610.69 Ind d - Departemen Kesehatan Republik Indonesia
610.69 Ind d - Departemen Kesehatan Republik Indonesia
610.69 Ind d - Departemen Kesehatan Republik Indonesia
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
Kompas, Kamis 3 Mei 2012<br />
Bu Dokter, Kau Tak<br />
Pernah Pergi Kan?<br />
Arifin Panogoro<br />
Kabar duka itu menghampiri saya seperti belati yang<br />
mengiris ulu hati. Perih! Dokter Endang Rahayu sedyaningsih<br />
mendahului kita semua, Rabu (2/5), kembali ke Yang Ilahi.<br />
Sejatinya saya sebagaimana khalayak ramai ikuti pemberitaan<br />
tentang kesehatan mendiang Ibu Menteri <strong>Kesehatan</strong>, yang<br />
belakangan hari tengah merosot tajam karena penyakit yang<br />
diidapnya. Sayapun mendengar Bu Dokter, demikian saya kerap<br />
menyebut sosok almarhumah, terdeteksi mengidap penyakit<br />
kanker paru. Saya juga menyimak cerita beberapa kawan dan<br />
saudara saya yang kebetulan juga aktif di departemen yang ia<br />
pimpin, bahwa Bu Dokter sedang menjalani terapi.<br />
Satu hal yang bikin saya salut, kendati dalam fase pengobatan,<br />
ia tidak menunjkkan tanda-tanda mengendorkaan semangat<br />
dan dedikasi pada departemen yang ia pimpin. Adik saya yang<br />
jadi tenaga medis di sebuah rumah sakit di Ibu Kota malah<br />
menyebutkan “Dia tidak mau pergi Pin, seolah-olah dia tetap<br />
sehat seperti sediakala. Dia meminta kami semua fokus dalam<br />
tugas di ranah pengabdian medis.<br />
Gigih, cakap, rendah hati<br />
Hadirnya sosok Bu Dokter seperti rekan dalam berjuang.<br />
Ceritanya, kami sama-sama getol memperjuangkan bebasnya<br />
masyarakat <strong>Ind</strong>onesia dari ancaman bahaya tembakau.<br />
Ancaman dari pengisap tembakau di <strong>Ind</strong>onesia bukan isapan<br />
jempol belaka. Daya yang ada di Komisi Nasional Pengendalian<br />
Tembakau menunjukkan, tak kurang dari 40 juta anak <strong>Ind</strong>onesia<br />
rawan terpapar bahaya asap rokok. Pemicunya faktor orangtua<br />
atau saudara mereka yang punya kebiasaan buruk ini dalam<br />
menikmati tembakau di rumahnya.<br />
<strong>Ind</strong>onesia adalah “juara” ketiga dari konsumen terbesar rokok<br />
dunia setelah China dan <strong>Ind</strong>ia. Total rokok yang dibakar mencapai<br />
220 milyar batang per tahun di tanah Air. Fakta ini sungguh<br />
mencengangkan, sekaligus memprihatinkan.<br />
Di mata Bu Dokter, rupanya, maraknya konsumsi rokok tidak<br />
lepas dari gencarnya iklan dan promosi dari produsen yang<br />
mengemasnya dengan menarik bagi masyarakat. Rokok bahkan<br />
menyasar masyarakat dengan encitraan sebagai bagian dari<br />
gaya hidup modern. Berbagai bentuk “kampanye” rokok ini<br />
menumbuhkan kecemasan di kalangan praktisi yang menggagas<br />
pengendalian bahaya tembakau. Utamanya risiko pada anakanak<br />
dan perokok pasif.<br />
Sosok almarhumah begitu gigih mendukung gerakan dan<br />
kegiatan Komisi Nasional Pengendalian tembakau. Kebetulan<br />
saya dan keluarga turut aktif mendorong kegiatan komisi ini<br />
sebagai suatu gerakan masyarakat madani.<br />
Kegetolan Bu Dokter mendukung kami membuat saya<br />
kagum, tetapi juga bertanya-tanya dari mana sumber dan akar<br />
keberaniannya. Padahal, sudah jadi rahasia umum kekuatan<br />
lobi industri tembakau begitu besar pada kekuatan politik di<br />
republik ini. Bu Dokter tak suruh langkah. Dia tak terlihat mudah<br />
menyerah meskipun proses legislasi dalam mengegolkan<br />
regulasi pengendalian tembakau mengalami pasang surut yang<br />
tidak ringan bagi dirinya . Di titik ini, saya dan teman-teman yang<br />
giat dalam Komisi Nasional Pengendalian tembakau merasa<br />
kehilangan rekan sejawat dan seperjuangan.<br />
Sikap gigih Bu Dokter ternyata bukan “barang tiban” atau instan<br />
yang hadir begitu saja. Saya coba bicara dengan beberapa<br />
kolega dan temannya. Kebetulan ada teman semasa SMA Negeri<br />
4 Gambir, Jakarta Pusat, yang juga getol dalam kampanye<br />
pengendalian tembakau turut membagi senarai kisah Bu Dokter.<br />
Dari situ saya paham garis hidup dan perjalanannya, yang<br />
167