Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
akan mengusulkan kepada Presiden untuk<br />
mengeluarkan kebijakan (misalnya dalam<br />
bentuk Keputusan Presiden/Keppres) yang<br />
memberikan rehabilitasi umum bagi korban<br />
pelanggaran HAM masa lalu.<br />
“Kita sudah mengadakan rapat di tingkat<br />
Pimpinan MPR. Kita akan mengundang<br />
Presiden dan Pimpinan Lembaga Negara ke<br />
MPR untuk membicarakan masalah ini. Kita<br />
menjadi tuan rumah. Nanti akan diusulkan<br />
kepada Presiden supaya dikeluarkan<br />
Keppres rehabilitasi umum,” kata Sidarto<br />
didampingi Wakil Ketua MPR Melani Leimena<br />
Suharli ketika menerima delegasi Elsam di<br />
Ruang Pimpinan, Gedung Nusantara III lantai<br />
9, Kompleks MPR/DPR/DPD Senayan,<br />
Jakarta, Selasa 4 Februari <strong>2014</strong>.<br />
Pimpinan MPR menjadwalkan pertemuan<br />
dengan Presiden dan Pimpinan Lembaga<br />
Negara pada pertengahan Maret <strong>2014</strong>.<br />
Dalam pertemuan itu nanti, Pimpinan MPR<br />
akan mengusulkan kepada Presiden untuk<br />
mengeluarkan kebijakan, berupa Keputusan<br />
Presiden untuk merehabilitasi korban HAM<br />
pada masa lalu. “Supaya ada yang bisa<br />
ditinggalkan di akhir masa pemerintahan<br />
SBY,” ujarnya.<br />
Sidarto memberi contoh, anak seorang<br />
koruptor masih bisa masuk pendidikan militer,<br />
menjadi pegawai negeri sipil (PNS), menjadi<br />
pengusaha tanpa mendapat hambatan.<br />
Sebaliknya, anak seorang eks tahanan politik<br />
(tapol) tidak bisa masuk menjadi tentara, PNS,<br />
dan selalu diselidiki asal usulnya. “Ini harus<br />
diakhiri. Sampai kapan dosa turunan eks<br />
tapol itu berakhir,” ujar Sidarto. ❏<br />
BS<br />
Nani Nurani, si Penari Istana, Tuntut Keadilan<br />
NANI Nurani (73 tahun), korban pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat,<br />
bertemu dengan Ketua MPR Sidarto Danusubroto yang didampingi Wakil Ketua<br />
MPR Hajriyanto Y Thohari, di ruang kerja Ketua MPR, Lantai 9 Gedung Nusantara<br />
III, Kompleks MPR/DPR/DPD, Senayan, Jakarta, Kamis 23 Januari <strong>2014</strong>. Nani datang<br />
didampingi tiga pengacara dari LBH Masyarakat dan Kontras.<br />
Dalam pertemuan itu, Nani mengungkapkan, sampai saat ini masih menuntut<br />
pertanggungjawaban atas penahanan berkepanjangan tanpa proses hukum, dan<br />
stigmatisasi serta diskriminasi dialaminya. Gugatan itu diajukan Nani sebagai salah<br />
seorang korban yang telah dilanggar hak-haknya dan berstatus sebagai eks tapol<br />
(tahanan politik) tanpa adanya sebuah proses peradilan yang mendahuluinya. Ia<br />
menuntut agar nama baiknya direhabilitasi dan pemulihan terhadap seluruh haknya.<br />
“Saya tidak muluk-muluk. Saya hanya<br />
ingin melaksanakan kewajiban sebagai<br />
seorang anak, yaitu tetap menjaga nama<br />
baik dan kehormatan, baik diri sendiri<br />
maupun keluarga,” ujarnya di depan<br />
Sidarto Danusubroto dan Hajriyanto Y<br />
Thohari.<br />
“Ayah saya kebetulan seorang perintis<br />
kemerdekaan dan anggota veteran. Ibu<br />
pun anggota veteran. Beliau berdua<br />
hanya berpesan sederhana. Kami ini<br />
bukan apa-apa, dan bukan siapa-siapa,<br />
tapi kami orang terhormat karena bukan<br />
pengkhianat bangsa, negara. Ini yang<br />
harus dijaga sampai titik darah<br />
penghabisan,” lanjut Nani Nurani.<br />
“Saya telah masuk penjara tanpa<br />
proses hukum selama 7 tahun dan tanpa tahu apa kesalahan saya. Karena itu, dalam<br />
sisa hidup ini, saya akan tetap berjuang membersihkan nama baik saya, sehingga<br />
kalau besok atau lusa saya kembali kepada Sang Pencipta, saya bisa tersenyum<br />
karena tugas saya telah selesai. Saya tidak mau dan tidak rela dinyatakan tidak<br />
bersalah setelah saya mati,” tambahnya.<br />
Nani Nurani, perempuan kelahiran Cianjur 23 Februari 1941, adalah mantan penyanyi<br />
dan penari Istana Cipanas tahun 1961. Berkat kepiawaian bernyanyi dan menari,<br />
Nani menjadi pegawai Dinas Kebudayaan Daerah Tingkat II, Cianjur. Awal petaka<br />
datang ketika Nani diundang Partai Komunis Indonesia (PKI) untuk menari dalam salah<br />
satu acara ulang tahun partai. “Karena menyanyi di ulang tahun partai, saya ditangkap,”<br />
katanya. Nani mendekam di penjara sejak 1968 hingga 1975 tanpa melalui proses<br />
pengadilan. Nani dituduh terlibat Gerakan 30 September.<br />
Dalam gugatan kepada pemerintah, Nani meminta ganti rugi materiil sebesar Rp 7,4<br />
miliar. Kerugian itu dihitung dari gaji Nani sebagai pegawai di NV Mogi ketika ditangkap<br />
yang setara dengan 37 gram emas. Nani Nurani juga meminta pemerintah membuat<br />
iklan permintaan maaf di 10 media cetak nasional selama tujuh hari berturut-turut.<br />
Namun gugatan kepada pemerintah Indonesia itu tidaklah mudah. Setelah menjalani<br />
rangkaian sidang, gugatan Nani ditolak. Hingga kini, Nani masih terus mencari keadilan.<br />
Upaya kasasi pun ia tempuh untuk memperbaiki nama baiknya. “Saya tidak akan<br />
berhenti sampai saya mendapat keadilan. Saya mau mati dengan nama baik saya,”<br />
ujarnya.<br />
BS<br />
EDISI NO.02/TH.VIII/FEBRUARI <strong>2014</strong><br />
53