paska-konflik, disertai rancangan kerangka kerja pembangunan perdamaian dengan parameterdan indikator yang jelas, sangat diperlukan untuk memajukan pembangunan perdamaian.Peran Masyarakat Sipil Lebih ProaktifMasyarakat sipil di Indonesia sejauh ini telah banyak terlibat dalam penciptaan perdamaian diberbagai daerah. Berbagai pengalaman selama ini menunjukkan masyarakat sipil memilikiperan khusus di bidang ini, terutama dalam membuka bergulirnya dialog, berlangsungnyanegosiasi, tercapainya perjanjian damai, penghentian kekerasan, dan mendorong de-eskalasikonflik di masyarakat. Di Aceh, misalnya, sejak awal perdamaian bergulir, baik dalam perjanjianGeneva maupun Helsinki, masyarakat sipil aktif terlibat membuka ruang dialog, menjembatanipihak berkonflik, GAM dan pemerintah RI, hingga akhirnya tercapai kesepakatan damai 22 .Demikian pula di daerah-daerah lain, di Maluku, Maluku Utara, dan Poso, dan daerah-daerahlain dilanda konflik komunal etnis-agama, masyarakat sipil berperan penting, bersama dengankelompok-kelompok strategis lainnya, pemerintah, TNI-POLRI, dalam penciptaan danpembangunan perdamaian.Namun, setidaknya dari pengalaman selama lima tahun terakhir, sejak konflik mulai mereda didaerah, peran masyarakat sipil dalam pembangunan perdamaian semakin lama tampaksemakin menurun. Padahal, tantangan pembangunan perdamaian dihadapi masyarakat paskakonflikmasih sangat besar. Daerah paska-konflik di Indonesia pada umumnya membutuhkanpercepatan pemulihan dan pembangunan perdamaian. Memastikan agar perjanjian damaiberjalan, mencegah agar konflik tidak kembali muncul, pemulihan, reintegrasi dan stabilisasikomunitas, penciptaan kondisi keamanan kondusif bagi perdamaian jangka panjang, danmendorong berlangsungnya konsolidasi perdamaian, merupakan beberapa langkah pentingharus dilakukan di masa paska-konflik.Belajar dari refleksi pengalaman praktis pencegahan konflik dan pembangunan perdamaiandilakukan masyarakat sipil selama ini maka penting kemudian untuk ditemukan peran terbaikseharusnya dilakukan masyarakat sipil menjawab tantangan perdamaian ini. Masyarakat sipilmemiliki potensi besar untuk menumbuhkembangkan perdamaian dari karakternya yang selalumenghargai perkembangan masyarakat secara genuine, komitmennya yang tinggi padakemanusiaan, perkembangan budaya sipil (civic culture), tolerasi dan kemajuan peradaban 23 .Fleksibilitas dan genuinitas dalam berinisiatif, berkreasi, melakukan inovasi-inovasi danimprovisasi-improvasi dalam memecahkan masalah-masalah pembangunan di masyarakat,merupakan potensi penting dimiliki masyarakat sipil untuk membangun perdamaian.Di era demokratisasi sekarang masyarakat sipil diharapkan berperan lebih besar untukmendorong tumbuhnya pembangunan perdamaian. Memasuki alam demokrasi, masyarakat sipildiharapkan berkembang semakin dinamis dalam arena politik lebih bebas dan terbuka,mengorganisir diri masuk ke ranah politik, mengekspresikan kepentingan warga negara dalampolitik. Perkembangan demikian penting didorong sehingga masyarakat sipil semakin mampumembangun perdamaian. Namun, ditengah dinamika politik yang semakin meningkat itu, peransipil dalam pembangunan perdamaian sesungguhnya masih sangat lemah dan harusditingkatkan. Selain karena sangat bervariasinya kelompok kepentingan dalam masyarakat sipil,22 Lihat Otto Syamsuddin Ishak, ‘Position Map: The Civilian Figure in the Dynamic Peace Process in Aceh’, dalamKamarulzaman Askandar dan Ang Ming Chee (eds), Building Peace in Aceh, Problems, Strategies, and Lessons fromSri Lanka, and Northern Ireland, Forum Asia, SEACSN, dan IDR, 2005.23 John Keane, Global Civil Society, MacMillan Press, 1998.39
sehingga sulit melakukan koordinasi dan kolaborasi diantara mereka, juga karena besarnyaperbedaan persepsi mereka tentang visi perdamaian karena lemahnya orientasi nilaiperdamaian dimiliki.Aktivitas masyarakat sipil di bidang perdamaian sendiri merupakan gerakan relatif baru diIndonesia. Sejak tahun 1970an, kebanyakan organisasi sipil disibukkan berbagai kegiatanmengatasi masalah pembangunan, khususnya melakukan advokasi dan pemberdayanmasyarakat melawan negara dalam berbagai praktek pembangunan. Sebagai warisan politikOrde Baru ini, kepercayaan antara sipil dan pemerintah hingga kini masih terasa rendah,sehingga sulit untuk bersinergi menggulirkan perdamaian. Aktivitas perdamaian di kalanganorganisasi sipil baru banyak tumbuh berkembang pada masa reformasi, sejak tahun 1998,ketika terjadi konflik dan kekerasan di banyak daerah. Banyak organisasi sipil yang dulunyakonsetrasi pada masalah-masalah pembangunan kini bergeser ke masalah perdamaian.Setidaknya sejauh ini telah berkembang tiga generasi organisasi sipil di bidang perdamaiansejak masa reformasi dilihat dari segi orientasi dan agenda aksi mereka dalam aktivitasperdamaian. Pertama, organisasi sipil generasi pertama bergerak di bidang kemanusiaan,memberi bantuan kemanusian di daerah konflik, terutama organisasi sipil berbasis keagaman.Kedua, organisasi sipil berorientasi pada pencegahan dan resolusi konflik, secara praktismelakukan pelatihan dan lokakarya resolusi konflik, memfasilitasi berbagai pihak di daerahkonflik dalam kapasitas pencegahan dan resolusi konflik. Ketiga, organisasi sipil generasi ketiga,dalam jumlah masih sedikit, berorientasi pada pembangunan perdamaian jangka panjang,mengintegrasikan pembangunan perdamaian dengan demokrasi dan perbaikan kualitaskebijakan pembangunan untuk memenuhi kebutuhan dan hak dasar dalam hidup warga negara,sebagai upaya mengatasi sumber konflk dan kekerasan di masyarakat 24 .Meskipun aktivitas organisasi sipil di bidang perdamaian ini meningkat selama sepuluh tahunterakhir, kebanyakan kegiatannya masih bersifat reaktif, sebagai bagian dari reaksi alamiahuntuk bertahan dalam menghadapi represi dan realitas konflik di masyarakat. Demikian pula,pada umumnya masih memiliki kapasitas terbatas, seringkali didorong oleh orientasi bersifatpragmatis. Gerakan perdamaian masyarakat sipil selama ini belum proaktif dan transformatifuntuk mencegah konflik dan membangun perdamaian jangka panjang.Belajar dari pengalaman ini, sangat penting bagi organisasi sipil untuk mengubah orientasi danstrategi mereka dari bersifat reaktif, atau tanggap dini, menuju proaktif atau respon dini,mengurangi potensi konflik dan meningkatan kapasitas perdamaian, melakukan pencegahandan transformasi konflik untuk perdamaian jangka panjang melalui kebijakan pembangunan.Pencegahan konflik merupakan strategi penting untuk mencegah konflik, mulai dari pencegahanagar potensi konflik tidak muncul ke permukaan, atau kalau sudah terjadi tidak berkembangmenjadi kekerasan kolektif dan komunal, termasuk di dalamnya dalam konteks paska-konflikmencegah agar persetujuan damai tidak jatuh kembali terjebak dalam konflik, sebagai bagiandari pembangunan perdamaian. Selain itu, adalah penting untuk melakukan reorientasipendekatan dan strategi dari tidak hanya mengatasi konflik sasaat hanya ketika konflik munculdi permukan, tetapi menanamkan perdamaian, membangun perdamaian dan rekonstruksimasyarakat paska-konflik menuju tercapainya perdamaian berkelanjutan.24 Lambang Trijono, Pembangunan sebagai Perdamaian, Rekonstruksi Indonesia Paska-Konflik, Yayasan Obor danthe Padii <strong>Institute</strong>, 2007.40
- Page 1: POST-CONFLICT PEACEBUILDINGNaskah A
- Page 4 and 5: PengantarOleh : Kusnanto AnggoroTah
- Page 7 and 8: Gambar 2 : Kurva Konflik LundSetiap
- Page 9 and 10: Berulangnya kembali konflik merupak
- Page 11 and 12: sebagai masa yang cukup memadai unt
- Page 13 and 14: hubungan puisat-daerah yang lebih b
- Page 15 and 16: penyelesaian, maupun kerentanan sos
- Page 17 and 18: sesuatu dari proses itu. Inilah “
- Page 19 and 20: 1955 memecah negara ke dalam konfli
- Page 21 and 22: Tahapan Demokrasi di Indonesia seja
- Page 23 and 24: Demokrasi, Konflik dan KeamananMasa
- Page 25 and 26: Indonesia (TNI) dan Kepolisian Nega
- Page 27 and 28: Disintegrasi, Reintegrasi,dan Modal
- Page 29 and 30: Secara teoritis dan berdasarkan pen
- Page 31 and 32: Gambar Siklus Resolusi KonflikConfl
- Page 33 and 34: Pendekatan dari Bawah : Gerakan Bak
- Page 35 and 36: pengangguran, tidak sebandingnya da
- Page 37 and 38: akan dapat mencegah konflik kekeras
- Page 39 and 40: dan respon dini pencegahan konflik
- Page 41: pemerintahan yang ada belum mampu s
- Page 45 and 46: espon dini 25 . Bagaimana menjadika
- Page 47 and 48: tujuan perdamaian dirumuskan (subst
- Page 49 and 50: Transisi Demokrasi,Konflik Sosial d
- Page 51 and 52: Dengan demikian penyalahgunaan keku
- Page 53 and 54: penekanan pada fungsi preventif, me
- Page 55 and 56: Pertama, Pengertian dan batasan buk
- Page 57 and 58: ersama untukmengakhiri konflik,atau
- Page 59 and 60: Stabilisasi dan Pemullihan Pasca Ko
- Page 61 and 62: melalui negosiasi, kompromi atau me
- Page 63 and 64: masyarakat secara normal serta meng
- Page 65 and 66: Keenam, fungsi intermediasi/fasilit
- Page 67 and 68: fungsi penciptaan keamanan ini. Den
- Page 69 and 70: dibalik ketimpangan antar kawasan d
- Page 71 and 72: Daftar BacaanBartrand, Jacques, (20
- Page 73 and 74: dikontrol dengan prinsip-prinsip da
- Page 75 and 76: perang, sebab di dalam tugas ini mi
- Page 77 and 78: Berkaitan dengan hal ini, kelompok
- Page 79 and 80: pelecehan ataupun penguasaan tentar
- Page 81 and 82: MOOTW/PSO. Di sinilah perlunya hubu
- Page 83 and 84: eformasi Polri yang dimaksud. Di ba
- Page 85 and 86: hukum (Rechstaat) bukan Negara keku
- Page 87 and 88: ersangkutan dinyatakan bahwa “Pen
- Page 89 and 90: tersebut ditentukan bahwa struktur
- Page 91 and 92: dalam bidang structural dan instrum
- Page 93 and 94:
Ada banyak faktor penyebab yang iku
- Page 95 and 96:
Profil Singkat PenulisCornelis LayP
- Page 97 and 98:
Lambang Trijono memperoleh gelar Ma