12.07.2015 Views

POST-CONFLICT PEACEBUILDING 2009 - Propatria Institute

POST-CONFLICT PEACEBUILDING 2009 - Propatria Institute

POST-CONFLICT PEACEBUILDING 2009 - Propatria Institute

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Pertama, Pengertian dan batasan bukti permulaan yang cukup harus terbatasi misalnya dengan2 alat bukti. Kedua, kecukupan alat bukti untuk dapat dianggap memenuhi “bukti bermulaanyang cukup” harus dimintakan penetapannya kepada hakim komisaris sebelum dilakukan upayapaksa.Ketiga, Juklak maupun Juknis penyidikan dan penuntutan perlu diperbaiki untuk mengisikekosongan pengertian dan batasan bukti permulaan yang cukup. Keempat, RUU KUHAPmengatur batas waktu maksimal seseorang ditetapkan sebagai tersangka setelah itu tersangkaharus mendapat kepastian apakah perkaranya di-SP3 atau diajukan ke penuntutan.Kelima, RUU KUHAP atau Juklak dan Juknis Penyidikan dan Penuntutan mengatur syaratobyektif untuk melakukan penahanan selain syarat lamanya ancaman hukuman sertamempersyaratkan penahanan oleh penyidik maupun penuntut harus mendapat ijin pengadilansebagaimana penyitaan dan penggeledehan. Keenam, mekanisme untuk memprosespengaduan masyarakat oleh Lembaga Pengawas Internal baik Polri maupun Kejaksaandilakukan dalam sidang terbuka dan dibuka untuk umum.Tetapi kelemahan sistem pengawasan terhadap lembaga penegak hukum, misalnya karenalebih bersifat internal dan tertutup atau bahkan tidak berfungsi secara optimal, jugamemperparah penyalahgunaan wewenang aparat dalam proses penegakan hukum. Penguatankelembagaan dan mekanisme pengawasan eksternal oleh Komisi Kepolisian Nasional(Kompolnas) dan Komisi Kejaksaan (Komjak), misalnya, menjadi niscaya untuk memulihkankeadilan pascakonflik.Penegakan HAMPenegakan hak-hak asasi manusia (HAM) dalam masyarakat pascakonflik perlu mendapatperhatian seksama. Menegakkan HAM merupakan kewajiban negara terutama pemerintah(Pasal 28I ayat (4) UUD 1945). Negara juga wajib menyusun peraturan perundang-undanganuntuk melancarkan mekanisme kerja lembaga penegakan HAM. Presiden dan DPRbertanggungjawab untuk melancarkan proses hukum dimaksud. UU No. 26/2000 (PengadilanHAM) cukup jelas mengenai proses tersebut.Komnas HAM merupakan lembaga penyelidikan bagi pelanggaran HAM berat, baik yang terjadisebelum berlakunya UU Pengadilan HAM tahun 2000 maupun sesudahnya. Kejaksaan Agungharus menyidik pelanggaran berat HAM berdasarkan hasil penyelidikan Komnas HAM.Peradilan HAM seharusnya berlangsung “normal”. Masalahnya, apakah Komnas HAM cukupmemiliki kemampuan untuk menjangkau masyarakat pascakonflik? Sebuah pertanyaan pentingyang memerlukan jawaban dari Komnas HAM.Khusus untuk pelanggaran berat yang terjadi pada masa lampau, hasil penyelidikan KomnasHAM dan hasil penyidikan oleh Kejaksaan akan menjadi dasar bagi rekomendasi DPR tentangpembentukan Pengadilan Adhoc HAM. Setelah MK membatalkan penjelasan Pasal 43 Ayat (2)UU Pengadilan HAM tahun 2000, DPR tak berwenang membentuk Pengadilan Adhoc HAMhanya berdasarkan “dugaan” pelanggaran HAM berat pada masa lampau. 32 Artinya, sebagaibukan lembaga penegakan hukum, DPR merekomendasikan pembentukan Pengadilan AdhocHAM berdasarkan hasil penyelidikan oleh Komnas HAM dan hasil penyidikan oleh Kejaksaan.32 Putusan MK No. 18/PUU-V/2007 tanggal 21/2/2008.52

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!