Reformasi Polri dalam Konteks Manajemen Keamanandan PeacebuildingOleh: Indria SamegoPendahuluanPolri pasca Orde Baru adalah Polri yang berbeda dan berubah dari masa sebelumnya. Bilaselama rejim pembangunan Polri dijadikan sebagai instrumennya, sekarang tidak lagi. Sejak 1April 1999, secara kelembagaan Polri keluar dari Tentara Nasional Indonesia. Sebagaimanaorganisasi kepolisian di Negara-negara demokrasi lainnya, fungsi Polri selanjutnya adalahsebagai alat Negara pemelihara Kamtibnas, penegak hukum, pelindung dan pengayom sertapelayan masyarakat. Sebagai aparatur penegak hukum, maka tidak tepat lagi bila Polri menjadibagian dari sebuah kesatuan yang bertugas mempertahankan Negara, yakni AngkatanBersenjata Republik Indonesia (ABRI). Untuk selanjutnya, organisasi yang dikenal sebagaipengemban Tri Brata 70 ini mesti melakukan berbagai perubahan, mulai dari paradigmaticsampai ke empiric. Terutama bagi anggota Polri di garis terdepan (First Line Supervisor),perubahan tersebut akan secara langsung dirasakan.Sementara publik, akan dengan mudah menilainya, apakah perubahan itu hanya retorika ataukebutuhan dalam tugas. Tanpa semangat itu, nampaknya kepercayaan masyarakat terhadapgagasan mewujudkan Polri yang tangguh dan terpercaya akan tetap menjadi mimpi yang sulitdirealisasikan. Kita berharap betul agar seluruh jajaran Polri, mulai dari Pimpinan Tertinggisampai perwiranya di lapangan dapat secara konsisten melaksanakan fungsi Polri di atas.Termasuk di dalamnya adalah membangun perdamaian (Peace Building) di sejumlah daerahKonflik atau Rawan Konflik yang sangat dikenal di tanah air, yakni Aceh, Maluku, SulawesiTengah, Maluku Utara dan Papua. Lewat Rencana Operasi Kontijensinya yang digelar setiaptahun, Polri berusaha mengantisipasi dan menanggulangi berbagai ancaman kontinjensi yangbersumber pada ideology, politik, ekonomi, social, budaya, keamanan dan bencana alam. Polrimenyadari bahwa dengan mengedepankan kegiatan preemtif, preventif dan penegakan hukumterukur, akan mampu melakukan deteksi dan peringatan dini serta analisis yang lebih akuratmengenai kondisi Kamtibmas yang berkembang. Pada bagian akhir, Polri pun merasa ikutbertanggungjawab terhadap proses rehabilitasinya.Satu dasawarsa sudah kita mendengar jargon “Reformasi menuju Polri yang Profesional”.Belakangan, jargon tadi mendapat tambahan satu kata kunci lagi, yakni “Mandiri dan DipercayaMasyarakat”. Jadi lebih lengkapnya, semangat perubahan dalam tubuh Polri sekarang adalah,“Menuju Reformasi Polri yang Mandiri dan Profesional”. Di bawah kepemimpinan KapolriJenderal Roesmanhadi, semangat tersebut di atas diperkenalkan. Kemudian secara berturutturut,Kapolri penerusnya Jenderal Rusdihardjo, Da’i Bahtiar, Sutanto, dan sekarang JenderalBambang Hendarso Danuri (BHD) mengemban moral public untuk lebih mengoperasionalkan70 Sesuai dengan tuntutan reformasi, Tri Brata pun mendapatkan pemaknaan baru. Bila sebelumnya menggunakanBahasa Sanskerta, sejak arasehan Sespimpol 17-19 Juni 2002 di Lembang dasar dan pedoman moral KepolisianNegara Republik Indonesia ini, dalam Bahasa Indonesia maknanya adalah: 1. Berbakti kepada nusa dan bangsadengan penuh ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. 2. Menjunjungtinggi kebenaran, keadilan dankemanusiaan dalam menegakkan hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD1945.3. Senantiasa melindungi , mengayomi, dan melayani masyarakat dengan keihlasan untuk mewujudkan keamanandan ketertiban. Lihat, Jenderal Pol (Purn.) Awaloedin Djamin et al, Sejarah Perkembangan Kepolisian di Indonesia:Dari Zaman Kuno sampai sekarang, hlm. 49379
eformasi Polri yang dimaksud. Di bawah kepemimpinannya, Jenderal BHD ingin lebihmempercepat proses reformasi tersebut lewat “Program Kerja Akselerasi Transformasi Polrimenuju Polri yang Mandiri, Profesional dan Dipercaya Masyarakat.”Yang menjadi pertanyaan umum adalah, seberapa jauh hal itu telah dilakukan? Sesuai dengansemangat jaman, apakah peran dan reformasi yang dijalankan Polri mendukung prinsip-prinsipdemokrasi dan diterima secara politik (politically acceptable)? Dalam masyarakat yang kianmenuntut penerapan prinsip Tata Kelola Pemerintahan yang Baik (Good Governance),barangkali tidak berlebihan bila pertanyaan tersebut dikemukakan. Karena Polri merupakanaparatur Negara, maka pertanggungjawaban akhirnya adalah kepada pemilik kedaulatan, yakniseluruh rakyat Indonesia. Dalam konteks Good Governance, Polri sudah sewajarnyamenjalankan prinsip-prinsip yang akuntabel, transparan, menghargai kesetaraan, taat hukumdan demokratik. Bila di masa lalu pertanggungan jawab Polri kepada Panglima ABRI dankemudian Penguasa Orde Baru, dapat dimaklumi karena demokrasi yang dimaksud masa ituadalah demokrasi terbatas (Limited Pluralism). Sekarang lain lagi, demokrasi kita sungguhsungguhsesuai dengan konstitusi Indonesia - yang note bene telah diamandemen - yangmengatakan bahwa “Kedaulatan Di Tangan Rakyat, dan dilaksanakan sesuai dengan UUD”,maka sudah selayaknya jika Polri bertanggung jawab kepada segenap stake holder Negarabangsaini. Sebagai bagian dari aparatur Negara yang bertanggung jawab pada masalahkeamanan dan ketertiban masyarakat, keberadaan Polri tidak dibenarkan di luar struktur atausystem yang ada. Demi menjaga efektivitas dan efisiensi pengelolaan keamanan dan ketertibanmasyarakat (Kamtibmas), Polri sudah seharusnya masuk dan menjadi bagian yang takterpisahkan dari sistem keamanan yang dibangun.Untuk itulah maka reformasi Polri menjadi sebuah keniscayaan. Bila sebelumnya Polri menjadibagian dari ABRI dan instrument kekuasaan, sehingga sifat militeristiknya sangat terlihat, kedepan Polri harus berperilaku sipil dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat.Demikian juga dalam memecahkan masalah kejahatan, Polri harus professional, tidak bolehrepresif. Selain itu, Polri harus lebih dekat dengan rakyat di dalam melaksanakan misipenegakan hukumnya. Menjunjung tinggi keadilan dan menghormati HAM, merupakanpersyaratan lain yang harus dilakukan Polri dalam mereformasi dirinya. Dengan kata lain, dalammewujudkan misinya, Polri harus mampu membangun citra sebagai pelindung, pengayom,pelayan masyarakat, serta pengabdi bangsa dan Negara. 71Demi mendapatkan gambaran tentang seberapa jauh reformasi Polri telah terjadi danbagaimana peran Polri dalam Pengelolaan Keamanan baik pada tingkat Nasional maupunLokal, tentu diperlukan observasi yang bersifat holistic. Ini semata untuk menghindarkan biastertentu, yang bisa jadi merugikan Polri atau pun masyarakat sendiri. Benar apa yang dikatakanAdrianus Meliala, bahwa kesulitan yang dihadapi Polri dalam menjalankan reformasinya “takselamanya dan juga tak semua masalah tersebut berasal dari lingkungan intern Polri itu sendiri.”72 Banyak factor berada di luar Polri, utamanya soal anggaran buat Polri misalnya, taksemuanya ditentukan oleh Polri sendiri. Dalam system politik yang demokratik, tak saturupiahpun anggaran departemen dan lembaga Negara yang lepas dari pengawasan DPR didalamnya.Berangkat dari asumsi seperti di atas, uraian selanjutnya berusaha menyoroti peran Polri dalampengembangan Keamanan dan Ketertiban Nasional dan Lokal dari berbagai perspektif. Jika71 Reformasi Berkelanjutan: Institusi Kepolisian Republik Indonesia, Bidang Sumber Daya Manusia, Kemitraan, LMUIdan Kepolisian Negara RI, Jakarta, 2006, hlm.772 Lihat tulisannya, Adrianus Meliala, Problema Reformasi Polri, Trio Repro, Jakarta, 2002, hlm. iii80
- Page 1:
POST-CONFLICT PEACEBUILDINGNaskah A
- Page 4 and 5:
PengantarOleh : Kusnanto AnggoroTah
- Page 7 and 8:
Gambar 2 : Kurva Konflik LundSetiap
- Page 9 and 10:
Berulangnya kembali konflik merupak
- Page 11 and 12:
sebagai masa yang cukup memadai unt
- Page 13 and 14:
hubungan puisat-daerah yang lebih b
- Page 15 and 16:
penyelesaian, maupun kerentanan sos
- Page 17 and 18:
sesuatu dari proses itu. Inilah “
- Page 19 and 20:
1955 memecah negara ke dalam konfli
- Page 21 and 22:
Tahapan Demokrasi di Indonesia seja
- Page 23 and 24:
Demokrasi, Konflik dan KeamananMasa
- Page 25 and 26:
Indonesia (TNI) dan Kepolisian Nega
- Page 27 and 28:
Disintegrasi, Reintegrasi,dan Modal
- Page 29 and 30:
Secara teoritis dan berdasarkan pen
- Page 31 and 32: Gambar Siklus Resolusi KonflikConfl
- Page 33 and 34: Pendekatan dari Bawah : Gerakan Bak
- Page 35 and 36: pengangguran, tidak sebandingnya da
- Page 37 and 38: akan dapat mencegah konflik kekeras
- Page 39 and 40: dan respon dini pencegahan konflik
- Page 41 and 42: pemerintahan yang ada belum mampu s
- Page 43 and 44: sehingga sulit melakukan koordinasi
- Page 45 and 46: espon dini 25 . Bagaimana menjadika
- Page 47 and 48: tujuan perdamaian dirumuskan (subst
- Page 49 and 50: Transisi Demokrasi,Konflik Sosial d
- Page 51 and 52: Dengan demikian penyalahgunaan keku
- Page 53 and 54: penekanan pada fungsi preventif, me
- Page 55 and 56: Pertama, Pengertian dan batasan buk
- Page 57 and 58: ersama untukmengakhiri konflik,atau
- Page 59 and 60: Stabilisasi dan Pemullihan Pasca Ko
- Page 61 and 62: melalui negosiasi, kompromi atau me
- Page 63 and 64: masyarakat secara normal serta meng
- Page 65 and 66: Keenam, fungsi intermediasi/fasilit
- Page 67 and 68: fungsi penciptaan keamanan ini. Den
- Page 69 and 70: dibalik ketimpangan antar kawasan d
- Page 71 and 72: Daftar BacaanBartrand, Jacques, (20
- Page 73 and 74: dikontrol dengan prinsip-prinsip da
- Page 75 and 76: perang, sebab di dalam tugas ini mi
- Page 77 and 78: Berkaitan dengan hal ini, kelompok
- Page 79 and 80: pelecehan ataupun penguasaan tentar
- Page 81: MOOTW/PSO. Di sinilah perlunya hubu
- Page 85 and 86: hukum (Rechstaat) bukan Negara keku
- Page 87 and 88: ersangkutan dinyatakan bahwa “Pen
- Page 89 and 90: tersebut ditentukan bahwa struktur
- Page 91 and 92: dalam bidang structural dan instrum
- Page 93 and 94: Ada banyak faktor penyebab yang iku
- Page 95 and 96: Profil Singkat PenulisCornelis LayP
- Page 97 and 98: Lambang Trijono memperoleh gelar Ma