strong><br />

telah dan sedang berjalan, serta mendekati<br />

waktu pelaksanaan. Pertimbangan lainnya,<br />

peraturan, perundang-undangan, tata cara<br />

pelaksanaan pemilihan umum, dan persiapan<br />

teknis juga telah diimplementasikan. Jika pemilu<br />

serentak diterapkan pada pemilu <strong>2014</strong>,<br />

Mahkamah khawatir dapat menyebabkan<br />

kekacauan dan menimbulkan ketidakpastian<br />

hukum yang justru tidak dikehendaki, karena<br />

bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945.<br />

Ternyata, dari sisi waktu pemberlakuan putusan<br />

MK menyangkut pemilu serentak itulah yang paling<br />

mengundang pro dan kontra. Adalah pakar<br />

komunikasi Effendi Ghazali, selaku pemohon judicial<br />

review bersama Aliansi Masyarakat Sipil<br />

untuk Pemilu Serentak, menilai, putusan MK yang<br />

menetapkan pemberlakuan pemilu serentak mulai<br />

pemilu 2019 adalah ganjil. Effendi Ghazali juga<br />

mempertanyakan, kenapa putusan judicial review<br />

itu baru dibacakan sekarang, padahal permohonan<br />

telah diajukan pada 10 Januari 2013,<br />

dan telah pula diputuskan oleh panel Hakim MK<br />

pada 30 Maret 2013. “Ini janggal,” katanya.<br />

Bukan hanya Effendi Ghazali yang kurang sreg<br />

dengan putusan MK ini, juga pakar hukum tata<br />

negara dari UI Yusril Ihaza Mahendra tak kalah<br />

garangnya mengkritik putusan MK tersebut.<br />

Menurut Yusril, MK telah melakukan blunder besar.<br />

Di satu pihak MK mengabulkan gugatan judicial<br />

review yang berarti bahwa pemilu legislatif dan<br />

pemilu presiden yang tidak serentak melanggar<br />

UUD NRI Tahun 1945, tapi di sisi lain MK<br />

memerintahkan pemilu <strong>2014</strong> tetap berlangsung<br />

tidak serentak. Itu artinya, menurut Yusril, kalau<br />

putusan itu berlaku seketika maka pemilu <strong>2014</strong><br />

dilaksanakan dengan pasal-pasal Undang Undang<br />

Pemilu yang inkonstitusional. “Karena landasan<br />

hukum penyelenggaraan pemilu <strong>2014</strong> inkonstitusional,<br />

maka hasilnya juga inkonstitusional,” tegas<br />

Yusril lewat akun twitternya yang dikutip media<br />

sosial lainnya.<br />

Wakil Ketua MPR RI Hajriyanto Y. Thohari juga<br />

melihat putusan MK yang menetapkan jadual<br />

pemilu serentak pada 2019 merupakan keputusan<br />

yang aneh bin ajaib. Kenapa? Karena, di satu<br />

pihak MK mengatakan, pemilu yang tidak serentak<br />

tidak konstitusional, tapi pemilu <strong>2014</strong> disuruh<br />

melaksanakan pemilu yang oleh MK sendiri<br />

dikatakan tidak konstitusional itu. “Saya khawatir,<br />

4 EDISI NO.02/TH.VIII/FEBRUARI <strong>2014</strong>

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!