You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
masyarakat,” jelas Arif Budimanta. “Karena<br />
semua diserahkan pada mekanisme pasar.<br />
Jadi, terserah pasar untuk melakukan proses<br />
menaikkan harga dari waktu ke waktu.”<br />
Nah, kalau dilihat dari konseptual, kedua<br />
sistem eko<strong>no</strong>mi (eko<strong>no</strong>mi kerakyatan dan<br />
eko<strong>no</strong>mi neo-lib) jelas berbeda. Seperti<br />
dijelaskan Arif Budimanta, eko<strong>no</strong>mi<br />
kerakyatan atau eko<strong>no</strong>mi berbasis konstitusi<br />
manfaatnya diberikan kepada rakyat banyak.<br />
“Yang menikmati adalah rakyat banyak.<br />
Pelaku eko<strong>no</strong>minya juga rakyat. Jadi, yang<br />
melakukan proses produksi itu rakyat<br />
banyak, dalam bentuk usaha bersama, dan<br />
yang melakukan proses distribusi juga usaha<br />
bersama,” ungkap politisi PDI Perjuangan ini.<br />
Kemudian, dalam hal ada kata dikuasai<br />
negara, seperti dijelaskan di Pasal 33,<br />
menurut Arif, itu untuk kepentingan rakyat<br />
banyak. Artinya, negara mengatur agar<br />
seluruh manfaat eko<strong>no</strong>mi dari berbagai<br />
macam sumber daya yang kita miliki itu,<br />
manfaatnya untuk orang banyak, bukan<br />
invidu per individu. Jadi, negara ikut<br />
mengatur. Sementara di sistem neo-lib<br />
tangan Negara hampir tidak ada.<br />
Perbedaan paling urgen, eko<strong>no</strong>mi<br />
berbasis neo-lib lebih mementingkan modal.<br />
Siapa yang kuat modalnya maka dialah yang<br />
menguasai. “Modal itu bisa orang banyak,<br />
dan bisa juga individu-individu,” jelas Arif<br />
Budimanta. Lalu, di eko<strong>no</strong>mi neo-lib negara<br />
tidak ikut terlibat di dalam pengaturan eko<strong>no</strong>mi,<br />
semua diserahkan pada mekanisme pasar.<br />
FOTO-FOTO: HUMAS MPR RI<br />
Masalahnya, menurut Arif Budimanta, tidak<br />
ada pasar yang sempurna. Pasar itu ibaratnya<br />
ada di dalam hutan. Keseimbangan bisa terjadi<br />
apabila ada survival. Siapa yang akan survive?<br />
Mereka yang kuat akan bertahan. Dari<br />
sisi eko<strong>no</strong>mi, yang akan bertahan adalah<br />
mereka yang dapat menguasai modal,<br />
menguasai eko<strong>no</strong>mi dari hulu sampai hilir. Dan<br />
itu kebanyakan individu-individu.<br />
Tapi, Achsanul Kosasi menilai, kedua<br />
sistem eko<strong>no</strong>mi ini tidak bisa dibandingbandingkan,<br />
dan tidak pula bisa diadu karena<br />
keduanya berada dalam perspektif berbeda.<br />
Tapi, yang jelas, eko<strong>no</strong>mi kerakyatan,<br />
terutama untuk sektor-sektor tertentu,<br />
pemerintah harus datang. Pemerintah harus<br />
mengembangkan mereka, memberi insentif,<br />
memberikan perlindungan, terutama dalam<br />
hal kepastian market mereka.<br />
Sementara untuk eko<strong>no</strong>mi neo-lib,<br />
pemerintah juga harus mengatur mereka agar<br />
tidak saling memakan. Misalnya, bagaimana<br />
pengusaha-penguasaha besar ini bermitra<br />
dengan pengusaha kecil. Umpamanya,<br />
bahan baku untuk pengusaha kecil disuplai<br />
oleh pengusaha-penguasaha besar. “Jadi,<br />
kita tidak bisa mematikan perilaku pasar, dan<br />
di satu sisi juga usaha kecil harus dilindungi,”<br />
ujar Achsanul Kosasi.<br />
Menurut catatan Achsanul Kosasi,<br />
hampir semua presiden – mulai dari<br />
Soeharto hingga SBY sekarang ini –<br />
memfokuskan atau mengarah kepada<br />
eko<strong>no</strong>mi rakyat kecil. Di masa Presiden<br />
Soeharto, kita mengenal perkoperasian yang<br />
kemudian mendapat fasilitas khusus tentang<br />
koperasi. Lalu, bergeser ke Presiden<br />
Habibie, ada lembaga penjamin koperasi,<br />
dimana kredit dijamin oleh koperasi, waktu<br />
itu dikenal KUT.<br />
Begitu pula di masa Presiden Megawati<br />
Soekar<strong>no</strong>putri, ada namanya kemitraan. Dan,<br />
di masa Presiden SBY sekarang ini ada program<br />
KUR (Kredit Usaha Rakyat). Namun, dari<br />
segi kuantitasnya memang tidak besar. Karena,<br />
menurut Achsanul Kosasi, yang diharapkan<br />
oleh semua presiden adanya transfer<br />
tek<strong>no</strong>logi. Untuk menjamin kelangsungan hidup<br />
eko<strong>no</strong>mi kecil. Tapi, tidak jalan.<br />
Jadi, peran negara di sini sangat penting.<br />
“Negara harus turun tangan, tapi bukan<br />
campur tangan,” tandas Achsanul Kosasi.<br />
Artinya, dalam hal-hal tertentu, UKM (Usaha<br />
Kecil Menengah) harus diberi proteksi, dan<br />
jangan seluruhnya diberikan kepada<br />
mekanisme pasar. “Kalau semua diberikan<br />
kepada mekanisme pasar, nggak bisa<br />
bersaing,” tambah Achsanul Kosasi.<br />
Achsanul Kosasi lalu menunjuk di Cina<br />
sebagai contoh paling ideal. Di Cina,<br />
sebagaimana ia pernah saksikan, begitu ada<br />
satu BUMN besar maka terhadap BUMN<br />
besar ini diwajibkan oleh pemerintah Cina<br />
agar konsultannya dari orang mereka. Begitu<br />
juga auditor, akuntan publik, konsultan HRD<br />
harus dari orang mereka. Dan, usaha-usaha<br />
kecil yang ada dilingkungan itu, mereka<br />
tunjuk.<br />
Jadi, pada intinya, negara harus membuat<br />
suatu kebijakan yang mengarah kepada<br />
persaingan sehat. Jangan sampai ada anak<br />
mas di perusahaan-perusahaan tertentu.<br />
Karena yang paling berat buat usaha kecil<br />
adalah akses pasar dan akses permodalan.<br />
Kalau dari tek<strong>no</strong>logi, dari sisi kreatifitas, dari<br />
sisi kepandaian, orang Indonesia ini pintarpintarlah.<br />
Tapi, yang jadi soal, menurut Achsanul<br />
Kosasi, setelah jadi barang. Kemana barang<br />
ini akan dijual. Kalau ada pesanan yang begitu<br />
banyak, kemana dia harus mencari tambahan<br />
modal. Untuk itu, dalam hal akses permodalan<br />
dan akses pemasaran, pemerintah harus<br />
datang. Setelah itu baru mereka dilepas untuk<br />
jangka waktu tertentu. “Jadi, pemerintah itu<br />
bukan campur tangan, tapi turun tangan,”<br />
katanya. ❏<br />
SCH<br />
EDISI NO.02/TH.VIII/FEBRUARI <strong>2014</strong><br />
61