06.11.2014 Views

no-02th-viiifebruari-2014

no-02th-viiifebruari-2014

no-02th-viiifebruari-2014

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

SOSIALISASI<br />

bisa melanggengkan kekuasaan sebagai<br />

Presiden Indonesia hingga 32 tahun.<br />

Dengan masa jabatan yang dibatasi hanya<br />

dua periode itu, lanjut Martin, maka akan<br />

muncul regenerasi kepemimpinan nasional.<br />

Regenerasi adalah peralihan kepemimpinan.<br />

Namun, regenerasi kepemimpinan itu tidak<br />

boleh mengalihkan (mengubah) tujuan<br />

nasional. Meski kepemimpinan berbeda,<br />

tujuan nasional (tujuan negara Indonesia<br />

seperti disebutkan dalam Pembukaan UUD)<br />

tidak berubah.<br />

Menurut Martin, regenerasi kepemimpinan<br />

nasional ini diharapkan bisa melahirkan<br />

kepemimpinan nasional yang kuat. “Indonesia<br />

harus memiliki pemimpin yang kuat<br />

mengingat wilayah Indonesia yang sangat<br />

luas, dengan penduduk yang besar, serta<br />

majemuk,” katanya.<br />

Mengacu pada konstitusi, anggota Komisi<br />

III DPR itu menyebutkan bahwa regenerasi<br />

kepemimpinan nasional merupakan<br />

tanggungjawab partai politik. Konstitusi<br />

memberikan peluang kepemimpinan nasional<br />

itu kepada partai politik. Lebih jelasnya,<br />

hanya partai politik dan gabungan partai<br />

politik yang bisa mengajukan pasangan calon<br />

presiden dan calon wakil presiden. Lebih<br />

lanjut, syarat untuk bisa mengajukan<br />

pasangan capres dan cawapres adalah<br />

20% suara di DPR atau 25% suara nasional<br />

(presidential threshold). Dari ketentuan ini,<br />

Martin memperkirakan hanya ada tiga<br />

pasangan capres yang muncul.<br />

Persoalannya, regenerasi kepemimpinan<br />

diserahkan kepada partai politik, sedangkan<br />

di sisi lain, tingkat kepercayaan masyarakat<br />

pada partai politik sangat rendah.<br />

“Masyarakat merasakan partai politik<br />

amburadul. Partai politik dijadikan alat untuk<br />

memperkaya diri sendiri dan tidak memikirkan<br />

rakyat. Sekarang ini partai politik berada di<br />

titik nadir. Padahal, fungsi partai politik di<br />

antaranya adalah rekrutmen kepemimpinan<br />

nasional,” jelas Ketua Fraksi Partai Gerindra<br />

MPR RI itu.<br />

Setiap partai mempunyai mekanisme<br />

sendiri dalam merekrut calon pemimpin<br />

nasional. Ada partai yang melakukan seleksi<br />

dengan cara konvensi untuk menjaring calon<br />

pemimpin. Menurut Martin, konvensi<br />

merupakan model yang cukup baik untuk<br />

menjaring calon pemimpin. Namun, yang<br />

terpenting, adalah partai perlu membuat<br />

aturan sehingga orang yang terbaik dari<br />

partai politik bisa muncul.<br />

Martin juga menilai, sistem untuk merekrut<br />

pemimpin nasional melalui pemilihan umum<br />

presiden (Pilpres) yang dipilih secara<br />

langsung oleh rakyat sudah berjalan baik.<br />

Pemenang Pilpres ditentukan dengan suara<br />

50% plus satu dan mendapat dukungan 20%<br />

suara dari 17 provinsi.<br />

“Dengan sistem pemilihan seperti itu maka<br />

bisa dihasilkan presiden yang kuat. Tetapi<br />

kalau pemimpinnya tidak tegas dan kuat,<br />

maka juga percuma. Begitu juga jangan<br />

hanya berdasarkan popularitas lalu dipilih<br />

rakyat, seperti di Filipina terpilih aktor yang<br />

populer, tapi rakyat akhirnya justru kecewa,”<br />

pungkasnya. ❏<br />

BS<br />

Gatsu 06<br />

Antara Eko<strong>no</strong>mi Kerakyatan<br />

dan Eko<strong>no</strong>mi Neo Liberalime<br />

EKONOMI KERAKYATAN VS NEO<br />

LIBERALISME.” Kalimat pendek ini<br />

adalah tema dialog sosialisasi 4 Pilar<br />

yang ditayangkan TVRI akhir Oktober lalu.<br />

Melalui programa siaran Gatsu 06 yang<br />

dipandu oleh Kepala Biro Humas Yana<br />

Indrawaan dan Olga Lidya, dialog yang<br />

berlangsung di plasa Nusantara IV, Kompleks<br />

MPR/DPR/DPD Jl. Gatot Soebroto No. 6<br />

Jakarta ini menampilkan dua pembicara,<br />

yaitu: pimpinan Fraksi Partai Demokrat di MPR<br />

RI Achsanul Kosasi, dan pimpinan Fraksi PDI<br />

Perjuangan MPR Arif Budimanta.<br />

Seperti kita ketahui, UUD NRI Tahun 1945,<br />

Pasal 33 menyebutkan: pereko<strong>no</strong>mian disusun<br />

sebagai usaha bersama berdasarkan atas<br />

asas kekeluargaan; cabang-cabang produksi<br />

yang penting bagi negara dan yang menguasai<br />

hajat hidup orang banyak dikuasai negara; bumi<br />

dan air dan kekayaan alam yang terkandung<br />

di dalamnya dikuasai oleh negara dan<br />

dipergunakan sebesar-besarnya kemakmuran<br />

rakyat; ….dan seterus. Tapi, peran eko<strong>no</strong>mi<br />

rakyat atau eko<strong>no</strong>mi konstitusi ini begitu kecil,<br />

geraknya tenggelam oleh eko<strong>no</strong>mi yang<br />

mengandalkan mekanisme pasar atau eko<strong>no</strong>mi<br />

Neo Liberalisme (neo-lib).<br />

“Kalau kita lihat secara praksis di lapangan,<br />

eko<strong>no</strong>mi kita memang mengarah ke neo-lib,”<br />

papar Arif Budimanta dalam dialog yang diikuti<br />

oleh para mahasiswa dari UI, UIN, dan Universitas<br />

Muhammadiyah Jakarta. Kenapa?<br />

“Satu ciri dari neo-lib adalah konsumen<br />

membayar lebih mahal, katakanlah misalnya<br />

terkait dengan kebutuhan pokok<br />

60 EDISI NO.02/TH.VIII/FEBRUARI <strong>2014</strong>

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!