tidak berarti apa-apa ( M Daud Yoesoef. 2007). Sehingga akhirnya muncul kembali GerakanAceh Merdeka pada tahun 1976. Demikian pula PERMESTA, PRRI, penyelesaiannya adalahperang antara tentara dengan tentara. Lebih tragis peristiwa G 30 S, setelah terjadipenumpasan besar-besaran yang dilakukan oleh tentara, di bantu oleh kelompok kelompokmuda islam. Maka hingga saat ini di masyarakat Indonesia terjadi amnesia massal soal G30S.Berdasarkan praktek yang telah dilakukan dalam melaksanakan resolusi konflik di Indonesiapasca reformasi, maka pada dasarnya pendekatan resolusi konflik dapat dibagi menjadi duabagian. Pertama, pendekatan resolusi konflik dari atas. Sebagai model untuk pendekatan dariatas kita ambil model MOU Helsinki. Kedua, pendekatan resolusi dari bawah. Sebagai modeluntuk pendekatan resolusi konflik dari bawah kita ambil model gerakan baku bae Maluku.Pendekatan dari Atas : MOU HelsinkiPerdamaian Aceh yang diwujudkan melalui MOU Helsinki 15 Agustus 2005, merupakan satucerita sukses dalam resolusi konflik/ perdamaian di Indonesia dan dunia internasional.Perdamaian Aceh, menghasilkan Nobel Perdamaian bagi fasilitatornya yaitu Mahti Ahtisaari.Terjadi ”win-win solution” antara Pemerintah RI yang semula dengan option Otonomi Khusus,dan GAM dengan opsi Merdeka, akhirnya menjadi ”self goverment” yang ditransformasikankedalam UUPA.Political Will dari pemerintah pusat sangat kuat, Presiden dan wakil Presiden memberikan atensiyang tinggi terhadap setiap perkembangan proses perdamaian. Pemerintah mengirim sekaligus3 menteri, dan 3 senior officer, untuk terlibat sepenuhnya dalam perundingan. GAM mengirimseluruh seniornya. Perundingan dan dialog berlangsung serius dalam 6 putaran sejak 27Januari 2005.Fasilitator perundingan adalah bekas Presiden Finlandia, memiliki ”leverage” yang tinggi karenadidukung sepenuhnya oleh pemerintah Finlandia. Di dukung oleh pihak Uni Eropa, dan jugaSekjen PBB. Fasilitator memiliki pengalaman penyelesaian konflik di Namibia, Kosovo, danIrlandia Utara. Monitoring Mission/AMM. Dipimpin oleh pejabat senior Uni Eropa yang bukanberasal dari institusi fasilitator (CMI), wakilnya di tunjuk menteri dari Indonesia, dilengkapi oleh210 anggota tim dari negara-negara Eropa dan Asia yang berpengaruh. Sosialisasi hasilperundingan dilakukan secara sistemik, dokumen disiapkan, tim sosialisasi dibentuk.Dikordinasikan oleh Kementrian Polhukam. Didukung sepenuhnya oleh anggaran pemerintah.Perlu juga kita catat, meskipun pendekatan dari atas sangat siginifikan untuk penyelesaiankonflik di Aceh, namun kontribusi dari kelompok masyarakat sipil bukan berarti tidak ada bagiupaya terwujudnya perdamaian Aceh. ACSTF (Acehnese Civil Society Task Force), adalahsalah satu dari kelompok masyarakat sipil Aceh, yang sejak awal pendiriannya pada tanggal 8Oktober 2001, sudah gencar membuat kampanye bahwa penyelesaian konflik kekerasan diAceh, harus dilakukan dengan cara dialog. Mereka secara berkesinambungan membuatkonfrensi internasional, awalnya antara lain ”Brotherly Dialog among Acehnese for a Just Peacein Aceh" di Washington DC, 5 s.d. 8 Oktober 2001. Konferensi ini diadakan oleh InternationalForum For Aceh (IFA) dan Global peace Centre of American University. Kemudian berbagaipertemuan dialog Aceh damai terus dilakukan oleh ACSTF di tingkat nasional, maupun di tingkatlokal.29
Pendekatan dari Bawah : Gerakan Baku Bae MalukuBaku Bae adalah gerakan moral dari masyarakat bawah korban konflik, untuk menghentikankekerasan yang terjadi di Maluku, akibat konflik yang bernuansa agama. Inisiatif gerakan dimulai pada bulan April tahun 2000. Satu tahun setelah pecahnya konflik Maluku pada tanggal 19Januari 1999.Pada Agustus 2001, Gerakan Baku Bae mendapat penghargaan Suardi Tasrif Award dariAliansi Jurnalis Independen Indonesia, untuk upayanya mendorong diwujudkannya jurnalismedamai pada wilayah konflik di Indonesia. Pada 2005, Baku Bae dipilih oleh European Centre forConflict Prevention Utrecht-Netherlands menjadi salah satu cerita dari 65 “Successfull Stories”resolusi konflik di dunia. Diabadikan dalam buku People Building Peace II. Buku tersebut di“launching” pada saat Global Conference From Reaction To Prevention: Civil Society ForgingPartnership To Prevent Violent Conflict And Build Peace di PBB New York pada Juli 2005.Sejak awal, gerakan Baku Bae telah berupaya untuk menggali dan menggunakan sepenuhnyamekanisme-mekanisme lokal yang ada di Maluku untuk menyelesaikan konflik yang terjadi. Katabaku bae, berasal dari dunia anak-anak di Maluku. Ketika anak-anak di Maluku berkonflik, danakan berdamai, mereka mengatakan BAKU BAE (saling berbaikan), sambil menempelkanjempol mereka masing-masing.Mekanisme lokal untuk penyelesaian konflik antar Negeri (desa) yang berlaku atau dikenal diPulau Ambon, Pulau-pulau Lease, dan Pulau Seram yaitu Pela atau relasi perjanjian satu ataulebih negeri lain dan kadang menganut agama yang berbeda ( Bartels.Dieter. 2002). Tradisi pelatelah dikenal sejak abad ke 16. Menurut Bartels, ada tiga jenis pela yakni; pela Karas, PelaGandong atau Bongso, dan Pela Tempat Sirih. Pela Karas, timbul karena terjadi peristiwa yangsangat penting seperti pertumpahan darah atau peperangan yang tidak berkesudahan. PelaGandong berdasarkan ikatan turunan, berbagai mata rumah dalam negeri-negeri yang ber pelamenganggap dirinya satu keturunan. Pela Tempat Sirih, diadakan setelah suatu peristiwa yangtidak terlalu penting, karena insiden kecil atau terjadi saling tolong menolong.Konflik berdarah di Maluku tidak hanya melibatkan dua atau tiga negeri yang ber pela.Melainkan melibatkan seluruh negeri-negeri di Maluku yang jumlahnya ratusan. Karena itugerakan Baku Bae, pada hakikatnya mentransformasikan pela yang terbatas pada beberapanegeri menjadi pela gandong seluruh negeri/semesta. Dan diharapkan berfungsi sebagaiperjanjian untuk menghentikan konflik di Maluku.Workshop kritis merupakan media interaksi untuk mencari solusi bagi kedua kelompok yangberkonflik di Maluku yang telah terbelah total menjadi kelompok masyarakat Islam dan kelompokmasyarakat Kristen. Workshop kritis, bahasa lokalnya adalah Saniri. Saniri negeri dilakukan diMaluku untuk bermusyawarah mengambil keputusan untuk pembangunan negeri ( M. ShalehPutuhena. 2001).Pada workshop kritis ini dibongkar sumber konflik. Diidentifikasi siapa-siapa saja aktor yangterlibat di dalam konflik. Dilakukan analisa SWOT untuk mengukur kapasitas yang ada dan yangmungkin ada untuk diperkuat. Serta membuat perencanaan untuk melakukan aksi bersama bagipenghentian konflik di Maluku. Melalui workshop kritis ini diharapkan kedua belah pihak memilikikesadaran kritis sebagai subjek dalam melihat konflik yang terjadi, sehingga terhindar menjadisekedar objek yang dimobilisir dalam konflik. Serta melalui workshop ini juga diharapkanmeningkatnya kapasitas korban untuk mulai menjadi bagian dari pemecahan masalah (part ofsolution).30
- Page 1: POST-CONFLICT PEACEBUILDINGNaskah A
- Page 4 and 5: PengantarOleh : Kusnanto AnggoroTah
- Page 7 and 8: Gambar 2 : Kurva Konflik LundSetiap
- Page 9 and 10: Berulangnya kembali konflik merupak
- Page 11 and 12: sebagai masa yang cukup memadai unt
- Page 13 and 14: hubungan puisat-daerah yang lebih b
- Page 15 and 16: penyelesaian, maupun kerentanan sos
- Page 17 and 18: sesuatu dari proses itu. Inilah “
- Page 19 and 20: 1955 memecah negara ke dalam konfli
- Page 21 and 22: Tahapan Demokrasi di Indonesia seja
- Page 23 and 24: Demokrasi, Konflik dan KeamananMasa
- Page 25 and 26: Indonesia (TNI) dan Kepolisian Nega
- Page 27 and 28: Disintegrasi, Reintegrasi,dan Modal
- Page 29 and 30: Secara teoritis dan berdasarkan pen
- Page 31: Gambar Siklus Resolusi KonflikConfl
- Page 35 and 36: pengangguran, tidak sebandingnya da
- Page 37 and 38: akan dapat mencegah konflik kekeras
- Page 39 and 40: dan respon dini pencegahan konflik
- Page 41 and 42: pemerintahan yang ada belum mampu s
- Page 43 and 44: sehingga sulit melakukan koordinasi
- Page 45 and 46: espon dini 25 . Bagaimana menjadika
- Page 47 and 48: tujuan perdamaian dirumuskan (subst
- Page 49 and 50: Transisi Demokrasi,Konflik Sosial d
- Page 51 and 52: Dengan demikian penyalahgunaan keku
- Page 53 and 54: penekanan pada fungsi preventif, me
- Page 55 and 56: Pertama, Pengertian dan batasan buk
- Page 57 and 58: ersama untukmengakhiri konflik,atau
- Page 59 and 60: Stabilisasi dan Pemullihan Pasca Ko
- Page 61 and 62: melalui negosiasi, kompromi atau me
- Page 63 and 64: masyarakat secara normal serta meng
- Page 65 and 66: Keenam, fungsi intermediasi/fasilit
- Page 67 and 68: fungsi penciptaan keamanan ini. Den
- Page 69 and 70: dibalik ketimpangan antar kawasan d
- Page 71 and 72: Daftar BacaanBartrand, Jacques, (20
- Page 73 and 74: dikontrol dengan prinsip-prinsip da
- Page 75 and 76: perang, sebab di dalam tugas ini mi
- Page 77 and 78: Berkaitan dengan hal ini, kelompok
- Page 79 and 80: pelecehan ataupun penguasaan tentar
- Page 81 and 82: MOOTW/PSO. Di sinilah perlunya hubu
- Page 83 and 84:
eformasi Polri yang dimaksud. Di ba
- Page 85 and 86:
hukum (Rechstaat) bukan Negara keku
- Page 87 and 88:
ersangkutan dinyatakan bahwa “Pen
- Page 89 and 90:
tersebut ditentukan bahwa struktur
- Page 91 and 92:
dalam bidang structural dan instrum
- Page 93 and 94:
Ada banyak faktor penyebab yang iku
- Page 95 and 96:
Profil Singkat PenulisCornelis LayP
- Page 97 and 98:
Lambang Trijono memperoleh gelar Ma