You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
nasional<br />
Ketua Komisi<br />
Pemberantasan Korupsi<br />
Abraham Samad<br />
Ekho Ardiyanto/antara foto<br />
Konferensi pers di kantor Komisi<br />
Pemberantasan Korupsi, Jakarta,<br />
Rabu, 19 Februari lalu, terasa berbeda.<br />
Biasanya pimpinan KPK atau<br />
juru bicara memberikan keterangan kepada<br />
wartawan dalam suasana rileks, tapi saat itu ketegangan<br />
menyelimuti wajah Abraham Samad.<br />
Ketua KPK itu seperti berusaha mengendalikan<br />
emosinya.<br />
Mantan aktivis antikorupsi itu menjelaskan<br />
sikap lembaganya atas pembahasan Rancangan<br />
Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana<br />
(RUU KUHP) dan Kitab Undang-Undang<br />
Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang bergulir di<br />
Dewan Perwakilan Rakyat. “KPK tidak sedang<br />
menolak serta-merta RUU KUHP dan RUU KU-<br />
HAP. Tetapi kami mohon kepada pemerintah<br />
untuk menunda,” kata Abraham, didampingi<br />
Wakil Ketua KPK Zulkarnain serta juru bicara<br />
Johan Budi.<br />
Abraham khawatir tugas KPK dalam memberantas<br />
korupsi bisa terganggu jika pemerintah<br />
dan DPR ngotot mengegolkan kedua RUU itu<br />
menjadi undang-undang. Ada beberapa hal<br />
krusial dalam dua rancangan tersebut yang<br />
dikhawatirkan oleh lembaga antirasuah itu, di<br />
antaranya dimasukkannya delik korupsi dalam<br />
Buku II RUU KUHP tentang Tindak Pidana,<br />
khususnya Bab XXXII tentang Tindak Pidana<br />
Korupsi.<br />
Aturan itu dinilai bisa menghilangkan sifat<br />
korupsi sebagai kejahatan luar biasa. Sebab,<br />
korupsi sudah diatur secara khusus (lex specialis)<br />
di dalam UU Tipikor Nomor 31 Tahun 1999,<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014