12.07.2015 Views

POST-CONFLICT PEACEBUILDING 2009 - Propatria Institute

POST-CONFLICT PEACEBUILDING 2009 - Propatria Institute

POST-CONFLICT PEACEBUILDING 2009 - Propatria Institute

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Dengan demikian penyalahgunaan kekuasaan dan manipulasi hukum, pemulihan hak dan gantirugi, merupakan aspek yang harus diperhitungkan pula dalam memerankan hukum untukmenyelesaikan konflik sosial. Dalam hal ini sistem hukum justru harus dibenahi, yaitu ketikasistem hukum tidak lagi memadai. Perbaikan atau reformasi terhadap berbagai komponenhukum harus dilakukan, baik mengenai kodifikasi aturan yang ada atau peraturan perundangundanganyang berlaku, lembaga-lembaga pelaksana dan pejabatnya, maupun kultur hukumnya–dalam arti merumuskan kembali sistem hukum sesuai dengan nilai-nilai keadilanmasyarakatnya. Kepolisian dan kejaksaan yang bersih dan bekerja sesuai hukum merupakanunsur yang penting bagi bekerjanya sistem hukum. Peradilan yang profesional dan tidakmemihak sangat dibutuhkan dalam memutus perkara yang dimajukan kepadanya. Aturan-aturanhukum yang lebih menjamin keadilan dan hak-hak masyarakat harus menggantikan aturanaturanlama yang mengabaikannya.Hukum Pasca KonflikUntuk menyelesaikan konflik yang berskala masif dan ditandai oleh gross violations of humanrights, ECOSOC (The United Nations Economic and Social Council) merekomendasikan sebuahpendekatan atau proses yang berorientasi kepada korban yang disebut restorative justice.ECOSOC mendefinisikan restorative justice sebagai tindakan berkelanjutan dalam menghadapikriminalitas berdasarkan prinsip yang menghargai kehormatan dan kesetaraan setiap orang,mengembangkan kesepahaman, dan memajukan harmoni sosial guna penyembuhan (healing)korban, pelaku tindak pidana maupun masyarakatnya.Melalui pendekatan ini hendak dicapai berbagai tujuan sekaligus: para korban konflik sosialdapat “dipulihkan” kondisinya (restoration), suatu hal yang tidak mudah, dan merasa lebih aman;pelaku mengetahui kesalahannya dan secara sadar bertanggungjawab atas tindakannya dalamkonflik; masyarakat semakin memahami akar-akar konflik sehingga dapat mencegahterulangnya konflik dan memajukan kehidupan bersama. Penyelesaian konflik tidak berhentidengan berhentinya konflik. Langkah-langkah lebih lanjut untuk mentransformasikan konflik(conflict transformation) merupakan suatu keniscayaan, misalnya diawali dengan mengadilipenanggung jawab konflik.Penyelesaian konflik dengan perspektif restorative justice mencakup mediasi, konsiliasi,conferencing, sentencing circles. Perpaduan antara peradilan HAM di satu sisi, dengan komisikebenaran dan rekonsiliasi (KKR) di sisi lain, tuntutan ganti rugi dan redistribusi sumber dayaalam (seperti land reform), peradilan pidana terhadap tindak kekerasan, dan peningkatanharmoni sosial (lintas etnik, kelompok keagamaan atau ikatan primordial lainnya) merupakancara-cara penyelesaian konflik sosial yang sedikit-banyak juga mengintegrasikan pendekatanrestorative justice.Dengan demikian, bukan hanya perlu untuk “mengadili masa lampau” (transitional justice), tetapidibutuhkan pula perbaikan (reformasi) sistem, politik atau kebijakan dan institusi hukum untukmemenuhi kebutuhan masyarakat dalam merajut masa depan kehidupannya yang lebih baik.Perbaikan ini dapat menyangkut politik hukum dalam sistem peradilan pidana (penal policy).Suatu persoalan yang penting untuk dijawab misalnya, adalah keseriusan penegakan hukumterhadap pelanggaran HAM masa lampau, pencegahan diskriminasi (keagamaan, sosialekonomi,kultural), selain keseriusan dalam pemberantasan narkoba.48

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!