06.11.2014 Views

no-02th-viiifebruari-2014

no-02th-viiifebruari-2014

no-02th-viiifebruari-2014

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Oleh:<br />

Sidarto Danusubroto<br />

Ketua MPR RI<br />

Kita Perlu Memiliki GBHN<br />

SEJAK menjadi Ketua MPR, dalam rangka sosialisasi Empat<br />

Pilar, saya sudah mendatangi beberapa kampus, mulai dari<br />

Universitas Pattimura di Ambon, kemudian kampus di<br />

Palangkaraya (Kalimantan Tengah), Makassar (Sulawesi Selatan),<br />

Bangka Belitung, Mamuju (Sulawesi Barat), sampai ke kampus di<br />

Provinsi Aceh. Bahkan, saya mendatangi kampus di hampir semua<br />

provinsi. Dalam diskusi di banyak kampus itu, juga diskusi dengan<br />

kelompok-kelompok masyarakat dan tokoh-tokoh masyarakat, saya<br />

mendapat kesan bahwa selama ini kita kehilangan MPR yang dulu<br />

dan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN).<br />

Yang kita maksud bukanlah MPR sebagai lembaga tertinggi<br />

negara seperti pada waktu lalu, melainkan lembaga MPR di mana<br />

seorang presiden memberikan laporan kinerja kepada MPR sebagai<br />

lembaga yang mewakili rakyat. Selama ini, presiden menyampaikan<br />

laporan tahunan yang berisi pidato kenegaraan di DPR. Berbeda<br />

dengan hal itu, kita menginginkan presiden menyampaikan laporan<br />

kinerja kepada lembaga MPR.<br />

Laporan kinerja atau apa yang dikerjakan presiden harus<br />

mengacu pada Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN). MPR<br />

nanti yang merumuskan GBHN. GBHN ini berfungsi secara<br />

horisontal, dan GBHN yang berfungsi secara vertikal. GBHN secara<br />

horisontal adalah mengenai bagaimana peta Indonesia ke depan<br />

di bidang eko<strong>no</strong>mi, sosial, politik, pertahanan keamanan, dan<br />

lainnya, misalnya selama 50 tahun ke depan. Visi misi seorang<br />

presiden harus mengacu pada panduan GBHN ini.<br />

Seorang presiden harus melaksanakan visi misi jangka<br />

menengah dalam panduan GBHN sehingga tidak terpotong-potong<br />

antara presiden yang satu dengan presiden berikutnya. Sekarang<br />

ini, jika ganti presiden lalu terjadi perubahan sehingga peta Indonesia<br />

ke depan tidak jelas. Karena setiap presiden memiliki visi<br />

misi untuk 5 tahun atau 10 tahun tergantung berapa lama dia<br />

menjabat. Ke depan, kita ingin ada satu peta bagaimana kira-kira<br />

bangunan Indonesia dalam waktu 25 tahun atau 50 tahun yang<br />

akan datang.<br />

GBHN yang secara vertikal adalah GBHN yang menjadi<br />

pedoman secara nasional, provinsi, kabupaten/kota. Semuanya<br />

harus terintegrasi dan utuh. Jadi, meski ada oto<strong>no</strong>mi daerah,<br />

kepala daerah tidak boleh menyimpang dari GBHN nasional.<br />

Semua kepala daerah baik gubernur, bupati, walikota, harus<br />

taat pada konstitusi. Termasuk juga presiden harus taat pada<br />

konstitusi, dan jika melanggar konstitusi presiden bisa di-impeachment.<br />

Taat pada konstitusi berarti juga taat pada Empat<br />

Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara (Pancasila, UUD<br />

NRI Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, Bhinneka<br />

Tunggal Ika).<br />

Apabila kepala daerah baik gubernur, bupati, walikota,<br />

menyimpang dari konstitusi, maka harus ada upaya dari<br />

presiden untuk menegur, jika perlu bisa mencabut oto<strong>no</strong>mi<br />

kepada daerah bersangkutan. Inilah Negara Kesatuan Republik<br />

Indonesia (NKRI), yaitu membangun NKRI berdasarkan pada<br />

Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, dengan kemajemukan. Inilah<br />

sendi-sendi dasar yang telah membuat Indonesia bertahan<br />

selama 68 tahun. Jika nanti ada (pelaksanaan) oto<strong>no</strong>mi daerah<br />

yang menyimpang dari konstitusi maka akan merepotkan<br />

bangunan NKRI.<br />

Jadi, harus ada GBHN yang tidak hanya horisontal dalam arti<br />

presiden harus mengacu pada panduan, tetapi juga GBHN yang<br />

vertikal dalam arti pembangunan di tingkat nasional, provinsi,<br />

kabupaten, dan kota harus terintegrasi (integrated). Tidak boleh<br />

lagi seorang bupati seperti raja-raja kecil di daerah, di mana<br />

kekayaan alam dikeruk sesukanya (kebablasan). Hal ini tidak bisa<br />

lagi dibiarkan. Semuanya harus ditata kembali. Semua harus taat<br />

pada konstitusi, taat pada Empat Pilar.<br />

Jika kita ingin melestarikan dan mengawal negara ini semakin<br />

kuat maka kita perlu ada satu GBHN yang bukan hanya berfungsi<br />

secara horizontal, tetapi juga vertikal sehingga pembangunan<br />

nasional bisa di semua wilayah, baik nasional, provinsi, maupun<br />

kabupaten kota bisa terintegrasi. ❏<br />

82 EDISI NO.02/TH.VIII/FEBRUARI <strong>2014</strong>

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!