Post-Conflict Peacebuilding:Governability PerspectiveOleh : Cornelis LayPengantarKebutuhan akan adanya skema kebijakan jangka panjang pembangunan perdamaian (long termpost conflict peace-building) bagi Indonesia merupakan kebutuhan strategis yang harus secarasungguh-sungguh mulai dipikirkan. Hal ini terkait dengan dua fakta berikut ini. Pertama, seringterjadinya relapsing konflik diberbagai daerah, bahkan pola pengulangan konflik cenderungbersifat siklikal. Hasil-hasil kajian atas konflik di banyak daerah, Kalimantan Tengah dan Barat,misalnya, mengkonfirmasi pola konflik horizontal yang bersifat siklikal. Demikian pula yangditunjukan oleh kasus konflik di Poso dan sejumlah daerah lainnya yang terus sajamendapatkan alasan dan energi untuk berulang kembali.Kedua, ada kecenderungan pemajemukan dan sekaligus perluasan dan pendalaman wilayahkonflik sebagai akibat dari efek penularan (efek domino), proses imitasi (peniruan), dansekaligus perubahan sumber-sumber konflik. Adanya kawasan yang oleh Tomagoladigambarkan sebagai “ring of fire” yang menyebabkan mudah menjalarnya konflik mengikutialur-alur gerak ring of fire sebagaimana ditunjukan oleh kasus Maluku dan Maluku Utara,semakin tingginya densitas konflik sebagaimana digambarkan melalui hasil riset Ichsan Malik,dkk (2007) yang bahkan mulai menjangkau kawasan-kawasan baru yang steril konflik di masalalu, serta semakin kecilnya, tapi menyebarnya skala konflik mengikuti sumber-sumberketegangan politik dan perebutan kekuasaan di berbagai daerah mengindikasikan hal ini.Kedua fakta di atas memastikan besarnya potensi Indonesia untuk berada dalam situasi konfliksebagai penjara permanennya. Dan karenanya, pengembangan skema kebijakan jangkapanjang pembangunan perdamaian menjadi pilihan yang tidak terelakan.PendekatanSebagai sebuah skema menyeluruh dan karena perbedaan watak dasar dari persoalan danjalan keluar yang harus diberikan untuk tahapan yang berbeda-beda, post conflict peacebuilding bisa dipastikan merupakan kerja yang di satu sisi bersifat kolektif-sinergis dari keahliandan kemampuan multi-actors yang berbeda-beda, tapi sekaligus mensyaratkan spesialisasiyang tinggi untuk masing-masing tahapan. Long term post conflict peace-building adalah skemakebijakan menyeluruh yang mencakup tahapan-tahapan stabilisasi, rekonstruksi, sustainableeconomy, rule of law dan justice, dan kesejahteraan sosial. Tetapi masing-masing tahapanmenuntut syarat-syarat peran yang berbeda-beda.Salah satu aktor kunci dalam keseluruhan skema di atas adalah Negara. Suplemen makalah inimemusatkan perhatian pada peran negara dengan menggunakan governability (kapasitas untukmemproduksi dan mendelivery political goods) sebagai perspektif.Penekanan pada peran Negara berangkat dari tiga pengandaian dan kenyataan berikut ini.Pertama, secara normatif kewajiban untuk menciptakan keamanan – atau long term peace --adalah inherent dalam fungsi dasar negara. Rasion d’etre dari kehadiran negara, terkait dengan63
fungsi penciptaan keamanan ini. Dengannya, secara hipotetik kemunculan konflik, apalagidalam rautnya sebagai konflik berulang merupakan indikasi yang valid dari kegagalan fungsidasar negara. Sejumlah literatur bahkan menempatkan konflik yang berulang sebagai salah satubagian inti dari komposit indeks dalam mengukur tingkat kekuatan dan kelemahan sebuahNegara.Dalam konteks ini, penekanan pada peran negara dalam skema kebijakan post conflict peacebuildingdapat dibaca sebagai instrumen untuk menormalkan fungsi dasar Negara:mengembalikan alasan bagi kehadiran negara. Hal ini membawa kita pada alasan kedua.Kedua, secara faktual, sejumlah hasil kajian menunjukan, berulangnya konflik merupakan fungsidari lemahnya kapasitas governability dan rendahnya legitimasi negara. Studi-studi telahmengkonfirmasi, weak state, apalagi failed state dan collapse state adalah sumber utama darikonflik dan conflict relapsing di banyak negara. Rotberg misalnya, menegaskan bahwa Negaragagal senantiasa terkait dengan dua sebab yang saling terkait: ketidak-mampuan Negara dalammenyediakan political goods yang merupakan alasan pokok bagi kehadiran Negara. Negaradalam hal ini (a) gagal menyediakan keamanan yang merupakan fungsi monopoli Negara yangnormalnya bisa disediakan melalui kapasitas mencegah invasi asing, mengeliminasi ancamandomestik yang mengancam tatanan sosial, mencegah kriminalitas, dan mengelola perbedaankepentingan di dalam masyarakat tanpa kekuatan koersif. (b) gagal memelihara tata hukumsebagai standar perilaku yang meregulasi interaksi penduduk; (c) gagal memproduksi danmendelivery pelayanan kesehatan dan pendidikan yang terjangkau dan merata; (d) gagalmenyediakan infrastruktur dasar seperti jalan dan sarana komunikasi; (e) gagalmengembangkan sistem keuangan dan perbankan yang stabil; (f) gagal menyediakankesempatan ekonom dan lingkungan bisnis yang kondusif; (g) gagal menyediakan ruang publik(public sphere) yang menjamin hak berpartipasi dan berkompetisi, respek dan menyokonginstitusi politik nasional dan regional, toleran terhadap perbedaan, dan hak-hak dasar sipil danasasi; (h) gagal melakukan pengawasan dan pengaturan atas lingkungan.Indonesia masa kini memang jauh dari kondisi yang digambarkan di atas. Tetapi secara partial,kita tetap menemukannya dalam pengalaman kita. Apalagi jika kita memperhatikan sejumlahkharakteristik dasar dari Negara gagal sebagai berikut: (a) adanya ketegangan, konflik, bahaya,faksionalisme; (b) kekerasan yang mengarah ke perang internal; (c) perang sipil yang dapatberangkat dari perselisihan komunal (suku, agama, dsbnya); (d) ketidak-mampuan mengontrolbatas wilayah atau hilangnya kontrol atas bagian wilayah; (e) kecenderungan regim kekuasaanmemangsa bangsa/ rakyat sendiri; (f) peningkatan angka pertumbuhan kriminalitas yangditandai muncul dan meluasnya geng kriminal yang berkuasa atas kota-kota, penyelundupan,dsbnya, lumpuhnya pihak keamanan, merajelalanya anarki, pengambil-alihan fungsipengamanan oleh orang kuat lokal (warlord); (g) ketidak-mampuan memberikan keamananpada seluruh wilayah; (h) lemah dan cacatnya institusi dimana hampir tidak ditemukan debatdemokratis; (i) terjadinya deprivasi sistem pendidikan dan kesehatan; (j) merajalelanya korupsi;(k) pejabat memperkaya diri dengan dana negara; (l) terjadi kekacauan ekonomi yang berujungpada kelaparan; dan (m) dikuasainya negara oleh kelas atau kelompok terbatas.Ketiga, studi-studi lebih mikro menunjukan konflik yang berulang sering terkait dan sekaligusbersumber dari dalam diri Negara sendiri. Kegagalan Negara dalam menyelesaikan persoalanpersoalanyang terkait dengan representasi dan distribusi, misalnya, terbukti menjadi strukturdisinsentif yang menggerogoti legitimasi Negara. Kondisi ini pada gilirannya, menjadi kondisiobyektif bagi kemunculan kembali konflik di banyak tempat.64
- Page 1:
POST-CONFLICT PEACEBUILDINGNaskah A
- Page 4 and 5:
PengantarOleh : Kusnanto AnggoroTah
- Page 7 and 8:
Gambar 2 : Kurva Konflik LundSetiap
- Page 9 and 10:
Berulangnya kembali konflik merupak
- Page 11 and 12:
sebagai masa yang cukup memadai unt
- Page 13 and 14:
hubungan puisat-daerah yang lebih b
- Page 15 and 16: penyelesaian, maupun kerentanan sos
- Page 17 and 18: sesuatu dari proses itu. Inilah “
- Page 19 and 20: 1955 memecah negara ke dalam konfli
- Page 21 and 22: Tahapan Demokrasi di Indonesia seja
- Page 23 and 24: Demokrasi, Konflik dan KeamananMasa
- Page 25 and 26: Indonesia (TNI) dan Kepolisian Nega
- Page 27 and 28: Disintegrasi, Reintegrasi,dan Modal
- Page 29 and 30: Secara teoritis dan berdasarkan pen
- Page 31 and 32: Gambar Siklus Resolusi KonflikConfl
- Page 33 and 34: Pendekatan dari Bawah : Gerakan Bak
- Page 35 and 36: pengangguran, tidak sebandingnya da
- Page 37 and 38: akan dapat mencegah konflik kekeras
- Page 39 and 40: dan respon dini pencegahan konflik
- Page 41 and 42: pemerintahan yang ada belum mampu s
- Page 43 and 44: sehingga sulit melakukan koordinasi
- Page 45 and 46: espon dini 25 . Bagaimana menjadika
- Page 47 and 48: tujuan perdamaian dirumuskan (subst
- Page 49 and 50: Transisi Demokrasi,Konflik Sosial d
- Page 51 and 52: Dengan demikian penyalahgunaan keku
- Page 53 and 54: penekanan pada fungsi preventif, me
- Page 55 and 56: Pertama, Pengertian dan batasan buk
- Page 57 and 58: ersama untukmengakhiri konflik,atau
- Page 59 and 60: Stabilisasi dan Pemullihan Pasca Ko
- Page 61 and 62: melalui negosiasi, kompromi atau me
- Page 63 and 64: masyarakat secara normal serta meng
- Page 65: Keenam, fungsi intermediasi/fasilit
- Page 69 and 70: dibalik ketimpangan antar kawasan d
- Page 71 and 72: Daftar BacaanBartrand, Jacques, (20
- Page 73 and 74: dikontrol dengan prinsip-prinsip da
- Page 75 and 76: perang, sebab di dalam tugas ini mi
- Page 77 and 78: Berkaitan dengan hal ini, kelompok
- Page 79 and 80: pelecehan ataupun penguasaan tentar
- Page 81 and 82: MOOTW/PSO. Di sinilah perlunya hubu
- Page 83 and 84: eformasi Polri yang dimaksud. Di ba
- Page 85 and 86: hukum (Rechstaat) bukan Negara keku
- Page 87 and 88: ersangkutan dinyatakan bahwa “Pen
- Page 89 and 90: tersebut ditentukan bahwa struktur
- Page 91 and 92: dalam bidang structural dan instrum
- Page 93 and 94: Ada banyak faktor penyebab yang iku
- Page 95 and 96: Profil Singkat PenulisCornelis LayP
- Page 97 and 98: Lambang Trijono memperoleh gelar Ma