dampak konflik di masa lalu, pemulihan, reintegrasi, stabilisasi komunitas, rekonsiliasi,pemenuhan keadilan transisional, dan perbaikan sosial-ekonomi, sebagai tantangan danmasalah utama harus dipecahkan oleh pembangunan perdamaian di masa paska-konflik 18 .Meskipun perjanjian damai secara substantif kuat, perdamaian tidak akan terwujud bila secaraprosedural tidak disertai pendekatan dan kerangka kerja pembangunan perdamaian memadaisehingga bisa memastikan perjanjian damai berjalan dalam realitas kehidupan nyata. Masalahutama dalam implementasi perjanjian damai antara lain terdapat pada lemahnya kelembagaan,ketidakpercayaan berbagai pihak terhadap perdamaian, banyaknya penganggu atau spoileryang tidak menginginkan perdamaian berlangsung, tidak adanya kepemimpinan memadai,lemahnya koalisi politik dan sipil mendukung perdamaian, dan hambatan-hambatan lainberkaitan dengan pembagian kekuasaan (power sharing) sesudah perjanjian dicapai dan lambatatau tidak efektifnya pemulihan sosial-ekonomi berlangsung di level komunitas. Demikian ituseringkali menimbulkan kesenjangan harapan, ekspektasi perdamaian dari perjanjian damaidicapai tidak sebanding dengan implementasi pembangunan perdamaian dijalankan 19 .Masih rentan atau belum terkonsolidasinya perdamaian ini sewaktu-waktu bisa menyebabkankonflik kembali muncul di masyarakat. Oleh karena itu, selain memastikan agar perjanjian damaiberjalan efektif, upaya pencegahan konflik agar konflik kekerasan tidak kembali muncul menjadiagenda penting dalam masa paska-konflik. Pencegahan konflik di masa paska-konflik padaesensinya sama dengan memelihara perdamaian (keeping the peace). Upaya ini sangat pentingdilakukan di daerah-daerah paska-konflik mengingat kebanyakan daerah-daerah paska-konflikdi Indonesia, seperti Aceh, Maluku, dan Papua, dulunya adalah daerah konflik berlarut-larut danberlangsung cukup lama (protracted conflicts) disertai dampak kekerasan. Sejarah dan sikluskonflik kekerasan itu begitu tertanam dalam sejarah konflik di daerah-daerah di Indonesia.Karena itu, pencegahan konflik di daerah ini masih penting untuk terus menerus dilakukan,terutama ketika dihadapkan pada dinamika politik yang tinggi baik di pusat maupun di daerah.Demokratisasi, dan juga desentralisasi, berkembang di daerah-daerah di Indonesia sekarang inimemang bisa meredakan konflik berlangsung selama ini. Tetapi perubahan politik ini, di sisi lain,juga menciptakan perubahan-perubahan politik tersendiri, menciptakan peluang-peluang dankesempatan-kesempatan politik, membangkitkan kecemasan-kecemasan politik sekaligusmenumbuhkan harapan-harapan politik baru di kalangan elit politik, yang bisa meningkatkaneskalasi konflik di masyarakat 20 . Memahami dinamika konflik ini sangat penting terutama untukmencegah kemungkinan terjadinya konflik berulang di masyarakat dan memastikan perdamaianterus berjalan. Kaitan perdamaian, demokrasi, dan kebijakan pembangunan dalam hal inipenting untuk diperkuat untuk konsolidasi pembangunan perdamaian.Transformasi dan Rekonsiliasi Jangka PanjangDaerah-daerah paska-konflik menghadapi masalah perdamaian tidak ringan, baik bersumberdari masalah-masalah konflik dan dampak konflik di masa lalu maupun karena lemahnyakapasitas perdamaian di masyarakat. Dalam tahapan paska-konflik potensi konflik atau konflikterpendam (latent conflict) dapat sewaktu-waktu bisa muncul ke permukaan dan perdamaiankembali berubah menjadi konflik, terutama ketika sistem dan kelembagaan sosial-politik dan18 Siobhan Ni Chulchain, ‘The Peace Frameworks and Peace Accord: A Comparative Analysis of Northern Ireland’,dalam dalam Kamarulzaman Askandar and Ang Ming Chee (eds), Op.cit., 2005.19 ‘The Peace Framework and Peace Accord’, dalam dalam Kamarulzaman Askandar and Ang Ming Chee (eds), Ibid.,2005.20 Gerry Van Klinken, Perang Kota Kecil, Yayasan Obor dan KITLV-Jakarta, 2007.37
pemerintahan yang ada belum mampu secara efektif mengatasi potensi konflik, hambatanperdamaian dan ketegangan sosial yang ada, melalui kebijakan pembangunan.Menghadapi tantangan ini diperlukan pendekatan dan strategi pembangunan perdamaiankhusus, bukan hanya mengatasi potensi konflik atau ketegangan struktural yang ada, tetapi jugamengatasi perdamaian yang rentan karena belum jelasnya arah, visi, orientasi, tujuan dankerangka pendekatan dan strategi pembangunan perdamaian ke depan (peace buildingroadmaps). Pembangunan perdamaian di daerah paska konflik yang dulunya mengalami konflikyang akut dan disertai segregasi sosial-politik yang tajam membutuhkan pendekatanpembangunan perdamaian secara khusus menekankan pentingnya transformasi konflik danrekonsiliasi jangka panjang. Pendekatan ini bukan hanya bersifat transisional atau responsesaat atas konflik dan potensi konflik yang ada, tetapi juga membangun perdamaian jangkapanjang, mengatasi kesenjangan, ketidakadilan, dan rekonstruksi komunitas yang hancur akibatkonflik kekerasan di masa lalu menuju tercapainya perdamaian yang berkeadilan secaraberkelanjutan (sustainable just-peace) 21 .Pendekatan transformatif konflik dan rekonsiliasi jangka panjang bisa diharapkan mampumengatasi kesenjangan perdamaian dihadapi daerah-daerah paska-konflik. Pendekatan inimencakup berbagai area dan aspek masalah yang harus ditangani, tidak hanya bersifattransisional tetapi juga transformatif, dalam berbagai level masalah, di level atas; negosiasitingkat tinggi, membangun koalisi dan konsensus damai, pembagian kekuasaan, danpenghentian kekerasan, di level menengah; meningkatkan kapasitas perdamaian, advokasiperdamaian, resolusi konflik berbasis pemecahan masalah, pembetukan komisi perdamaian,dan di level bawah memecahkan masalah-masalah sosial-ekonomi di tingkat komunitas, trauma,prasangka, kesenjangan, ketidakadilan dan masalah-masalah sosial-ekonomi lainnya dihadapimasyarakat.Contoh terbaik bagaimana pendekatan transformasi ini dijalankan, dalam spektrum kontinumtransisi, transformasi da rekonsiliasi jangka panjang, adalah dilakukan presiden Nelson Mandeladi Afrika Selatan. Menekankan pentingnya empat agenda dan proses pencapaian perdamaian,Nelson Mandela merumuskan pembangunan perdamaian di Africa Selatan sebagai upayamencapai: (1) kesatuan dan rekonsiliasi nasional, menjawab kebutuhan warga kulit putih danhitam hidup bersama secara sederajad; (2) pembentukan sistem demokrasi untuk menjaminsemua warga negara memiliki hak sama dan kesempatan menentukan masa depannya; (3)mengakhiri dan mengatasi kesenjangan sosial-ekonomi dan kesejahteraan antara pendudukkulit putih dan kulit hitam yang begitu tajam, dan (4) kebutuhan membangun kembali danmemodernisasi ekonomi untuk peningkatan kamajuan ekonomi untuk mengatasi masalahkemiskinan, pengangguran, dan keterbelakangan mayoritas penduduk, khususnya warga kulithitam.Mengikuti pendekatan ini, kesenjangan perdamaian, baik kesenjangan strategis (strategic gaps)antara perdamaian jangka pendek dan jangka panjang, kesenjangan koordinasi antar berbagaipihak pemangku perdamaian (coordination gaps), maupun kesenjangan implementasi antarakonsensus perdamaain ideal diharapkan dalam pakta perjajian damai dengan realisasi danimplementasinya di masyarakat (implementation gaps), bisa diatasi. Bagaimana memastikanperjanjian damai berjalan efektif, melakukan monitoring atas implementasi perjanjian damai,tanggap dan respon dini pencegahan konflik, mengurangi potensi konflik dan keteganganstruktural, meningkatkan kapasitas perdamaian masyarakat, merupakan beberapa agenda danlangkah penting harus dilakukan. Assesmen terhadap kebutuhan pembangunan perdamaian21 John Paul Lederach, Building Peace: Sustainable Reconciliation in Divided Societies. US <strong>Institute</strong> for Peace, 1998.38
- Page 1: POST-CONFLICT PEACEBUILDINGNaskah A
- Page 4 and 5: PengantarOleh : Kusnanto AnggoroTah
- Page 7 and 8: Gambar 2 : Kurva Konflik LundSetiap
- Page 9 and 10: Berulangnya kembali konflik merupak
- Page 11 and 12: sebagai masa yang cukup memadai unt
- Page 13 and 14: hubungan puisat-daerah yang lebih b
- Page 15 and 16: penyelesaian, maupun kerentanan sos
- Page 17 and 18: sesuatu dari proses itu. Inilah “
- Page 19 and 20: 1955 memecah negara ke dalam konfli
- Page 21 and 22: Tahapan Demokrasi di Indonesia seja
- Page 23 and 24: Demokrasi, Konflik dan KeamananMasa
- Page 25 and 26: Indonesia (TNI) dan Kepolisian Nega
- Page 27 and 28: Disintegrasi, Reintegrasi,dan Modal
- Page 29 and 30: Secara teoritis dan berdasarkan pen
- Page 31 and 32: Gambar Siklus Resolusi KonflikConfl
- Page 33 and 34: Pendekatan dari Bawah : Gerakan Bak
- Page 35 and 36: pengangguran, tidak sebandingnya da
- Page 37 and 38: akan dapat mencegah konflik kekeras
- Page 39: dan respon dini pencegahan konflik
- Page 43 and 44: sehingga sulit melakukan koordinasi
- Page 45 and 46: espon dini 25 . Bagaimana menjadika
- Page 47 and 48: tujuan perdamaian dirumuskan (subst
- Page 49 and 50: Transisi Demokrasi,Konflik Sosial d
- Page 51 and 52: Dengan demikian penyalahgunaan keku
- Page 53 and 54: penekanan pada fungsi preventif, me
- Page 55 and 56: Pertama, Pengertian dan batasan buk
- Page 57 and 58: ersama untukmengakhiri konflik,atau
- Page 59 and 60: Stabilisasi dan Pemullihan Pasca Ko
- Page 61 and 62: melalui negosiasi, kompromi atau me
- Page 63 and 64: masyarakat secara normal serta meng
- Page 65 and 66: Keenam, fungsi intermediasi/fasilit
- Page 67 and 68: fungsi penciptaan keamanan ini. Den
- Page 69 and 70: dibalik ketimpangan antar kawasan d
- Page 71 and 72: Daftar BacaanBartrand, Jacques, (20
- Page 73 and 74: dikontrol dengan prinsip-prinsip da
- Page 75 and 76: perang, sebab di dalam tugas ini mi
- Page 77 and 78: Berkaitan dengan hal ini, kelompok
- Page 79 and 80: pelecehan ataupun penguasaan tentar
- Page 81 and 82: MOOTW/PSO. Di sinilah perlunya hubu
- Page 83 and 84: eformasi Polri yang dimaksud. Di ba
- Page 85 and 86: hukum (Rechstaat) bukan Negara keku
- Page 87 and 88: ersangkutan dinyatakan bahwa “Pen
- Page 89 and 90: tersebut ditentukan bahwa struktur
- Page 91 and 92:
dalam bidang structural dan instrum
- Page 93 and 94:
Ada banyak faktor penyebab yang iku
- Page 95 and 96:
Profil Singkat PenulisCornelis LayP
- Page 97 and 98:
Lambang Trijono memperoleh gelar Ma