12.07.2015 Views

POST-CONFLICT PEACEBUILDING 2009 - Propatria Institute

POST-CONFLICT PEACEBUILDING 2009 - Propatria Institute

POST-CONFLICT PEACEBUILDING 2009 - Propatria Institute

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Transisi Demokrasi,Konflik Sosial dan HukumOleh: Mohammad Fajrul FalaakhTransisi dari kekuasaan otoriter di Indonesia dalam satu dasa warsa terakhir telah ditandai olehmunculnya berbagai konflik sosial dan tindak kekerasan di dalam masyarakat. Bersamaandengan krisis ekonomi menjelang jatuhnya kekuasaan Orde Baru, terjadi perusakan danpenjarahan harta-benda di berbagai tempat di Indonesia termasuk Jakarta. Berbagai tindakkekerasan kemudian meletus di berbagai daerah, dan groups conflict (communal, ethnic,religious) meruyak.Beberapa daerah mengalami konflik sosial yang berskala luas, memakan waktu cukup lamauntuk menyelesaikannya, dan membutuhkan berbagai cara penyelesaian. Sebagian konflik itumuncul “begitu saja” akibat kriminalitas, tetapi sebagian lain merupakan letupan dari akarmasalah sosio-kultural, ekonomi dan politik yang lebih dalam. Identitas kelompok yang mencaripengakuan, ketakseimbangan distribusi sumber daya ekonomi, akses kepada kekuasaan ataumobilitas politik vertikal yang mampat merupakan beberapa akar masalah yang dapatdiidentifikasi.Salah satu pertanyaan penting mengemuka: ke mana perginya stabilitas dan aparat keamanan?Tentu saja, pada waktu itu otoritarianisme dalam kondisi undermined. Bukankah reformasipolitik, tuntutan demokratisasi, dan program kemasyarakatan yang serupa, menggoyah sendisendidasar atau legitimasi dari sistem politik otoriter? Negara dalam kondisi tak berdaya.Pertanyaan penting berikutnya adalah, di mana hukum dan ketertiban berada? Hukum tampaktertatih-tatih atau bahkan terlelap (dormant) ketika terjadi konflik vertikal di Papua dan Acehmaupun konflik horizontal di Sulawesi Tengah, Maluku dan Maluku Utara. Mengapa sistempenegakan hukum gagal mencegah perluasan sengketa individual yang terjadi pada tahapawal? Mengapa sistem penegakan hukum tidak dapat mentransformasikan konflik individualtersebut agar tidak meluas menjadi konflik sosial?Dalam konteks politik otoritarian, hukum sekedar instrumen penjaga stabilitas kekuasaan,keamanan rezim dan kelangsungan kebijakan negara. Hukum, yang untuk sebagian cukupbesar justru mengandalkan legitimasinya pada sistem politik (state-centered legitimacy), jugamengalami kelumpuhan, terlelap dalam tidur (dormant). Ketika konflik mengemuka di berbagaitempat di Indonesia, hukum dan aparatnya pun tertatih-tatih. Dalam konteks tersebut, tujuanhukum untuk menjaga harmoni dan kedamaian masyarakat menjadi tidak tercapai.Kondisi demikian menjadi tidak ideal. Hukum seharusnya mampu memberikan respon terhadapperubahan perilaku masyarakat dalam transisi tersebut. Hukum, yang menyatakan ancamandan memberi sanksi bagi tindak kekerasan, seharusnya ditegakkan. Hukum seharusnya jugaberperan menjaga, agar keterlanggaran hak-hak dalam masyarakat tidak meluas dan berubahmenjadi konflik sosial.Bagaimana tujuan hukum itu dapat dicapai dalam proses peace building pascakonflik, agarkeadaan tidak kembali kepada siklus konflik dan instabilitas. Apa peran hukum dalam konteksini? Adakah otonomi masyarakat guna menyelesaikan konflik yang mereka alami sehingga tidakmeluas menjadi konflik sosial? Adakah model-model perlindungan hak dan kepentingan, ataupenyelesaian konflik, yang dapat ditempuh masyarakat?46

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!