Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
NASIONAL MATA PENGAMAT<br />
Dr. Seto Mulyadi Pakar Pendidikan<br />
Pancasila<br />
dan<br />
Edukasi<br />
Harus<br />
Sejalan<br />
HUMAS MPR RI<br />
SELAMA ini banyak masyarakat merasa<br />
sangat lelah dengan berbagai<br />
persoalan menyangkut kelakuan<br />
sebagain pelajar, generasi muda Indonesia.<br />
Berbagai masalah seperti tawuran,<br />
penyalahgunaan narkoba, kenakalan<br />
remaja, seks bebas, semakin membuat<br />
masyarakat berfikir akan dibawa kemana<br />
bangsa ini. Generasi muda yang sudah<br />
rusak dan berpotensi semakin parah<br />
rusaknya jika tidak ada pemikiran yang solutif<br />
menyelamatkan generasi muda.<br />
Pakar pendidikan dan pemerhati anak<br />
sangat concern akan hal ini. Maraknya<br />
fe<strong>no</strong>mena negatif yang terjadi pada<br />
generasi muda mencerminkan sistem<br />
pendidikan di Indonesia masih kacau.<br />
Banyak sistem dipendidikan Indonesia yang<br />
membuat pelajar stres, misalnya<br />
penyelenggaraan ujiang nasional (UN). Saya<br />
cukup senang karena Mendiknas sudah<br />
menegaskan bahwa UN bukan satu-satunya<br />
penentu kelulusan. Jadi UN itu, lebih sebagai<br />
pemetaan saja.<br />
Soal UN seharusnya mendengarkan<br />
pendapat guru dan hasil observasi guru,<br />
karena merekalah yang mengamati anak<br />
didik selama sekian lama. Itulah yang harus<br />
menjadi pertimbangan utama sebagai<br />
penentu kelulusan. Jangan sampai ibaratnya<br />
panas setahun di hapus oleh hujan sehari.<br />
Artinya, ini jadi tidak ada artinya karena cuma<br />
ditentukan oleh ujian selama tiga hari itu.<br />
Mereka gagal, mungkin saja karena sedang<br />
ada masalah keluarga di rumah atau sedang<br />
sakit.<br />
Selain itu, sebetulnya memang harus ada<br />
standar baku kualitas pendidikan yang<br />
merata di seluruh daerah. Karena saat ini<br />
saja standar masing-masing beda. Standar<br />
guru beda, standar proses pembelajaran<br />
beda, standar sarana, dan prasarana beda<br />
juga. Anak-anak yang ada di daerah<br />
terpencil tidak mungkin sama cara belajar<br />
dan sarana belajarnya dengan yang ada di<br />
kota-kota besar yang memiliki sarana<br />
lengkap, gedung mewah, dan ber-AC.<br />
Sedangkan pada saat itu siswa dikejar<br />
dengan standar ujian dan evaluasi yang<br />
sama. Itu tidak adil.<br />
Buruknya lagi, selama ini banyak instituisi<br />
pendidikan dan guru melakukan intervensi<br />
untuk meluluskan anak didiknya. Karena<br />
mereka dikejar target, sebab kalau tingkat<br />
kelulusan yang dicapai institusinya di bawah<br />
target, maka ia akan dipindahkan atau<br />
dimutasi. Ini atinya akan menjadi ladang<br />
korupsi baru. Penyalahgunaan dan<br />
penyelewengan ini akan menjadi kontradiktif<br />
dengan tujuan pendidikan yang mulia.<br />
Apakah hal itu akan meningkatkan kualitas<br />
pendidikan? Jadi serahkannlah kepada guru<br />
yang betul-betul memahami proses belajar<br />
anak didik. Kepercayaan kepada guru akan<br />
menimbulkan idealisme bagi para guru dan<br />
akan berimbas pada peningkatan kualitas<br />
belajar anak didik.<br />
Untuk mengarahkan generasi muda Indonesia<br />
menjadi lebih baik perlu adanya<br />
perubahan atau penyempurnaan kurikulum<br />
pendidikan yang lebih mengedepankan tentang<br />
pendidikan karakter bagi anak dan remaja.<br />
Sistem pendidikan sekarang sudah melupakan<br />
etika, bahkan masih belum mementingkan<br />
pendidikan spiritual. Usulan agar materi 4 Pilar<br />
yang di dalamnya ada Pancasila yang<br />
diusulkan MPR RI menjadi kurikulum pendidikan<br />
nasional yang sangat baik.<br />
Memang sejak awal reformasi, begitu<br />
periode kepemimpinan MPR RI memasuki<br />
periode ke-2, MPR RI gencar melakukan<br />
54 EDISI NO.02/TH.VIII/FEBRUARI <strong>2014</strong>