You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
Sudah lebih dari sebulan, Perdana Menteri<br />
Thailand Yingluck Shinawatra terusir dari<br />
kantornya di Bangkok. Massa anti-pemerintah<br />
yang digalang oleh Komite Reformasi Demokrasi<br />
Rakyat memblokade seluruh akses ke<br />
kompleks kantor Perdana Menteri. Setiap kali<br />
hendak menggelar rapat dengan anggota kabinetnya,<br />
dia terpaksa berpindah-pindah tempat.<br />
Bahkan kini, setiap kali bepergian, Yingluck<br />
harus menyamarkan perjalanannya. Tak ada<br />
lagi sirene meraung-raung. Tak ada pula konvoi<br />
kendaraan berderet-deret. Bahkan rombongan<br />
orang nomor satu di Thailand ini pun berhenti<br />
ketika lampu merah di jalan menyala. Seolaholah<br />
tak ada tempat lagi bagi Yingluck di Ibu<br />
Kota Bangkok.<br />
Di Bangkok, Yingluck mungkin dicaci. Tapi,<br />
di wilayah utara Thailand, di kampung kelahirinternasional<br />
Kami, para kaus merah, akan<br />
mengawalnya dengan pengamanan<br />
maksimum.<br />
Thailand.<br />
“Pemerintah bakal menghadapi masalah keuangan<br />
serius,” kata Nipon Puapongsakorn,<br />
ekonom Thailand Development Research<br />
Institute. “Beras bukanlah anggur, kalian tak<br />
bisa menyimpannya selamanya. Semakin lama<br />
ditimbun di gudang, nilainya bakal jatuh.”<br />
Kekhawatiran itu terbukti. Sejak beberapa<br />
bulan lalu, pembayaran subsidi beras ini mulai<br />
seret. Petani mulai kehilangan kesabaran. Pemerintah<br />
Thailand terpaksa menerbitkan surat<br />
utang untuk membayar subsidi beras yang<br />
tertunggak. Nilai subsidi beras terus membubung<br />
akibat kesalahan kalkulasi, korupsi, dan<br />
penyelundupan. Walhasil, bukan cuma petani<br />
Thailand yang menikmati subsidi, tapi petanipetani<br />
di Myanmar dan Kamboja juga ikut<br />
berpesta dengan guyuran subsidi beras dari<br />
pemerintah Thailand.<br />
●●●<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014