610.69 Ind d - Departemen Kesehatan Republik Indonesia
610.69 Ind d - Departemen Kesehatan Republik Indonesia
610.69 Ind d - Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
PT FI pun saya layangkan. Kemudian dalam suatu kesempatan<br />
browsing internet saya membaca ada penawaran pendanaan<br />
dari salah satu foundation dari negeri Belanda bagi yang akan<br />
melakukan penelitian terkait kesehatan ibu, maka iseng-iseng<br />
surat permohonanpun saya layangkan.<br />
Singkat cerita setelah kedua sumber tersebut menanggapi surat<br />
saya barulah saya serius kembali mengingat apa yang disarankan<br />
bu Endang dan terfokus membuat proposalnya. Selain itu ada<br />
juga respon dari Badan Litbangkes untuk membiayai penelitian<br />
bagi pembuatan disertasi sebesar Rp 27 juta, pak Ano yang<br />
mengaturnya waktu itu. Selama dalam proses penelitian, dalam<br />
kesempatan hanya sekali lewat ketemu bu Endang. Saya katakan<br />
kepada beliau, “Bu, saya jadi ikuti saran ibu untuk disertasi saya.”<br />
Beliau tersenyum, dan menjawab: “O, ya, bagus.”<br />
Hari berganti hari, tahun-tahun pun berlalu. Suatu saat di tahun<br />
2003 saya memberanikan diri mengetuk kamar kerjanya dengan<br />
membawa lukisan kulit kayu Suku Kamoro Kabupaten Mimika<br />
yang sudah dibingkai 0,5 x 0,5 m. Saya ingin sekali memberikan<br />
kenangan kepada beliau tetapi saya harus hati-hati karena saya<br />
dengar beliau kurang begitu suka dibawakan “sesuatu”.<br />
Saya pikir kalau ditolak tidak apa-apalah yang penting saya sudah<br />
berusaha. Ternyata beliau tersenyum riang memperhatikan<br />
lukisan dengan kanvas kulit kayu itu .“Cantik, ya. Kreasi penduduk<br />
asli,” katanya membuat hati saya tidak jadi kecewa. Belakangan<br />
saya ketahui, ketika saya mengintip kamar kerjanya, lukisan itu<br />
sudah terpasang di dinding.<br />
Dalam kesempatan itu saya juga membawa tulisan saya yang<br />
dimuat di Rubrik Opini Surat Kabar Sinar Harapan yang berjudul<br />
“Manajeman HIV AIDS di Kabupaten Mimika”. Saya tahu beliau<br />
adalah pakar HIV AIDS. Saya mencoba membuat tulisan itu<br />
meski sama sekali tidak terkait dengan disertasi saya tetapi saya<br />
kumpulkan datanya sambil mengumpulkan data untuk disertasi,<br />
lalu mencoba memodifikasinya menjadi tulisan ilmiah populer<br />
yang dapat dibaca untuk umum. Kembali ia tersenyum dan<br />
berkata, “Tulisan seperti ini sangat bermanfaat dan dibutuhkan<br />
semua kalangan.”<br />
Roda waktu berputar begitu cepat rasanya. Suatu ketika beliau<br />
menjadi Kapuslitbang Biomedis dan Farmasi, atasan saya. Pada<br />
waktu itu saya agak frustrasi dengan kelanjutan studi saya<br />
terkait dengan kebijakan Direktur Pasca Sarjana. Menurut kabar<br />
ada sampai 700-an mahasiswa pasca sarjana yang terhambat<br />
studinya (termasuk saya).<br />
Saya pun malas ke kantor karena tidak ada yang bisa dikerjakan,<br />
proposal-proposal penelitian tidak diterima bertahun-tahun,<br />
fasilitas kantor pun tidak mendukung untuk membuat/<br />
mengarang tulisan-tulisan. Ini masa yang mungkin disebut<br />
litbang = sulit berkembang. Maka saya pun banyak mengurus<br />
yayasan yang mendirikan Stikes. Nah, lalu saya mendapat kiriman<br />
surat cinta dari bu Endang agar menghadap beliau pada tanggal,<br />
hari, dan jam yang telah ditentukan.<br />
Saya datang dengan berbagai perasaan enak tidak enak, enak<br />
karena saya mendapat kesempatan ketemu dan berbicara<br />
dari hati ke hati, tidak enak karena mungkin kelakuan saya<br />
mengecewakan beliau.<br />
Ternyata beliau kembali tersenyum dan malah tertawa ketika<br />
mendengar uraian saya tentang Direktur Pasca Sarjana karena<br />
nampaknya beliau sudah tahu tentang itu. Ayah bu Endang<br />
pernah menjadi Rektor Universitas Negeri Jakarta, mungkin<br />
sedikit banyaknya beliau juga masih mengikuti perkembangan<br />
universitas itu.<br />
Bicara tentang proposal litbang yang “litbang” dan fasilitas<br />
peneliti yang kurang kondusif, beliau nampak memahami.<br />
Namun ketika saya katakan, “mungkin saya kurang cocok bekerja<br />
di sini, Bu.” Beliau menjawab, “Kalau masalah tidak cocok, saya<br />
rasa saya juga tidak cocok di sini bu Qom. Tetapi kenyataannya<br />
124