You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
4 Pilar Bersama Cepot Show<br />
Menggali Potensi Kelautan<br />
MUNGKIN banyak orang masih ingat<br />
lagu berjudul: “Nenek Moyangku<br />
Seorang Pelaut”. Sebuah lagu yang<br />
menunjukkan kecintaan bangsa Indonesia<br />
pada laut. Sejak dulu, bangsa Indonesia<br />
dikenal sebagai pelaut-pelaut ulung yang<br />
menjelajah samudera dengan kapal-kapal.<br />
Masihkah bangsa Indonesia mencintai laut?<br />
Kenyataannya, kehidupan nelayan identik<br />
Show di TVRI pada Sabtu, 23 November<br />
2013, Romy mengatakan bahwa banyak<br />
masalah dalam pembangunan kelautan.<br />
Salah satu yang mencolok adalah<br />
keterbatasan atau minimnya sarana dan<br />
prasarana kelautan, seperti pelabuhan ikan,<br />
tempat pelelangan ikan, penyimpanan (storage)<br />
ikan hasil tangkapan dan lainnya.<br />
Belum lagi pendapatan nelayan yang<br />
jawaban karena ada yang salah dalam<br />
mindset bangsa ini. Kebijakan<br />
pembangunan tidak me<strong>no</strong>leh ke laut,<br />
melainkan lebih mengutamakan daratan<br />
(pertanian, industri, dan sebagainya).<br />
“Kita juga belum memaksimalkan potensi<br />
pariwisata kelautan. Padahal Indonesia<br />
adalah negara yang memiliki pantai yang<br />
terpanjang. Sayangnya anugerah Tuhan<br />
dengan kemiskinan. Setiap hari terjadi<br />
pencurian ikan oleh nelayan-nelayan asing<br />
di laut Indonesia. Indonesia memiliki potensi<br />
laut yang sangat besar, namun tidak bisa<br />
dioptimalkan. Bahkan, Indonesia harus<br />
mengimpor ikan dari negara lain.<br />
Anggota MPR dari Fraksi PPP,<br />
Romahurmuzy menilai, Indonesia memang<br />
tertinggal dalam pembangunan sektor<br />
kelautan. Kementerian Kelautan dan<br />
Perikanan saja baru dibentuk pada 2007.<br />
Menurut Romahurmuzy, yang biasa dipanggil<br />
Romy, Indonesia masih mengimpor ikan<br />
sebanyak 400.000 ton per tahun. Padahal<br />
ikan itu sebenarnya berasal dari Indonesia<br />
(hasil curian dari laut Indonesia).<br />
Hadir sebagai narasumber dalam<br />
pengambilan gambar untuk acara Cepot<br />
rendah di samping kesulitan mendapatkan<br />
modal dari perbankan. “Harus ada upaya<br />
untuk meningkatkan pendapatan nelayan,”<br />
ujar pimpinan Komisi VI DPR RI yang<br />
membidangi pertanian dan kelautan itu.<br />
Meski bangsa Indonesia dikenal sebagai<br />
bangsa pelaut, lanjut Romy, namun telah<br />
terjadi pergeseran paradigma. Orientasi<br />
pembangunan lebih ke darat dibandingkan<br />
laut. Ini terlihat dari alokasi anggaran untuk<br />
sektor kelautan yang masih kecil. Jumlah<br />
anggaran Rp 7 triliun untuk sektor kelautan<br />
masih belum memadai.<br />
Narasumber lain dalam acara itu,<br />
anggota MPR dari Fraksi PKB, Marwan<br />
Jafar, juga memiliki pandangan yang sama.<br />
Mengapa pembangunan kelautan agak<br />
terlambat? Marwan Jafar mempunyai<br />
FOTO-FOTO: HUMAS MPR RI<br />
kepada bangsa Indonesia ini belum<br />
dimanfaatkan secara maksimal. Pemimpin<br />
nasional tidak mampu mengolah potensi laut<br />
dengan baik. Seharusnya pemerintah<br />
menjadikan sektor kelautan sebagai<br />
prioritas,” kata politisi PKB itu.<br />
Marwan juga sepakat dengan Romy<br />
bahwa anggaran sektor kelautan mesti<br />
diperbesar. Marwan mengakui, memang<br />
diperlukan politik anggaran dari pemerintah<br />
yang berpihak pada pembangunan kelautan.<br />
Sebab, sebagian besar penduduk Indonesia<br />
bergerak di bidang pertanian dan<br />
nelayan. Selain itu, pembangunan sektor<br />
kelautan perlu melibatkan pihak swasta.<br />
Romy kembali menimpali bahwa arah<br />
pembangunan kelautan Indonesia<br />
sebenarnya sudah on the track. Tapi,<br />
EDISI NO.02/TH.VIII/FEBRUARI <strong>2014</strong><br />
65