peran tersebut telah dilaksanakan secara optimal, patut diduga bahwa Polri, baik secaralangsung maupun tidak langsung, telah terlibat dalam menyelesaikan konflik secara bermartabatdan manusiawi, yang pada gilirannya akan membangun perdamaian. Pertama, dasar normativeapa yang menjadikan Polri harus menjalankan peran tersebut. Kedua, bagaimana Polrimengimplementasikan peran ideal di atas, terutama dalam hubungannya dengan menciptakankamtibmas dan memelihara perdamaian di daerah pasca konflik. Kekuatan apa yangmengakibatkan keberhasilan, di satu sisi, dan di sisi lain, factor apa yang menghambatnya.Ketiga, solusi apa yang dapat ditawarkan untuk mengatasi kendala yang dihadapi Polri,terutama jajaran Polri di garis terdepannya.Fungsi Ideal PolriReformasi memberi kesempatan seluas-luasnya kepada kita untuk melakukan pemikiran ulang(rethinking) tentang berbagai aspek kehidupan bernegara. Belajar dari pengalaman sejarahpolitik selama ini, ternyata, jiwa kemerdekaan yang terkandung dalam UUD 1945 belumsepenuhnya dilaksanakan secara optimal. Kedaulatan rakyat yang merupakan pangkal tolakNegara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) lebih banyak dijadikan retorika ketimbangdilaksanakan. Presiden yang mestinya menjadi kepala cabang kekuasaan Eksekutif, di masalalu justru menjadi pemimpin dari tiga cabang kekuasaan sekaligus: Legislatif, Eksekutif danYudikatif. Demi menciptakan stabilitas politik yang maknanya kelanggengankepemimpinannnya, struktur kekuasaan semacam itu dijadikan landasan utamanya. Checks andBalances antara Eksekutif dan Legislatif, ditafsirkan sebagai membahayakan integrasi nasional.Oleh karenanya dihindari. Untuk memperkuat posisi Eksekutif, Presiden menjadikan Birokrasisipil dan militer sebagai instrument kekuasaannya. Polri, yang mestinya menjadi alat Negara –bukan alat kekuasaan – bersama TNI, diintegrasikan ke dalam ABRI (Angkatan BersenjataRepublik Indonesia) untuk menjadi pilar utama stabilitas politik di dalam negeri. Untuk sekianlama, baik di masa Presiden Sukarno, dan terutama di era Presiden Soeharto, peran ABRI yangdemikian justru dilembagakan. 73Kesempatan untuk menata ulang struktur dan peran lembaga-lembaga Negara agar sesuaidengan UUD 1945 baru dapat dilakukan setelah reformasi politik terjadi. Tiadanya kekuatansentral yang sangat hegemonic, telah memungkinkan bangsa ini menyusun kembali peta jalan(road map) Republik Indonesia, yang selama ini sangat bias pada Pemimpin Besar RevolusiBung Karno atau Bapak Pembangunan Jenderal Besar Soeharto. Bangsa Indonesia selanjutnyaharus menggunakan landasan pokok dalam bernegara secara modern, yakni konstitusi. Bahkan,bila konstitusi pun dianggap perlu diamandemen, bukan lagi menjadi sesuatu yang taboo. Danitulah yang terjadi, lewat empat kali amandemen, kita dalam waktu yang relative cepat, telahmampu melakukan berbagai perubahan langkah dalam bernegara dan berbangsa. Negarabukan lagi institusi yang terlalu perkasa di hadapan rakyatnya. Justru, dengan amandemen itu,kita berkeinginan untuk secara lebih proporsional meletakan keduanya, yakni kekuasaanNegara di satu pihak, dan di pihak lain, adalah kedudukan rakyat Indonesia.Dalam bidang kemananan nasional, perlunya pemikiran ulang itu telah melahirkan sebuahlangkah konkrit yang sangat fundamental. Polri, dikembalikan ke dalam posisinya sebagai alatNegara penegak hukum. Dengan demikian, berbeda dengan masa-masa sebelumnya, Polrisejak April 1999 telah dipisahkan dari TNI, dan diharapkan menjadi lembaga otonom yangmampu diandalkan dalam proses yang belum ada sejarahnya, yakni keniscayaan Negara73 Uraian panjang lebar mengenai Polri di masa lalu, simak tulisan Jenderal Pol (Purn.) Prof. Dr. Awaloedin Djamin etal., Sejarah Perkembangan Kepolisian di Indonesia, dari zaman Kuno sampai Sekarang, Penerbit PTIK Press, 2006.81
hukum (Rechstaat) bukan Negara kekuasaan (Machstaat). Pengalaman selama inimenunjukkan bahwa kendati secara retorika Indonesia adalah Negara hukum, secara empiric,kita lebih merupakan Negara kekuasaan. Bukan hukum menjadi panglima, melainkankekuasaanlah yang menentukan arah perjalanan Negara-bangsa ini. Polri dewasa inidiharapkan untuk menjadi salah satu kekuatan yang mampu mengemban tugas tersebut, disamping lembaga-lembaga penegak hukum lainnya. Keberhasilan Polri di dalam menegakanhukum akan menjadi salah satu indicator utama dari keberhasilan reformasi. Berangkat darikeinginan tersebut, maka dirumuskanlah sejumlah ketentuan yang diharapkan menjadi dasarPolri dalam melakukan reformasi dirinya.Pertama, pemisahan Polri dari TNI. Dimulai dengan kebijakan pemerintah yang memisahkanPolri dari TNI pada 1 April 1999. Mulai tanggal tersebut, berdasarkan Instruksi Presiden RI,system dan penyelenggaraan pembinanan kekuatan dan operasional Polri dialihkan keDephankam. Untuk kemudian, Inpres ini menjadi titik balik (turning point) dari perubahanparadigma dan praksis Polri ke depan. Lewat reformasi ini, Polri bertekad untuk melakukanperubahan secara menyeluruh menuju Polri yang professional dan mandiri, menjadi alat Negarayang efektif, serta tidak mengabaikan kepentingan masyarakat. Reformasi Polri diharapkanmampu mewujudkan Polri sebagai alat penegak hukum yang sesuai dengan prinsip-prinsipmasyarakat madani (civil society), yang bercirikan supremasi hukum dan menjunjung tinggi HakAzasi Manusia (HAM).Kedua, Keputusan Presiden RI No. 89 Tahun 2000 tentang Kedudukan Keposian Negara RIlebih melembagakan lagi keberadaan Polri yang lepas dari Departemen Pertahanan RI. Di sanadinyatakan bahwa “Kepolisian Negara Republik Indonesia berkedudukan langsung dibawahPresiden” (Pasal 2 ayat 1). Keppres ini – yang lahir bersamaan dengan HUT Polri pada 1 Juli2000 - selanjutnya menyatakan juga bahwa untuk masa berikutnya, tidak ada lagi hubunganstructural antara Polri dengan TNI, karena selain dipimpin oleh Kepala Kepolisian NegaraRepublik Indonesia, dalam menjalankan tugasnya Polri harus berkoordinasi dengan KejaksaanAgung dalam urusan yudisial dan Departemen Dalam Negeri dalam urusan ketentraman danketertiban umum. 74Ketiga, untuk lebih memberikan bobot hukum mengenai kedudukan Polri yang baru tersebut,selanjutnya dirumuskanlah Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) no VI/MPR/2000tentang Pemisahan TNI dan Polri. Dalam Pasal 1 Tap MPR tersebut ditegaskan bahwa “TentaraNasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia secara kelembagaan terpisahsesuai dengan peran dan fungsi masing-masing. Dalam Pasal 2 ayat (1) dinyatakan bahwa“Tentara Nasional Indonesia adalah alat Negara yang berperan dalam pertahanan Negara.”Sedangkan “Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah alat Negara yang berperan dalammemelihara keamanan” (Pasal 2 ayat 2). Untuk lebih memperkuat peran kedua institusi yangsebelumnya pernah menyatu tersebut, MPR kemudian membuat Ketetapan No VII/MPR/2000tentang Peran Tentara Nasional Indonesia dan Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia.Khusus mengenai peran Polri dinyatakan dalam Tap MPR tersebut sebagai berikut: “KepolisianNegara Republik Indonesia merupakan alat Negara yang berperan dalam memeliharakeamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, memberikan pengayoman, danpelayanan kepada masyarakat.” 75 Mengenai posisi Polri, selanjutnya, dinyatakan dalam salahsatu konsideran Tap MPR tersebut bahwa TNI dan Polri merupakan lembaga yang setara74 Pasal 2 ayat (2) dan ayat (3) Kepres No 89 tahun 2000 tentang Kedudukan Kepolisian Negara RI.75 Pasal 6 ayat (1) Tap MPR No VII/MPR/2000 tentang Peran Tentara Nasional Indonesia dan Peran KepolisianNegara Republik Indonesia.82
- Page 1:
POST-CONFLICT PEACEBUILDINGNaskah A
- Page 4 and 5:
PengantarOleh : Kusnanto AnggoroTah
- Page 7 and 8:
Gambar 2 : Kurva Konflik LundSetiap
- Page 9 and 10:
Berulangnya kembali konflik merupak
- Page 11 and 12:
sebagai masa yang cukup memadai unt
- Page 13 and 14:
hubungan puisat-daerah yang lebih b
- Page 15 and 16:
penyelesaian, maupun kerentanan sos
- Page 17 and 18:
sesuatu dari proses itu. Inilah “
- Page 19 and 20:
1955 memecah negara ke dalam konfli
- Page 21 and 22:
Tahapan Demokrasi di Indonesia seja
- Page 23 and 24:
Demokrasi, Konflik dan KeamananMasa
- Page 25 and 26:
Indonesia (TNI) dan Kepolisian Nega
- Page 27 and 28:
Disintegrasi, Reintegrasi,dan Modal
- Page 29 and 30:
Secara teoritis dan berdasarkan pen
- Page 31 and 32:
Gambar Siklus Resolusi KonflikConfl
- Page 33 and 34: Pendekatan dari Bawah : Gerakan Bak
- Page 35 and 36: pengangguran, tidak sebandingnya da
- Page 37 and 38: akan dapat mencegah konflik kekeras
- Page 39 and 40: dan respon dini pencegahan konflik
- Page 41 and 42: pemerintahan yang ada belum mampu s
- Page 43 and 44: sehingga sulit melakukan koordinasi
- Page 45 and 46: espon dini 25 . Bagaimana menjadika
- Page 47 and 48: tujuan perdamaian dirumuskan (subst
- Page 49 and 50: Transisi Demokrasi,Konflik Sosial d
- Page 51 and 52: Dengan demikian penyalahgunaan keku
- Page 53 and 54: penekanan pada fungsi preventif, me
- Page 55 and 56: Pertama, Pengertian dan batasan buk
- Page 57 and 58: ersama untukmengakhiri konflik,atau
- Page 59 and 60: Stabilisasi dan Pemullihan Pasca Ko
- Page 61 and 62: melalui negosiasi, kompromi atau me
- Page 63 and 64: masyarakat secara normal serta meng
- Page 65 and 66: Keenam, fungsi intermediasi/fasilit
- Page 67 and 68: fungsi penciptaan keamanan ini. Den
- Page 69 and 70: dibalik ketimpangan antar kawasan d
- Page 71 and 72: Daftar BacaanBartrand, Jacques, (20
- Page 73 and 74: dikontrol dengan prinsip-prinsip da
- Page 75 and 76: perang, sebab di dalam tugas ini mi
- Page 77 and 78: Berkaitan dengan hal ini, kelompok
- Page 79 and 80: pelecehan ataupun penguasaan tentar
- Page 81 and 82: MOOTW/PSO. Di sinilah perlunya hubu
- Page 83: eformasi Polri yang dimaksud. Di ba
- Page 87 and 88: ersangkutan dinyatakan bahwa “Pen
- Page 89 and 90: tersebut ditentukan bahwa struktur
- Page 91 and 92: dalam bidang structural dan instrum
- Page 93 and 94: Ada banyak faktor penyebab yang iku
- Page 95 and 96: Profil Singkat PenulisCornelis LayP
- Page 97 and 98: Lambang Trijono memperoleh gelar Ma