28.10.2014 Views

610.69 Ind d - Departemen Kesehatan Republik Indonesia

610.69 Ind d - Departemen Kesehatan Republik Indonesia

610.69 Ind d - Departemen Kesehatan Republik Indonesia

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

lulusan Harvard, Ahli Peneli Utama, pernah jadi pejabat eselon 2.<br />

Tetap beliau tidak menunjukkan adalah yang ”paling”. Hal inilah<br />

yang menyebabkan beliau tidak menderita post power syndrome<br />

setelah beliau dilengserkan dari eselon 2 menjadi ”rakyat biasa”.<br />

Beliau bersikap biasa saja. Hal ini ditunjukkan dengan kehadiran<br />

beliau dalam setiap upacara di kantor Depkes Pusat, berbaur<br />

dengan para peserta di lapangan terbuka yang panas disinari<br />

mentari pagi. Padahal beberapa bulan yang lalu beliau berdiri<br />

di depan di barisan para pejabat eselon 1 dan 2. Setelah beliau<br />

menjadi peneliti kembali, habitat yang memang disukai bu<br />

Endang, saat-saat awal setelah lengser dalam berbagai acara,<br />

saya selalu memulai pidato dengan tidak lupa mengucapkan<br />

”yang terhormat Ibu Endang”. Namun beliau berkeberatan. Hal<br />

itu langsung diucapkan beliau bahwa ”tidak perlu lagi diucapkan<br />

khusus untuk saya seperti itu”, kata beliau.<br />

Sekitar awal 2009, di lemari dekat ruangan saya (lantai 2 gedung<br />

Labdu Puslitbang BMF) tampak bungkusan besar yang ternyata<br />

berisi buku sekitar 50 eks. Saya tertarik dengan buku tersebut<br />

dan dengan seijin bu Endang; satu eksemplar buku tesebut<br />

dihadiahkan kepada saya. Judulnya ”Sudjiran Resosudarmo<br />

-- Ketekunan Membawa Hasil: Dari Anak Desa Menjadi Guru<br />

Besar”. Penulisnya adalah Satimah Mardjana Sudjiran (isteri dari<br />

Prof. Sudjiran Resosudarmo); dan salah satu editornya adalah<br />

bu Endang yang merupakan anak kedua dari enam anak Bapak<br />

Sudjiran Resosudarmo dan Ibu Satimah Mardjana. Dari buku<br />

biografi Prof. Sudjiran inilah kita bisa mengetahui sepenggal<br />

riwayat hidup bu Endang.<br />

Endang Rahayu Sedyaningsih lahir di Jakarta pada tanggal 1<br />

Februari 1955. Di rumah dan di lingkungan keluarga beliau,<br />

panggilan sehari-hari bu Endang adalah ”Enny”. Beliau<br />

merupakan anak kedua dari enam putera-puteri pasangan Prof.<br />

Sudjiran dan Dra. Satimah Mardjana (seorang Pustakawan).<br />

Dari enam bersaudara tersebut, saat ini yang hidup sampai<br />

dewasa hanya empat anak. Anak yang tertua (Wahyu Nurjaya)<br />

meninggal karena kecelakaan dan anak yang nomor empat<br />

(Sri Wahyuni Lestariningsih) meninggal karena sakit menjelang<br />

usia remaja. Sebagai anak kedua, oleh ayah dan ibunya, bu<br />

Endang dibentuk untuk menjadi anak yang mandiri, berani,<br />

dan pantang menyerah. Terlebih sejak Bapak Sudjiran dan<br />

Ibu Mardjana kehilangan putra tertua mereka saat masih anakanak.<br />

Kehilangan kakak laki-laki, membuat bu Endang terlecut<br />

untuk membantu pekerjaan yang dilakukan oleh ayah beliau. Bu<br />

Endang minta diajari mengemudikan kendaraan, mengganti ban<br />

mobil, dan pekerjaan mekanik lainnya yang sejenis. Tidak heran<br />

dalam usia 13 tahun, bu Endang sudah bisa mengemudi Jeep<br />

Toyota kendaraan keluarga.<br />

Dalam buku biografi ayahanda beliau, bu Endang ada menulis<br />

bahwa jika beliau menghadapi berbagai kesulitan, maka beliau<br />

akan teringat Nina (Sri Wahyuni Lestariningsih), adik beliau yang<br />

beliau sayangi, meninggal dalam usia 16 tahun. Berikut cuplikan<br />

tulisan beliau: ”Tetapi kalau saya menghadapi kesulitan di dalam<br />

pekerjaan atau dalam segi kehidupan saya yang lain, di kala saya<br />

hampir sampai pada titik putus asa, saya selalu teringat Nina. Pada<br />

usahanya yang tidak kenal lelah. Pada cita-citanya yang tidak kenal<br />

batas …......... Saya tidak akan pernah menyerah pada kesulitan.<br />

Nina sudah memberi contoh”. ”Ya bu Endang, kami seluruh warga<br />

Puslitbang BMF dan Badan Litbangkes berada di belakang Ibu”.<br />

Jastal<br />

Kepala Balai Litbang Pemberantasan Penyakit Bersumber<br />

Binatang<br />

Ibu Endang adalah peneliti senior yang suka berbagi ilmu<br />

pengetahuan dan punya punya tutur bahasa yang lembut dalam<br />

menyampaikan saran. Beliau adalah penengah bagi peneliti<br />

senior lainnya, apalagi peneliti yunior jika mendapat tekanan<br />

pertanyaan dari para reviewer atau peserta pertemuan. Beliau<br />

memberikan masukan untuk perbaikan jika ada yang memang<br />

harus diperbaiki dengan kata-kata yang sopan dan halus. Dalam<br />

memberikan masukan terhadap proposal/protokol atau materi<br />

yang disajikan selalu beliau memberikan contoh perbandingan.<br />

Baru kemudian menanyakan dengan sopan kepada penyaji. Satu<br />

115

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!