Penutup dan RekomendasiPaparan di atas memberikan dasar acuan bagi masyarakat sipil dalam upaya memajukanpembangunan perdamaian di daerah-daerah paska-konflik di Indonesia berdasar analisis situasikonflik dan perdamaian terkini untuk merumusakan respon kebijakan strategis dan agenda aksipembangunan perdamaian di daerah-daerah paska-konflik. Daerah-daerah paska-konflikmenghadapi tantangan dan hambatan perdamaian khusus dibanding daerah-daerah lain diIndonesia, bersumber dari bukan hanya masalah-masalah konflik dan kekerasan di masa lalu,tetapi juga kerentanan perdamaian di masyarakat disebabkan belum efektif dan majunyapembangunan perdamaian dilakukan. Tantangan ini membutuhkan pendekatan dan strategikhusus untuk mengatasinya, terutama agar konflik-kekerasan tidak kembali muncul (relapsed),dan perdamaian berkelanjutan bisa dicapai di daerah-daerah paska-konflik.Menjawab tantangan ini, diperlukan pemahaman atas konflik-kekerasan terjadi selama ini, baikdari segi pola maupun karakteristiknya, sehingga bisa dicegah kemungkinan dankecenderungan terjadinya konflik kembali muncul ke permukaan. Disini, selain pentingmelakukan analisis terhadap situasi konflik, analisis terhadap situasi perdamaian terkini jugaperlu ditekankan. Keduanya, baik analisis situasi konflik maupun analisis perdamaian terkini,sama-sama penting dilakukan untuk merumuskan pendekatan, strategi dan kerangka kerjapembangunan perdamaian, agar kerangka dihasilkan mampu bukan hanya menangkap realitaspotensi konflik yang ada, tetapi juga mampu menjawab tantangan perdamaian dihadapi.Bagaimana mengurangi potensi konflik agar konflik tidak kembali muncul ke permukaan, di satusisi, dan bagaimana meningkatkan kapasitas perdamaian yang ada, di sisi lain, merupakanagenda penting harus dilakukan dalam setiap upaya menjaga dan membangun perdamaian didaerah paska-konflik.Kajian, assesmen dan analisis terhadap situasi konflik terkini penting dilakukan denganmemfokus pada sebab-sebab, atau akar penyebab, terjadinya konflik, pada aktor, proses dandinamika konflik, untuk ditemukan pola, karakteristik dan kecenderungannya, sehinggadiprediksi untuk antisipasi dan langkah pencegahan konflik ke depan. Sementara, analisissituasi perdamaian dilakukan dengan memusatkan perhatian pada faktor-faktor pendukungpencapaian perdamaian, implemenatasi perjanjian damai di masyarakat, kapasitaskelembagaan perdamaian, dan kegiatan perdamaian berkembang di masyarakat. Berdasarkedua analisis tersebut, respon kebijakan strategis pemeliharaan perdamaian, atau pencegahankonflik, dan pembangunan perdamaian bisa dirumuskan dengan mempertimbangkan pentingnyapendekatan dan strategi pembangunan perdamaian dalam jangka panjang. Pembangunanperdamaian tidak hanya bersifat transisional, tetapi sekaligus juga transformatif dan rekonsiliatifmenuju tercapainya perdamaian dan keadilan berkelanjutan. Selain itu, kapasitas kelembagaandan agen pembangunan perdamaian, baik dari kalangan pemerintah maupun masyarakat sipil,penting untuk ditingkatkan, untuk menjawab berbagai tantangan dan masalah dihadapi daerahpaska-konflik.Membangun perdamaian di daerah paska-konflik dengan demikian tidak hanya membutuhkankepekaan atau sensitivitas tinggi atas potensi konflik dan ketegangan struktural yang ada dimasyarakat, tetapi juga kapasitas memadai untuk menumbuhkembangkan perdamaian.Kebijakan dan agenda aksi pemeliharaan dan pembangunan perdamaian di daerah paskakonflikselain sensitif terhadap konflik, untuk mencegah segala kemungkinan munculnya kembalikonflik ke permukaan, juga promotif terhadap perdamaian, sehingga kebijakan dan agenda aksidigulirkan akan memberikan kontribusi yang luas bagi terciptanya perdamaian danpembangunan berkelanjutan.45
Transisi Demokrasi,Konflik Sosial dan HukumOleh: Mohammad Fajrul FalaakhTransisi dari kekuasaan otoriter di Indonesia dalam satu dasa warsa terakhir telah ditandai olehmunculnya berbagai konflik sosial dan tindak kekerasan di dalam masyarakat. Bersamaandengan krisis ekonomi menjelang jatuhnya kekuasaan Orde Baru, terjadi perusakan danpenjarahan harta-benda di berbagai tempat di Indonesia termasuk Jakarta. Berbagai tindakkekerasan kemudian meletus di berbagai daerah, dan groups conflict (communal, ethnic,religious) meruyak.Beberapa daerah mengalami konflik sosial yang berskala luas, memakan waktu cukup lamauntuk menyelesaikannya, dan membutuhkan berbagai cara penyelesaian. Sebagian konflik itumuncul “begitu saja” akibat kriminalitas, tetapi sebagian lain merupakan letupan dari akarmasalah sosio-kultural, ekonomi dan politik yang lebih dalam. Identitas kelompok yang mencaripengakuan, ketakseimbangan distribusi sumber daya ekonomi, akses kepada kekuasaan ataumobilitas politik vertikal yang mampat merupakan beberapa akar masalah yang dapatdiidentifikasi.Salah satu pertanyaan penting mengemuka: ke mana perginya stabilitas dan aparat keamanan?Tentu saja, pada waktu itu otoritarianisme dalam kondisi undermined. Bukankah reformasipolitik, tuntutan demokratisasi, dan program kemasyarakatan yang serupa, menggoyah sendisendidasar atau legitimasi dari sistem politik otoriter? Negara dalam kondisi tak berdaya.Pertanyaan penting berikutnya adalah, di mana hukum dan ketertiban berada? Hukum tampaktertatih-tatih atau bahkan terlelap (dormant) ketika terjadi konflik vertikal di Papua dan Acehmaupun konflik horizontal di Sulawesi Tengah, Maluku dan Maluku Utara. Mengapa sistempenegakan hukum gagal mencegah perluasan sengketa individual yang terjadi pada tahapawal? Mengapa sistem penegakan hukum tidak dapat mentransformasikan konflik individualtersebut agar tidak meluas menjadi konflik sosial?Dalam konteks politik otoritarian, hukum sekedar instrumen penjaga stabilitas kekuasaan,keamanan rezim dan kelangsungan kebijakan negara. Hukum, yang untuk sebagian cukupbesar justru mengandalkan legitimasinya pada sistem politik (state-centered legitimacy), jugamengalami kelumpuhan, terlelap dalam tidur (dormant). Ketika konflik mengemuka di berbagaitempat di Indonesia, hukum dan aparatnya pun tertatih-tatih. Dalam konteks tersebut, tujuanhukum untuk menjaga harmoni dan kedamaian masyarakat menjadi tidak tercapai.Kondisi demikian menjadi tidak ideal. Hukum seharusnya mampu memberikan respon terhadapperubahan perilaku masyarakat dalam transisi tersebut. Hukum, yang menyatakan ancamandan memberi sanksi bagi tindak kekerasan, seharusnya ditegakkan. Hukum seharusnya jugaberperan menjaga, agar keterlanggaran hak-hak dalam masyarakat tidak meluas dan berubahmenjadi konflik sosial.Bagaimana tujuan hukum itu dapat dicapai dalam proses peace building pascakonflik, agarkeadaan tidak kembali kepada siklus konflik dan instabilitas. Apa peran hukum dalam konteksini? Adakah otonomi masyarakat guna menyelesaikan konflik yang mereka alami sehingga tidakmeluas menjadi konflik sosial? Adakah model-model perlindungan hak dan kepentingan, ataupenyelesaian konflik, yang dapat ditempuh masyarakat?46
- Page 1: POST-CONFLICT PEACEBUILDINGNaskah A
- Page 4 and 5: PengantarOleh : Kusnanto AnggoroTah
- Page 7 and 8: Gambar 2 : Kurva Konflik LundSetiap
- Page 9 and 10: Berulangnya kembali konflik merupak
- Page 11 and 12: sebagai masa yang cukup memadai unt
- Page 13 and 14: hubungan puisat-daerah yang lebih b
- Page 15 and 16: penyelesaian, maupun kerentanan sos
- Page 17 and 18: sesuatu dari proses itu. Inilah “
- Page 19 and 20: 1955 memecah negara ke dalam konfli
- Page 21 and 22: Tahapan Demokrasi di Indonesia seja
- Page 23 and 24: Demokrasi, Konflik dan KeamananMasa
- Page 25 and 26: Indonesia (TNI) dan Kepolisian Nega
- Page 27 and 28: Disintegrasi, Reintegrasi,dan Modal
- Page 29 and 30: Secara teoritis dan berdasarkan pen
- Page 31 and 32: Gambar Siklus Resolusi KonflikConfl
- Page 33 and 34: Pendekatan dari Bawah : Gerakan Bak
- Page 35 and 36: pengangguran, tidak sebandingnya da
- Page 37 and 38: akan dapat mencegah konflik kekeras
- Page 39 and 40: dan respon dini pencegahan konflik
- Page 41 and 42: pemerintahan yang ada belum mampu s
- Page 43 and 44: sehingga sulit melakukan koordinasi
- Page 45 and 46: espon dini 25 . Bagaimana menjadika
- Page 47: tujuan perdamaian dirumuskan (subst
- Page 51 and 52: Dengan demikian penyalahgunaan keku
- Page 53 and 54: penekanan pada fungsi preventif, me
- Page 55 and 56: Pertama, Pengertian dan batasan buk
- Page 57 and 58: ersama untukmengakhiri konflik,atau
- Page 59 and 60: Stabilisasi dan Pemullihan Pasca Ko
- Page 61 and 62: melalui negosiasi, kompromi atau me
- Page 63 and 64: masyarakat secara normal serta meng
- Page 65 and 66: Keenam, fungsi intermediasi/fasilit
- Page 67 and 68: fungsi penciptaan keamanan ini. Den
- Page 69 and 70: dibalik ketimpangan antar kawasan d
- Page 71 and 72: Daftar BacaanBartrand, Jacques, (20
- Page 73 and 74: dikontrol dengan prinsip-prinsip da
- Page 75 and 76: perang, sebab di dalam tugas ini mi
- Page 77 and 78: Berkaitan dengan hal ini, kelompok
- Page 79 and 80: pelecehan ataupun penguasaan tentar
- Page 81 and 82: MOOTW/PSO. Di sinilah perlunya hubu
- Page 83 and 84: eformasi Polri yang dimaksud. Di ba
- Page 85 and 86: hukum (Rechstaat) bukan Negara keku
- Page 87 and 88: ersangkutan dinyatakan bahwa “Pen
- Page 89 and 90: tersebut ditentukan bahwa struktur
- Page 91 and 92: dalam bidang structural dan instrum
- Page 93 and 94: Ada banyak faktor penyebab yang iku
- Page 95 and 96: Profil Singkat PenulisCornelis LayP
- Page 97 and 98: Lambang Trijono memperoleh gelar Ma