You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
“ Kerajaan Buleleng<br />
menganut hukum<br />
Tawan Karang, artinya<br />
hak menawan kapalkapal<br />
yang terdampar<br />
di pulau Bali.<br />
Sumber: image.google.com<br />
Gambar 10.7<br />
Pangera Antasari<br />
“<br />
Bab 10 | Perkembangan Masyarakat pada Masa Kolonial<br />
4. Perang Bali<br />
Pada 1844 dua buah kapal Belanda terdampar di Pantai Sangset<br />
Bali. Daerah tersebut merupakan wilayah Kekuasaan Buleleng. Kerajaan<br />
Buleleng menganut hukum Tawan Karang, artinya hak menawan kapalkapal<br />
yang terdampar di Pulau Bali. Belanda mengirimkan utusan agar<br />
kapal-kapal Belanda dilepaskan dan menghapus hukum Hak Tawan<br />
Karang. Raja Buleleng serta patihnya yang bernama I Gusti Ketut<br />
Jelantik tidak menghiraukan permintaan Belanda.<br />
Pada 1864 Belanda menyerang Buleleng, Benteng Buleleng<br />
Jagaraga dan istana Buleleng sehingga dikuasai Belanda. Setelah<br />
Belanda menguasai Kerajaan Buleleng, hal ini dimanfaatkan oleh<br />
raja-raja di Bali untuk merebut kembali kerajaan Buleleng dari tangan<br />
Belanda.<br />
Setelah mendengar berita bahwa istana Buleleng dikuasai kembali<br />
oleh raja-raja Bali, Belanda mengirimkan pasukan dan menyerbu<br />
Benteng Jagaraga pada 1849. Dalam peperangan itu rakyat Bali<br />
dipimpin oleh I Gusti Ketut Jelantik dan rakyat berperang habis-habisan.<br />
Peristiwa itu terkenal dengan nama Perang Puputan. Dalam perang<br />
tersebut Belanda mengerahkan pasukan besar dengan jumlah 5000<br />
pasukan dibawah pimpinan Mayjen A.V. Michiels.<br />
Sejak jatuhnya Buleleng, perjuangan rakyat makin lemah. Karang<br />
Asam dan Klungkungan masih melakukan perlawanan, tetapi Bedung,<br />
Bali, dan Jembrano sudah menyerah pada Belanda, bahkan memihak<br />
Belanda. Tak lama kemudian kerajaan, Klungkungan menyerah. Pada<br />
1849 seluruh wilayah Bali sudah dikuasai oleh Belanda.<br />
5. Perlawanan Pangeran Antasari<br />
Untuk menguasai suatu daerah, Belanda selalu menggunakan<br />
politik “adu domba”. Begitu juga yang terjadi di Kerajaan Banjar<br />
Kalimantan. Pada tahun 1859 Belanda mengangkat Sultan Tajmid yang<br />
tidak disukai oleh rakyat menjadi Sultan di Banjar. Padahal, ada yang<br />
lebih berhak menjadi sultan di Banjar, yaitu Pangeran Hamid. Pangeran<br />
Antasari membela Pangeran Hamid dengan melawan Belanda.<br />
Sultan Tajmid yang diangkat menjadi Sultan Banjar oleh Belanda<br />
mendapat perlawanan rakyat yang dipimpin oleh Pangeran Antasari<br />
dibantu oleh kepala-kepala daerah. Mereka sepakat untuk mengusir<br />
Belanda dari Banjar.<br />
Pada 18 April 1859, pecahlah perang yang dikenal dengan nama<br />
Perang Banjar. Kekuatan Antasari yang semula berjumlah 6000 orang<br />
makin lama makin bertambah sehingga Belanda mendapat kesulitan.<br />
Pada Oktober 1862, Pangeran Antasari merencanakan<br />
serangan besar-besaran terhadap Belanda. Dalam keadaan pasukan<br />
153