12.07.2015 Views

POST-CONFLICT PEACEBUILDING 2009 - Propatria Institute

POST-CONFLICT PEACEBUILDING 2009 - Propatria Institute

POST-CONFLICT PEACEBUILDING 2009 - Propatria Institute

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

kenyataan negara Indonesia sebagai negara kepulauan yang sangat luas, maka persoalankapasitas logistik terutama sektor transportasi terutama transportasi udara yang cepat sangatdiperlukan yang didukung dengan ketersediaan kapal Angkutan Laut. Hal ini merupakantantangan sendiri untuk suatu penugasan militer di wilayah yang jauh dari kedudukan terpusatyang terkonsentrasi di Jawa. Realitas sebaran ini turut menjadi tantantangan bagi pengirimanpasukan ke suatu wilayah konflik dan disinilah persoalan kepasitas pengiriman yang cepat(quick deployment) menjadi persoalan.Dalam kondisi demikian, terdapat kecenderungan dari pihak militer baik Mabes maupun Dephandengan realias sebaran pasukan TNI terutama Angkatan Darat, maka idle capacity tersebutdapat diperhitungkan pada tiap-tiap daerah berdasarkan sebaran pasukan dalam Kodam-Kodam yang terbagi secara spasial dari Sabang sampai Merauke. Kekuatan dalam Kodam,terlepas dari kontroversi dan oposisi untuk keberlanjutannya, secara historis mereka dapatdiarahkan untuk malakukan PSO/MOOTW dalam konteks peacebuilding. Namun demikian,penulis melihat bahwa untuk ke depan perlu ada penyesuaian secara struktural untuk denganmmpertimbangkan resiko ancaman untuk keamanan nasional. Kekuatan terpusat (Bapakpus)penting, namun di sini sangat tergantung kepada kemampuan sirkulasi pasukan secara teknisdari satu wilayah ke wilayah lain.Selain itu, untuk melakukan analisis ini memerlukan suatu kajian yang lebih serius lagi denganmemperhitungkan berbagai faktor obyektif kekuatan pasukan serta dinamika keadaan di tingkatlokal. Namun demikian, jika melihat kepada pengalaman TNI selama ini di dalam operasiteritorial, kemampuan untuk melakukan MOOTW /PSO sebagian telah dimiliki oleh jajaran TNI.Hal ini dapat diindikasikan dengan adanya pengakuan keberhasilan bagi komponen tentaraIndonesia di dalam berbagai misi pasukan perdamaian PBB. Perlu juga dicatat bahwa persoalanidle-capacity ini tidaklah bersifat statis, namun kondisi itu tergantung kepada kenyataan atasdinamika dan resiko keamanan nasional serta kebutuhan riil untuk keasiagaan militer untukmeresponse keadaan tersebut.Seperti disebutkan dalam berbagai kajian mengenai keterlibatan militer untuk tugas berdamaian,ia lebih memerlukan keahlian non-militer. Walaupun demikian kekuatan militer, tergantungkepada dinamika situasi di lapangan, dapat dipakai sebagai bentuk deterense bagi munculnyakembali konflik dari pihak-pihak yang bertikai, sehingga dalam kondisi tertentu, pemaksaanuntuk perdamaian (peace enforcement) secara terbatas dapat digunakan. Namun demikian,mengingat medan operasi bukanlah peperangan, maka memerlukan suatu assessment yanghati-hati untuk menggunakan kekuatan militer dalam bentuk enforcement secara terbatastersebut, sebab ia tidak boleh melanggar prinsip-prinsip hak hak asasi manusia.Epilogue: Problem tentang Norma-Norma, Etika dan KomandoSecara singkat problem yang dihadapi oleh TNI di dalam MOOTW / PSO darisisi kapasitasteknis bukanlah merupakan persoalan yang krusial. Namun persoalan yang dihadapi berjenjangdari tingkat operasional sampai ke strategis lebih disebabkan oleh terbatasnya aturan-aturan(piranti lunak) yang secara detail dapat mengaturnya termasuk RoE (termasuk) pengaturan legalyang ada seperti batasan weweneng dan konsekuensi-konsekuensi jika terjadi suatupelanggaran.Persolan lain yang dihadapi bukan terletak pada sistem komando militer itu sendiri, namunberkaitan dengan sejauhmana otoritas politik sipil memiliki pemahaman, pengetahuan dankepekaan politik untuk memberikan response ataupun tugas bagi militer untuk malakukan tugas77

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!