06.11.2014 Views

no-02th-viiifebruari-2014

no-02th-viiifebruari-2014

no-02th-viiifebruari-2014

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

(sembako), cukup sensitif bagi masyarakat<br />

miskin. Kenaikan harga pangan atau<br />

sembako sangat memengaruhi pengeluaran<br />

rumah tangga. Daya beli masyarakat pun<br />

menjadi rendah. “Karena itu intervensi<br />

negara menjadi penting, misalnya<br />

mengendalikan harga pangan dan<br />

meningkatkan produktivitas petani,” kata<br />

anggota Komisi XI DPR RI ini.<br />

M. Iqbal juga mengungkapkan hal serupa.<br />

Para pendiri bangsa, katanya, sudah<br />

memberikan visi, yaitu menyejahterakan<br />

kehidupan bangsa. Jika diukur dari<br />

pendapatan per kapita Indonesia sudah<br />

mengalami peningkatan dari US$1.100 pada<br />

tahun 2004 menjadi US$3.592 pada tahun<br />

2012. “Itu rata-rata. Tapi banyak rakyat yang<br />

pendapatannya lebih rendah dari angka itu,”<br />

ujarnya.<br />

Untuk mengimbangi kenaikan harga<br />

pangan atau sembako, Iqbal sepakat bila<br />

pemerintah mengembalikan Perum Bulog<br />

seperti pada masa lalu. Bulog pada waktu<br />

lalu berhasil mengendalikan harga pangan.<br />

Mewujudkan visi Indonesia masa depan,<br />

Iqbal menyoroti masalah pengangguran<br />

yang masih tinggi mencapai 6% atau sekitar<br />

7,2 juta orang. Juga masalah pendidikan<br />

yang masih tertinggal dibanding negara lain.<br />

Pendidikan memainkan peranan penting<br />

untuk bisa bersaing dengan bangsa lain.<br />

Begitu juga, untuk meningkatkan<br />

produktivitas pertanian, Iqbal menyarankan<br />

agar dilakukan pencetakan sawah baru,<br />

terutama di luar pulau Jawa. Selain mencetak<br />

lahan baru, juga perlu upaya mengajak rakyat<br />

bekerja di sektor pertanian. Dalam hal ini,<br />

pemerintah berperan dengan memberikan<br />

perlindungan kepada petani dan subsidi<br />

pertanian (pupuk).<br />

Sependapat dengan Iqbal, Arif Budimanta<br />

juga mengatakan perlunya komitmen dan<br />

keseriusan pemerintah pusat dan daerah.<br />

“Jika ingin meningkatkan taraf hidup<br />

masyarakat maka perlu perhatian pada sektor<br />

pertanian dan sektor informal. Di Jepang,<br />

petani bisa makmur karena ada komitmen dan<br />

keseriusan pemerintah,” kata Arif.<br />

Baik Arif maupun Iqbal, keduanya menyoroti<br />

masalah pelayanan kesehatan. Masyarakat<br />

belum mendapatkan akses pada pelayanan<br />

kesehatan. Karena itu Arif melihat perlunya<br />

upaya untuk mendekatkan masyarakat pada<br />

akses kesehatan. Caranya dengan membangun<br />

infrastruktur pelayanan kesehatan<br />

seperti puskesmas dan rumah sakit.<br />

Di akhir dialog, diperoleh kesimpulan<br />

perlunya komitmen dan konsistensi dalam<br />

paradigma pembangunan, khususnya<br />

membangkitkan eko<strong>no</strong>mi kerakyatan. Selain<br />

itu perlu meningkatkan daya saing sumber<br />

daya manusia (SDM) melalui pendidikan. ❏<br />

BS<br />

Sosialisasi 4 Pilar di RRI Pro 3<br />

Regenerasi Kepemimpinan Nasional<br />

BERTEMA “regenerasi kepemimpinan<br />

nasional”, Radio Republik Indonesia<br />

(RRI) Pro 3 pada Senin 11 November<br />

2013 menyiarkan secara langsung dialog<br />

interaktif dengan anggota MPR dari Fraksi<br />

Partai Gerindra Martin Hutabarat dari Ruang<br />

Presentasi Perpustakaan MPR RI.<br />

‘Regenerasi Kepemimpinan Nasional’ dipilih<br />

terkait dengan penyelenggaraan Pemilu<br />

(legislatif dan presiden) di tahun politik <strong>2014</strong>.<br />

Martin Hutabarat memulai dengan<br />

menjelaskan perbedaan masa (periode)<br />

jabatan presiden sebelum UUD diamandemen<br />

dan sesudah UUD diamandemen.<br />

Berbeda dengan masa Orde Baru, masa<br />

jabatan presiden saat ini dibatasi hanya dua<br />

periode (dua masa jabatan). Pada masa lalu,<br />

pasal dalam UUD sebelum diamandemen<br />

menyebutkan “setelahnya dapat dipilih<br />

kembali”. Martin menyebut pasal itu sebagai<br />

pasal karet. Dengan pasal karet itu, Soeharto<br />

EDISI NO.02/TH.VIII/FEBRUARI <strong>2014</strong><br />

59

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!