06.11.2014 Views

no-02th-viiifebruari-2014

no-02th-viiifebruari-2014

no-02th-viiifebruari-2014

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

masyarakat,” jelas Arif Budimanta. “Karena<br />

semua diserahkan pada mekanisme pasar.<br />

Jadi, terserah pasar untuk melakukan proses<br />

menaikkan harga dari waktu ke waktu.”<br />

Nah, kalau dilihat dari konseptual, kedua<br />

sistem eko<strong>no</strong>mi (eko<strong>no</strong>mi kerakyatan dan<br />

eko<strong>no</strong>mi neo-lib) jelas berbeda. Seperti<br />

dijelaskan Arif Budimanta, eko<strong>no</strong>mi<br />

kerakyatan atau eko<strong>no</strong>mi berbasis konstitusi<br />

manfaatnya diberikan kepada rakyat banyak.<br />

“Yang menikmati adalah rakyat banyak.<br />

Pelaku eko<strong>no</strong>minya juga rakyat. Jadi, yang<br />

melakukan proses produksi itu rakyat<br />

banyak, dalam bentuk usaha bersama, dan<br />

yang melakukan proses distribusi juga usaha<br />

bersama,” ungkap politisi PDI Perjuangan ini.<br />

Kemudian, dalam hal ada kata dikuasai<br />

negara, seperti dijelaskan di Pasal 33,<br />

menurut Arif, itu untuk kepentingan rakyat<br />

banyak. Artinya, negara mengatur agar<br />

seluruh manfaat eko<strong>no</strong>mi dari berbagai<br />

macam sumber daya yang kita miliki itu,<br />

manfaatnya untuk orang banyak, bukan<br />

invidu per individu. Jadi, negara ikut<br />

mengatur. Sementara di sistem neo-lib<br />

tangan Negara hampir tidak ada.<br />

Perbedaan paling urgen, eko<strong>no</strong>mi<br />

berbasis neo-lib lebih mementingkan modal.<br />

Siapa yang kuat modalnya maka dialah yang<br />

menguasai. “Modal itu bisa orang banyak,<br />

dan bisa juga individu-individu,” jelas Arif<br />

Budimanta. Lalu, di eko<strong>no</strong>mi neo-lib negara<br />

tidak ikut terlibat di dalam pengaturan eko<strong>no</strong>mi,<br />

semua diserahkan pada mekanisme pasar.<br />

FOTO-FOTO: HUMAS MPR RI<br />

Masalahnya, menurut Arif Budimanta, tidak<br />

ada pasar yang sempurna. Pasar itu ibaratnya<br />

ada di dalam hutan. Keseimbangan bisa terjadi<br />

apabila ada survival. Siapa yang akan survive?<br />

Mereka yang kuat akan bertahan. Dari<br />

sisi eko<strong>no</strong>mi, yang akan bertahan adalah<br />

mereka yang dapat menguasai modal,<br />

menguasai eko<strong>no</strong>mi dari hulu sampai hilir. Dan<br />

itu kebanyakan individu-individu.<br />

Tapi, Achsanul Kosasi menilai, kedua<br />

sistem eko<strong>no</strong>mi ini tidak bisa dibandingbandingkan,<br />

dan tidak pula bisa diadu karena<br />

keduanya berada dalam perspektif berbeda.<br />

Tapi, yang jelas, eko<strong>no</strong>mi kerakyatan,<br />

terutama untuk sektor-sektor tertentu,<br />

pemerintah harus datang. Pemerintah harus<br />

mengembangkan mereka, memberi insentif,<br />

memberikan perlindungan, terutama dalam<br />

hal kepastian market mereka.<br />

Sementara untuk eko<strong>no</strong>mi neo-lib,<br />

pemerintah juga harus mengatur mereka agar<br />

tidak saling memakan. Misalnya, bagaimana<br />

pengusaha-penguasaha besar ini bermitra<br />

dengan pengusaha kecil. Umpamanya,<br />

bahan baku untuk pengusaha kecil disuplai<br />

oleh pengusaha-penguasaha besar. “Jadi,<br />

kita tidak bisa mematikan perilaku pasar, dan<br />

di satu sisi juga usaha kecil harus dilindungi,”<br />

ujar Achsanul Kosasi.<br />

Menurut catatan Achsanul Kosasi,<br />

hampir semua presiden – mulai dari<br />

Soeharto hingga SBY sekarang ini –<br />

memfokuskan atau mengarah kepada<br />

eko<strong>no</strong>mi rakyat kecil. Di masa Presiden<br />

Soeharto, kita mengenal perkoperasian yang<br />

kemudian mendapat fasilitas khusus tentang<br />

koperasi. Lalu, bergeser ke Presiden<br />

Habibie, ada lembaga penjamin koperasi,<br />

dimana kredit dijamin oleh koperasi, waktu<br />

itu dikenal KUT.<br />

Begitu pula di masa Presiden Megawati<br />

Soekar<strong>no</strong>putri, ada namanya kemitraan. Dan,<br />

di masa Presiden SBY sekarang ini ada program<br />

KUR (Kredit Usaha Rakyat). Namun, dari<br />

segi kuantitasnya memang tidak besar. Karena,<br />

menurut Achsanul Kosasi, yang diharapkan<br />

oleh semua presiden adanya transfer<br />

tek<strong>no</strong>logi. Untuk menjamin kelangsungan hidup<br />

eko<strong>no</strong>mi kecil. Tapi, tidak jalan.<br />

Jadi, peran negara di sini sangat penting.<br />

“Negara harus turun tangan, tapi bukan<br />

campur tangan,” tandas Achsanul Kosasi.<br />

Artinya, dalam hal-hal tertentu, UKM (Usaha<br />

Kecil Menengah) harus diberi proteksi, dan<br />

jangan seluruhnya diberikan kepada<br />

mekanisme pasar. “Kalau semua diberikan<br />

kepada mekanisme pasar, nggak bisa<br />

bersaing,” tambah Achsanul Kosasi.<br />

Achsanul Kosasi lalu menunjuk di Cina<br />

sebagai contoh paling ideal. Di Cina,<br />

sebagaimana ia pernah saksikan, begitu ada<br />

satu BUMN besar maka terhadap BUMN<br />

besar ini diwajibkan oleh pemerintah Cina<br />

agar konsultannya dari orang mereka. Begitu<br />

juga auditor, akuntan publik, konsultan HRD<br />

harus dari orang mereka. Dan, usaha-usaha<br />

kecil yang ada dilingkungan itu, mereka<br />

tunjuk.<br />

Jadi, pada intinya, negara harus membuat<br />

suatu kebijakan yang mengarah kepada<br />

persaingan sehat. Jangan sampai ada anak<br />

mas di perusahaan-perusahaan tertentu.<br />

Karena yang paling berat buat usaha kecil<br />

adalah akses pasar dan akses permodalan.<br />

Kalau dari tek<strong>no</strong>logi, dari sisi kreatifitas, dari<br />

sisi kepandaian, orang Indonesia ini pintarpintarlah.<br />

Tapi, yang jadi soal, menurut Achsanul<br />

Kosasi, setelah jadi barang. Kemana barang<br />

ini akan dijual. Kalau ada pesanan yang begitu<br />

banyak, kemana dia harus mencari tambahan<br />

modal. Untuk itu, dalam hal akses permodalan<br />

dan akses pemasaran, pemerintah harus<br />

datang. Setelah itu baru mereka dilepas untuk<br />

jangka waktu tertentu. “Jadi, pemerintah itu<br />

bukan campur tangan, tapi turun tangan,”<br />

katanya. ❏<br />

SCH<br />

EDISI NO.02/TH.VIII/FEBRUARI <strong>2014</strong><br />

61

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!